Skip to main content

Profil Desa Kedungombo Kec. Tanjunganom Nganjuk Jawa Timur

      Desa Kedungombo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur. Secara geografis, Desa Kedungombo terletak pada posisi 7° 21’ - 7° 31’ Lintang Selatan dan 110° 10’ - 111° 40’ Bujur Timur. Topografi ketinggian desa ini adalah berupa dataran sedang, yaitu sekitar 156 meter di atas permukaan air laut. Berdasarkan data BPS Kabupaten Nganjuk, curah hujan rata-rata mencapai 2.400 mm. Curah hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember hingga mencapai 405,04 mm.
Berdasarkan data administrasi pemerintahan Desa Kedungombo tahun 2010, jumlah penduduknya adalah 6.704 orang dengan jumlah 1.846 KK. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani yang didukung oleh lingkungan alam yang menopang pertanian, utamanya adalah sawah beririgasi.
        Jarak tempuh Desa Kedungombo ke ibu kota Kecamatan Tanjunganom yaitu sekitar 7 kilometer. Sedang jarak ke ibu kota Kabupaten Nganjuk adalah sekitar 17 kilometer.
Secara adminstratif, Desa Kedungombo dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga. Di sebelah utara berbatasan dengan Desa Getas dan Desa Malangsari. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Plosoharjo, Kecamatan Pace. Di sisi selatan berbatasan dengan Desa Jati, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, sedangkan di sisi timur berbatasan dengan Desa Sumberkepuh.
        Dalam Profil Desa Kedungombo, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, yang disusun oleh Tim Perumus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des) Tahun 2011 – 2015, dijelaskan bahwa Desa Kedungombo berawal dari sejarah perjuangan kemerdekaan melawan penjajah Belanda ketika masih berbentuk kerajaan. Para pejuang kemerdekaan dari wilayah Grobogan, Jawa Tengah, yang berjuang melawan untuk melawan kompeni di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro, kemudian melarikan diri karena terdesak oleh Kompeni Belanda. Di antara pejuang tersebut bernama Ki Musa, yang membuka lahan dengan menebangi hutan, yang kelak menjadi Desa Kedungombo sekitar abad 18. Pada awal berdirinya, Desa Kedungombo dahulu masih menyatu dengan Desa Plosoharjo, Kecamatan Pace dan Desa Pace Kulon.
Mengingat wilayah Desa Kedungombo merupakan hamparan air yang disebabkan oleh aliran sungai sebanyak 4 sungai besar sehingga menyerupai sebuah kedung, maka dinamakan Kedungombo. Lalu, melihat peta wilayah adanya keempat sungat tersebut, daerah ini dimekarkan menjadi Desa Kedungombo dari desa induknya, yaitu Desa Plosoharjo.
         Pada masa Agresi Belanda ke 2, pusat pemerintahan Kabupaten Nganjuk pernah berada di Desa Kedungombo dalam masa pengungsian.

Comments

Popular posts from this blog

Cabang Kaidah Masyaqqah Tajlibu Al-taisir

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Syariat Islam tidak mentaklifkan kepada manusia sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh mereka dan sesuatu yang boleh menjatuhkan mereka ke dalam kesusahan atau dengan sesuatu yang tidak bertepatan dan serasi dengan naluri serta tabiat mereka. Masyaqqah atau kesukaran yang akan menjadi sebab kepada keringanan dan dipermudahkan berdasarkan kaedah ini ( masyaqqah tajlibu al-taisir ) ialah masyaqqah yang melampaui hal biasa dan tidak mampu ditanggung oleh manusia pada kebiasaannya, bahkan bisa memudaratkan diri seseorang dan menghalanginya dari melakukan   amal yang berguna. Kesukaran dan kesulitan yang menjadi problematika dan dilema yang terjadi pada mukallaf menuntut adanya penetapan hukum untuk mencapai kemaslahatan dan kepastian hukum guna menjawab permasalahan yang terjadi.  Sebelum adanya makalah ini, terdapat penjelasan tentang qaidah pokok dari masyaqqah tajlibu al-taisir, dan ini adalah tahap yang selanjutnya yaitu membaha

Tahapan – tahapan Dalam Tasawuf Untuk Mencapai Ma’rifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat sejarah kehidupan dan perjuangan al-Gazali (450-505 H./1058-1111 M.) yang panjang dan melelahkan untuk mencari pengetahuan yang benar (al-makrifat) yang mampu meyakinkan dan memuaskan batinnya, akhirnya, ia temukan pengetahuan yang benar setelah ia mendalami dan mengamalkan ajaran kaum sufi. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sedekat-dekatnya sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup, taubat, zuhud, wara’, ikhlas, sabar, syukur, qona’ah, tawakal, ridlo, mahabbah,  barulah tercapai ma’rifat. Dengan kata lain ma’rifat  merupakan maqomat tertinggi dimana puncak seorang hamba bersatu dengan sang Khaliq.    Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Ma’rifah dan Tahapan-tahapan untuk mencapai ma’rifat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

TAFSIR AYAT TENTANG KEBUTUHAN DAN KEINGINAN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Al-Quran merupakan mukjizat yang sampai saat ini masih bisa kita pegang dan jumpai. Tak hanya mampu menjadi sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Quran juga mengandung beragam pengetahuan yang mampu mengikuti perkembangan zaman, tak terkecuali dalam hal ekonomi. Begitu banyak ayat al-Quran yang menerangkan mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Terdapat beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan hal tersebut. Di antara ayat tersebut terdapat dalam surat al-Mu’min ayat 80, al-Baqarah ayat 216, dan an-Nisa’ ayat 27 yang perlu dikaji lebih dalam demi terpenuhinya kebutuhan dan keinginan yang sesuai prinsip Islam. B.      Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.       Bagaimana tafsir, kajian ekonomi, serta cotoh nyata dalam surat al-Mu’min ayat 80? 2.       Bagaimana tafsir, kajian eko