BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pada
dasarnya kata adalah satu kesatuan yang utuh yang mengandung arti dan makna.
Kata dapat digolongkan ke dalam kelas-kelas yang berbeda-beda yang sering kita
sebut dengan kelas kata.
Pada abad XVI, seorang ahli tata bahasa Spanyol,
Sanches de las Brozas, telah mengemukakan suatu pembagian jenis kata yang
rasional dan structural, yaitu: nomen, verbum, dan particular. Tetapi kemudian,
dalam abad XIX para ahli tata bahasa Barat lainnya kembali lagi ke dalam alam
pikiran Yunani-Latin, dan mengemukakan sepuluh jenis kata.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja pembagian kelas kata menurut tata bahasa
tradisional?
2.
Apa saja bentuk pembagian verba, nomina, pronomina, numerelia,
adverbia,
adjektiva, kata tugas?
3.
Apa saja contoh dari masing-masing dari bentuk pembagian kelas
kata
menurut tata bahasa tradisional?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk
mengetahui pembagian kelas kata menurut tata bahasa
tradisional.
2. Untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing
pembagian kelas
kata menurut
tata bahasa tradisional.
3.
Untuk mengetahui karakteristik dari jenis kata tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Kata Benda atau Nomina
Untuk menentukan kata benda dari
jenis kata lainnya, digunakan kriteria (1) ciri morfologis, (2) ciri sintaksis,
(3) ciri semantis.
1. Ciri Morfologis
Ciri morfologis kata benda mencakup
(1) afiksasi dan (2) klitisasi.
a)
Afiksasi
Kata yang berafiksasi sebagai
berikut, termasuk jenis kata benda.
1) Prefiks
Pa- , misalnya:
Pattaneng ‘penanam’
Parampoq ‘perampok’
Pattudang ‘penerima tamu’
Paqduppa ‘pengundang’
Paqgere ‘pemotong’
Pappa- dan pappe-, misalnya:
Pappalalo ‘perizinan’
Pappedeceng ‘kebaikan’
Pappejaq ‘kejahatan’
Pappakatulutulu ‘penipuan’
Pappaka-, missalnya:
Pappakatajang ‘penerangan’
Pappakatuna ‘penghinaan’
Pappakatanre ‘peninggian’
Pappakacommoq ‘penggemukan’
Pappakaleqbi ‘pemuliaan’
Pappasi-, misalnya:
Pappasiala ‘pemecah belah’
Pappasiereq ‘pemersatu’
Pappasisumpung ‘penghubung’
Pappasidapi ‘penyampai’
Passi-, misalnya:
Passidapi ‘penyambung’
Passiuno ‘pemberani dalam pembunuhan’
Passigajang ‘pemberni dalam penikaman’
Semua prefix tersebut di atas,
berintikan unsur pa-.
2) Infiks
-ar-, misalnya:
Gareqge ‘gergaji’
-al-, misalnya:
Galenrung ‘sejenis bunyi lemparan’
3) Sufiks
-eng, misalnya:
Tudangeng ‘tempat duduk’
Lewureng ‘tempat tidur’
Tanengeng ‘bibit tanaman’
4) Konfiks
a-
… -eng, misalnya:
Aleqbireng ‘kemuliaan’
Atajangeng ‘keterangan’
Apettung ‘keputusan’
Appa- … -eng, misalnya:
Appaqbeneng ‘alat urusan memperisterikan’
Appaqduangeng ‘pemusyrikan’
Appaqdepu-repung ‘penghematan’
Apparengngerangeng ‘peringatan’
Appasi- … -eng, misalnya:
Appasisalang ‘hal tentang perselisihan’
Appasibokoreng ‘hal tentang perseteruan’
Appasidapireng ‘hal tentang persambungan’
Assi- … -eng, misalnya:
Assisalang ‘perselisihan’
Assobokoreng ‘perseturuan’
Assidapireng ‘persambungan’
b)
Klitisasi
Klitisasi dalam hal ini berupa
enklitik yang menyatakan milik, juga menjadi ciri jenis kata benda.
-na, misalnya:
Sagenana ‘kelonggarannya’
Siriqna ‘malunya’
Riona
‘gembiranya’
-mu, misalnya:
Sussamu
‘susahmu’
Riomu
‘gembiramu’
Sukkuruqmu ‘syukurmu’
-ku, misalnya:
Eloku
‘mauku’
Rioku
‘gembiraku’
Saraku ‘sedihku’
2. Ciri Sintaksis
Ciri sintaksis kata benda dapat
ditemukan dalam struktursebagai berikut:
a)
Semua kata yang dapat diterangkan dengan kata sifat sehingga membentuk frase
benda, digolongkan sebagai kata benda, misalnya:
Tau deceng ‘orang baik’
KB KS
Anging maraja ‘angin kencangn’
KB KS
Wanua battoa ‘kampung besar’
KB KS
b)
Semua kata yang dapat menempati objek kata kerja transitif digolongkan kata
benda.
… Maqbaca boq… ‘membaca buku’
KK KB
… Maqbaluq beppa… ‘menjual kue’
KK KB
… Melli peqje… ‘membeli garam’
KK KB
3. Ciri semantik
Jika diperhatikan secara seksama
kategori kata benda, maka dapat disadari bahwa di balik kata itu terkandung
pula konsep semantis tertentu. Misalnya:
Bola ‘rumah’: memiliki ciri semantis
yang mengacu ke lokasi
Uleng ‘bulan’: memiliki ciri semantis
yang mengacu ke waktu
Wase ‘kapak’: memiliki ciri semantis
yang mengacu kea lat untuk mendorong benda yang besar.
Pappalengngi ‘pelicin’: mengacu
kepada alat yang dapat melicinkan sesuatu
Jika ada kalimat yang melanggar ciri
semantis seperti tersebut di atas, maka kalimat itu aka ditolak, misalnya:
*Piso ipake matteqbang aju.
‘Pisau dipakai menebang pohon kayu.’
*Wase ipake makkireq beppa.
‘kapak dipakai mengiris kue’
*Bola mattaneng ase.
‘rumah menanam padi.’
B.
Kata Kerja atau Verba
Untuk menentukan apakah suatu kata
termasuk kata kerja atau tidak, ditempuh cara seperti yang dilakukan pada kata
benda, sebagai berikut.
1.
Ciri Morfologis
Ciri morfologis kata kerja mencakup
(1)afiksasi dan (2) klitisasi.
a)
Afiksasi
Semua kata berafiksasi sebagi
berikut, termasuk jenis kata kerja.
1)
Prefiks
Ma-, misalnya:
Maruki ‘menulis’
Maqdareq ‘berkebun’
Maqbengkung ‘mencangkul’
Mallempa ‘memikul’
Mappasipulung ‘mengumpulkan’
Mangelli ‘membeli’
a-, misalnya:
aqdekeng ‘berhitung’
aqjama ‘bekerja’
allotting ‘berkelahi’
aruki ‘menulis’
ri-, misalnya:
riala ‘diambil’
risuro ‘disuruh’
ritaro ‘ditaruh’
2)
Sufiks
-I, misalnya:
Itai ‘lihat’
Engkalingai ‘dengarkan’
Kapeseqi ‘rabai’
b)
Klitisasi
Kata yang dilekati klitik dalam hal
ini proklitik yang berperan sebagai pelaku, tergolong kata kerja.
u-, misalnya:
uala ‘kuambil’
usappa ‘kucari’
ubaluq ‘kujual’
mu-, misalnya:
muita ‘kaulihat’
muakka ‘kauangkat’
muelli ‘kaubeli’
ta-, misalnya:
taita ‘kaulihat’ (bentuk hormat)
taakka ‘kau angkat’
na-, misalnya:
nabaca ‘dia baca’
nauki ‘dia tulis’
naelli ‘dia beli’
2.
Ciri Sintaksis
Ciri sintaksis kata kerja dapat
ditemukan dalam struktur sebagai berikut:
a)
Semua kata yang dapat diiringi dengan kata sibawa = kata sifat yang tergolong
kata kerja, misalnya:
Padangngi sibawa madeceng ‘beri
tahukan dengan baik’
KK
Werengngi sibawa cenning ati
‘berikan dengan ikhlas’
KK
b)
Semua kata yang dapat diiringi oleh kata-kata yang mengisyaratkan waktu
pelaku seperti di bawah ini.
Mattengngang, misalnya:
Mattengngang manre ‘sedang makan
KK
Mattengngang menung ‘sedang minum’
KK
Mattengngang tudang ‘sedang duduk’
KK
Pura, misalnya:
Pura rekeng ‘sudah hitung’
KK
Pura cemme ‘sudah mandi’
KK
Pura lewu ‘sudah baring’
KK
Melo, misalnya:
Melo cenga ‘mau menengadah’
KK
Melo giling ‘mau menoleh’
KK
Melo menung ‘mau minum’
KK
3.
Ciri Semantis
Fungsi utama kata kerja ialah
sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga
mempunyai fungsi lain.
Kata kerja mengandung berbagai dasar
makna dasar, misalnya:
Lari ‘lari’: mengandung mkna
perbuatan
Malleqpoq ‘meledak’: mengandung
makna proses
Matinro ‘tidur’: mengandung makna
keadaan
Makna kata kerja tersebut di atas
dapat dilihat, yang berfungsi sebagai predikat atau inti predikat, pada kalimat
di bawah ini.
Tau ero mattengngang lari ‘orang itu
sedang lari’
Bang oto malleqpoq ‘ban mobil
meledak’
Anaq-anaq ero matinro tongeng
‘anak-anak itu tidur betul’
4.
Transposisi
Kata-kata kerja pun dapat
dipindahkan jenisnya ke jenis kata lain dengan bantuan morfem terikat,
misalnya:
Menung ‘minum’ menjadi parenung ‘peminum’ atau
enungeng ‘tempat minum
KK
KB
KB
Demikian juga sebaliknya, jenis kata lain dapat dialihkan
menjadi jenis kata kerja, misalnya:
Elong ‘nyanyian’ menjadi makkelong ‘menyanyi’
KB
KK
Bola ‘rumah’ menjadi maqbola ‘membuat rumah’.
KB
KK
C.
Kata Sifat atau Adjektiva
Untuk menentukan apakah suatu kata
termasuk kata sifat atau tidak, ditempuh cara seperti yang dilakukan pada kata
benda atau kata kerja, sebagai berikut.
1.
Ciri Morfologis
Dari segi ciri morfologis atau
bentuk, kata sifat bahasa Bugis dapat berbentuk, misalnya:
Si-battoa-battoa-na
‘se-besar-besar-nya’
Si-sakka-sakka-na
‘se-lebar-lebar-nya
Si-lampe-lampe-na
‘se-panjang-panjang-nya’
Si-kessing-kessing-na
‘se-baik-baik-nya’
Si-jaq-jaq-na
‘se-buruk-buruk-nya’
Si-taneq-taneq-na
‘se-berat-berat-nya’
Si-ringeng-ringeng-na
‘se-ringan-ringan-nya’
Si-cenning-cenning-na
‘se-manis-manis-nya’
Si-paiq-paiq-na
‘se-pahit-pahit-nya
Si-pute-pute-na
‘se-putih-putih-nya
Si-bolong-bolong-na
‘se-hitam-hitam-nya
Jadi, kata battoa, sakka, lampe,
kissing, jaq, taneq, ringeng, cenning, paiq, pute, dan bolong termasuk jenis
kata sifat dalam bahasa Bugis.
Dalam cerita lama ditemukan
rangkaian kata: joppani si-joppa-joppa-na ‘ia berjalan ke mana-mana’. Kata
joppa (yang pertama) adalah kata kerja, sedangkan kata joppa-joppa yang diapit
oleh si- dan –na hanya bersifat menerangkan.
Juga kata yang mengandung afiks
sebagai berikut termasuk jenis kata sifat.
Ta- (taG-, tappa-, takka-), mari-,
maqdi-, ka-…-ang
Misalnya:
Tattahang
‘tertahan’
Tasseleng
‘terkejut’
Taqgappo
‘tertumbuk’
Tappaliweng
‘terlanjur’
Takkapepeq
‘terkepepet’
Mariolo
;terdepan’
Mariwiring
‘terpinggir’
Magdimunri
‘kemudian’
Maqdiolo
‘lebih dahulu’
Kaporeang
‘keunggulan’
Kapujiang
‘kepujian’
2.
Ciri Sintaksis
Dari segi frase, kata sifat dapat
diterangkan oleh kata-kata: kaminang ‘paling’, leqbi ‘lebih’, siseng ‘sekali’.
Misalnya:
Kaminang battoa
‘paling besar’
Leqbi battoa
‘lebih besar’
Battoa siseng
‘besar sekali’
Kaminang baiccuq ‘paling
kecil’
Leqbi
baiccuq ‘lebih kecil’
Baiccuq
siseng ‘kecil sekali’
Kaminang
tanre ‘paling tinggi’
Leqbi
tanre
‘lebih tinggi’
Matanre
siseng ‘tinggi sekali’
3.
Ciri Semantik
Kata sifat atau adjektiva dapat juga
dikenal dengan ciri gradasi semantisnya, seperti berikut.
Baiccuq
‘kecil’
Baiccu-iccuq
‘kecil-kecil’
Baiccuq
laqdeq
‘kecil sekali’
Kaminang
baiccuq
‘paling kecil’
Mapute
‘putih’
Mapute-pute
‘putih-putih’
Ma[ute
laqdeq
‘putih sekali’
Kaminang
mapute
‘paling pute’
Sogi
‘kaya’
Sogi-sogi
‘kaya-kaya’
Sogi
laqdeq
‘kaya sekali’
Kaminang
sogi
‘paling kaya’
Sogi
tallangka-langka ‘kaya raya’
Jadi, kata baiccuq, mapute, sogi,
adalah jenis kata sifat.
4.
Transposisi
Semua kata yang tergolong dalam kata
sifat dapat berpindah jenis ke jenis kata lain dengan bantuan morfem terikat,
misalnya:
Pute ‘putih’ menjadi mapute
‘menjadikan putih’, pappute ‘pemutih’, pappapute
KS
KK
KB
KB
‘alat untuk memutihkan’
Demikian juga sebaliknya, jenis kata
lain dapat dipindahkan menjadi jenis kata sifat, misalnya:
Ukka ‘buka’ menjadi taqbukka
‘terbuka
KK
KS
Pere ‘geser’ menjadi tappere
‘bergeser’
KK
KS
Rempeq ‘lontar’ menjadi taqdempeq
‘terpelanting’
KK
KS
D.
Kata Ganti atau Pronomina
Jika ditinjau dari segi artinya,
kata ganti atau pronominal ialah kata yang dipakai untuk mengacu ke suatu
nomina. Nomina Ali dapat diacu dengan pronominal alena ‘ia’. Bentuk –na pada
Ali mapeqdi ajena ‘Ali sakit kakinya’, mengacu ke kata Ali
Jika dilihat dari segi fungsinya,
dapat dikatakan bahwa pronominal atau kata ganti menduduki posisi yang umumnya
diduduki oleh nomina atau kata benda, seperti subjek, objek, dan dalam jenis
kalimat tertentu juga predikat.
Ada tiga macam kata ganti dalam
bahasa Bugis, yaitu (1) kata ganti persona, (2) kata ganti petunjuk, dan (3)
kata ganti penanya.
(1) Kata
Ganti Persona
a)
Kata ganti persona pertama
1)
Persona pertama tunggal
Iyaq ‘saya’, misalnya:
Iyaq maruki ‘saya menulis’
Aleku ‘diri saya’, misalnya:
Aleku molli ‘diri saya memanggil’
u- ‘ku-‘, misalnya:
ualai paqbura ‘kuambil ia obat’
-aq ‘saya’, misalnya:
Alakkaq ‘berikan saya
-ku ‘ku-‘, misalnya:
Bolaku ‘rumahku
Bentuk u- adalah proklitik,
sedangkan bentuk –aq dan –ku adalah bentuk enklitik. Bentuk enklitik –ku
menyatakan milik atau kepunyaan.
2)
Persona pertama jamak
Idiq ‘kita’, misalnya:
Idiq malai ‘kita mengambilnya’
Ta- ‘kita’, misalnya:
Talao ‘kita pergi’
Talaona ‘kita pergilah’
Talao bawanna ‘kita pergi saja’
-ta ‘kita’, misalnya:
Bolata ‘;rumah kita’
Jamatta ‘pekerjaan kita’
Aleta ‘diri kita’
Bentuk ta- adalah proklitik yang
bervariasi dengan bentuk idiq sebagai bentuk bebas. Bentuk –ta adalah enklitik
yang menyatakan milik.
b)
Kata ganti persona kedua
1)
Persona kedua tunggal
Iko ‘engkau’, misalnya:
Iko lao ‘engkau pergi’
Laono iko ‘pergilah engkau’
Iko malai ‘engkau mengambilnya’
Idiq ‘engkau’ (hormat), misalnya:
Joppaniq idiq ‘berangkatlah Anda’
Idiqna ‘engkaulah’
Idiq lolongengngi ‘engkau menemukannya’
2)
Persona kedua jamak
Untuk kata ganti persona kedua
jamak, juga digunakan kata iko atau idiq, tetapi hanya diiringi dengan kata
maneng atau kata pada yang mendahuluinya, yang berarti ‘semua’, misalnya:
Iko maneng (pada iko) parellu
maqguru ‘engkau semua perlu belajar’
Iko maneng (pada iko) jamai ‘engkau
semua mengerjakannya’
Idiq maneng (pada idiq) massumpung
lolo ‘kita semua berkeluarga’
c)
Kata ganti persona ketiga
Kata ganti
persona ketiga sama halnya dengan kata ganti persona kedua, yaitu ada yang
mengacu pada persona tunggal dan ada yng mengacu pada persona jamak.
1)
Persona ketiga tunggal
Ia (alena) ‘ia, dia’, misalnya:
Ia (alena) malai ‘ia mengambilnya’
Ia taroi ‘ia menyimpannya’
Ia memeng ‘ia memang’
-na ‘-nya’, misalnya:
Bolana ‘rumahnya’
Jamanna
‘pekerjaannya’
Carana ‘caranya’
Bentuk –na adalah enklitik yang
menyatakan
milik.
2)
Persona ketiga jamak
Untuk kata ganti persona ketiga
jamak, juga digunakan kata alena, tetapi hanya diiringii ‘ dengan kata maneng
atau kata pada yang mendahuluinya, yang berarti ‘semua’, misalnya:
Alena maneng (pada alena) malai
‘mereka semua mengambilnya’
Bentuk enklitik –na di samping
menyatakan milik persona ketiga tunggal, juga digunakan untuk menyatakan milik
persona ketiga jamak, misalnya:
Jamanna ‘pekerjaannnya’
(2) Kata
Ganti Petunjuk
Kata ganti petunjuk dalam bahasa
Bugis ada tiga macam, yaitu (1) kata ganti petunjuk umum, (2) kata ganti
petunjuk tempat, dan (3) kata ganti petunjuk ihwal.
a) Kata ganti
petunjuk umum
Kata ganti petunjuk umum ialah: iyae
‘ini’, iyatu ‘itu’, iyaro ‘sana’, dan anu ‘anu’.
Iyae: mengacu ke acuan yang dekat
pada pembicaraan atau ke masa sekarang, misalnya:
Iyae bola e maloppo ‘ini rumah
besar’
Iyae wettu e, wettu paqbosing ‘ini
waktu, waktu penghujan’
Iyatu: mengacu ke acuan yang agak
jauh dari pembicara atau yang dekat pada lawan bicara ataukah ke masa lampau,
misalnya:
Iyatu muala ‘itu kauambil’
Iyatu wettu e, wettu serang ‘itu
waktu, waktu kemarau’
Iyaro: mengacu ke acuan yang jauh,
baik dari pembicara maupun dari lawan bicara, ataukah ke masa yang lampau,
misalnya:
Iyaro bola e, bola loppo ‘Di sana
rumah itu, rumah besar’
Iyaro wettu e, wettu engngalang
‘waktu itu, waktu menuai’
Anu (yanu): mengacu ke acuan
yang tidak dapat disebutkan karena lupa atau karena tidak mau disebutkan,
misalnya:
Anu naelli iwenniq ‘Anu dibeli
kemarin’
Yanu naewa sibawa ‘Si ani dilawan bersama’
Kata ganti anu mengacu pada benda,
sedangkan yanu mengacu pada orang.
b) Kata ganti petunjuk
tempat
Kata ganti penunjuk tempat dalam
bahasa Bugis ialah: kuae ‘sini’, kuatu ‘situ’, dan kuaro ‘sana’. Perbedaan
diantara ketiganya berdasar pada tempat pembicara. Yang dekat digunakan kuae
‘sini’, yang agak jauh digunakan kuatu ‘situ’, yang jauh digunakan kuaro
‘sana’. Karena kata-kata ini menunjuk tempat atau lokasi, kata ganti itu sering
digunakan dengan preposisi pengacuan arah: ploe ‘dari’, lao ‘pergi’, ri ‘di’.
Misalnya:
Kuae mutaro ‘di sini kausimpan’
Pole kuae ‘dari sini’
Kuatu muolli ‘disitu kaupanggil’
Lao kuatu ‘pergi ke situ’
Kuaru mutaneng ‘di sana kautanam’
Pole kuaro ‘dari sana
c) Kata ganti
petunjuk ihwal
Kata ganti penunjuk ihwal (perihal)
dalam bahasa Bugis ialah: makkuae ‘begini’, dan makkuatu ‘begitu’, juga
makkuaro ‘demikian’, misalnya:
Makkuae sabaqna ‘begini sebabnya’
Makkuatu accappurenna ‘begitu
akhirnya’
Makkuaro pada napoji e ‘begitu semua
disukai’
Selain ketiga kata penunjuk tersebut
di atas, walaupun tidak dapat disebut kata ganti ada juga kata yang digunakan
untuk menegaskan hubungan bagian sebelumnya dengan bagian yang berikutnya,
yaitu kata kuaena ‘yakni’, misalnya:
Maega bua-bua ibaluq ri pasa e,
kuaena: panasa, pao, sibawa mannike
‘banyak buah-buahan dijual di pasar
itu, yakni: nangka, mangga, dan semangka.
Maega manuq-manuq ri aleq e, kuaena:
bekku, dangnga, sibawa dongi.
Banyak burung-burung di hutan,
yakni: tekukur, nuri, dan pipit.
(3) Kata
Ganti Penanya
Kata ganti penanya adalah kata ganti
yang dipakai sebagai alat penanya untuk mengetahui sesuatu. Dari segi maknanya,
yang ditanyakan dapat berupa (1) orang, (2) barang, atau (3) pilihan. Kata
ganti penanya yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Niga ‘siapa’: dipakai untuk
menanyakan orang atau nama orang, misalnya:
Niga yaro? ‘siapa itu?’
Aga ‘apa’: dipakai untuk
menanyakanbarang, misalnya:
Aga muelli? ‘apa kaubeli?’
Aga nasappa? ‘apa dia cari?’
Kega ‘mana’: diapaki untuk
menanyakan pilihan, misalnya:
Kega mupoji? ‘mana kausukai?’
Disamping ketiga kata ganti tersebut
di atas, ada kata penanya yang lain, meskipun bukan kata ganti, yaitu: (1) magi
‘mengapa’, (2) uppanna ‘kapan’, (3) kegi ‘di mana’, (4) pekkogi ‘bagaimana’,
(5) siaga ‘berapa’, misalnya:
Magi mumacai? ‘kanapa kaumarah?’
Uppanna mulao sompeq ‘kapan kaupergi
berlayar?’
Kegi mutaro boqmu? ‘di mana
kausimpan bukumu?’
Siaga ellina? ‘berapa harganya?’
E.
Kata Bilangan atau Numeralia
Kata bilangan atau numeralia ialah kata
yang digunakan untuk menghitung banyaknya maujud (orang, binatang, atau barang)
dan konsep. Frase seperti: dua ngngesso ‘dua hari’, tellu mpuleng ‘tiga bulan’,
lima ttaung ‘lima tahun’, taung madua e ‘tahun kedua’, dan siaga-siaga masaala
‘beberapa masalah’ menhgandung kata bilangan, yaitu: dua ‘dua’, tellu ‘tiga’,
lima ‘lima’, madua e ‘kedua, dan siaga-siaga ‘beberapa’, misalnya:
Dua ngngesso maqjama ‘dua hari
bekerja’
Tellu mpenni laona sompeq ‘tiga
malam perginya berlayar’
Lima ttaung jancinna ‘lima tahun
janjinya’
Taung madua e makkukuae ‘tahun kedua
yang sekarang’
Siaga-siaga masaala nasalai
‘beberapa masalah ditinggalkan’
Pada dasarnya dalam bahasa Bugis
terdapat tiga macam kata bilangan, yaitu: (1) kata bilangan pokok yang member
jawaban atas pertanyaan siaga? ‘berapa?’, (2) kata bilangan tingkat yang member
jawaban atas pertanyaan ia masiaga e? ‘yang keberapa?’, dan (3) kata bilangan
pecahan.
1.
Kata bilangan pokok
a.
Kata bilangan pokok tentu
0 = noloq
1 = seqdi
2 = dua
3 = tellu
4 = eppa
5 = lima
6 = enneng
7 = pitu
8 = arua
9 = asera
10 = seppulo
11= seppulo seqdi
dan sterusnya
b.
Kata bilangan pokok tidak tentu
Maega ‘banyak’, ceddeq ‘sedikit’,
dan iyamaneng ‘semua’, contoh penggunaannya:
Maega bola ri kampong ero ‘banyak
rumah di kampong itu’
Ceqdeq bawang tau maqjama ‘sedikit
saja orang bekerja’
Iyamaneng pakkampong e pada engkani
sipulung
‘semua penduduk sudah satang
berkumpul’
2.
Kata bilangan tingkat
Kata bilangan pokok dapat diubah
menjadi kata bilangan tingakat. Cara mengubahnya ialah dengan menambahkan
unsure ma-…-(e). khusus bilangan pokok seqdi ‘satu’ dipakai juga istilah
mammulang (e) ‘pertama’ disamping maseqdi (e)’kesatu’, misalnya:
Maseqdi(e) ‘kesatu’ atau
mammulang(e) ‘pertama’
Madua(e) ‘kedua’
Matellu(e) ‘ketiga’
Malima(e) ‘kelima’
Maenneng(e) ‘keenam’
Mapetu(e) ‘ketujuh’
Marua(e) ‘kedelapan’
Masera(e) ‘kesembilan’
Maseppulo(e) ‘kesepuluh’
Maseppuloe(e) seqdi ‘kesebelas’
dan seterusnya.
3.
Kata bilangan pecahan
Kata bilangan pecahan dalam bahasa
Bugis adalah sebagai berikut:
- sitengnga atau tawa dua
- tawa tellu atau bage tellu (na)
- tawa eppa atau siparapeq atau bage eppaq (na)
- tawa lima
- tellu parapeq
- dua bagiang pole ri (ki) tawa enneng e
- sibagiang pole ri (ki) tawa seppulo e.
dan seterusnya
F.
Kata Keterangan atau Adverbia
Kata keterangan atau adverbial
adalah kata yang member keterangan pada kata kerja, kata sifat, kata benda
predikatif (nomina predikatif), atau kalimat. Comtoh penggunaannya dalam
kalimat sebagai berikut.
Maelokaq mapperi-peri lesu ‘saya mau
lekas-lekas pulang’
Kata mapperi-peri ‘lekas-lekas’
adalah kata keterangan yang menerangkan kata kerjakerja lesu.
Tau ero makkesing laddeq ‘orang itu
baik sekali’
Kata laddeq ‘sangat’ adalah kata
keterangan yang menerangkan kata sifat makessing.
Kakakuq paqgalummi ‘kakak saya cuma
petani’
Kata mi ‘cuma’ (yang dirangkaikan
dengan kata sebelumnya) adalah kata keterangan yang menerangkan nomina
predikatif paqgalung ‘petani’.
Sikessing-kessingna lesu bawanno
‘sebaik-baiknya pulang saja’
Kata sikessing-kessing
‘sebaik-baiknya’ adalah kata keterangan yang menerangkan kalimat lesu bawanno
‘pulang saja’.
Kata keterangan dalam bahasa Bugis
dapat diidentifikasikan dengan memperhatikan (bentuk), (2) struktur sintaksis,
(3) maknanya.
1.
Bentuk keterangan
a.
Yang monomorfemis
Misalnya:
Laqdeq ‘keras’
Leqbi ‘lebih’
Sennaq ‘terlalu, sekali’
b.
Yang polimorfemis
Misalnya:
Mammekko-mekko ‘diam-diam’
Masittaq-sittaq ‘cepat-cepat’
Ati-ati ‘hati-hati’
Sitanre-tanrena ‘setinggi-tingginya’
Silamung-lamunna ‘sedalam-dalamnya’
Mate-mateang ‘mati-matian’
Mammaging-maging ‘mudah-mudahan’
2.
Struktur sintaksis keterangan
Dari segi struktur sintaksis, kata
keterangan dapat mendahului atau mengikuti kata yang diterangkan, misalnya:
Matanre laqdeq ‘tinggi sekali’
Malasa laqdeq ‘sakit keras’
Leqbi panceq ‘lebih rendah’
Majaq sennaq ‘jelek sekali’
Masittaq-sittaq lesu ‘cepat-cepat
pulang’
Lesu masittaq-sittaq ‘pulang
cepat-cepat’
Mapperi-peri joppa ‘tergesa-gesa
berjalan’
Joppa mapperi-peri ‘berjalan
tergesa-gesa’
Ajaq muapperi-peri joppa! ‘jangan
kautergesa-gesa berjalan’
Magi mumasittaq-sittaq lesu? ‘kanapa
kaucepat-cepat pulang?’
Kata leqbi, laddeq, sennnaq,
masittaq-sittaq, dan mapperi-peri adalah kata keterangan.
3.
Makna kata keterangan
Makna kata keterangan adalah
ditinjau dalam kaitannya dengan unsur lain pada suatu struktur (kaitan
relasional). Makna relasional kata keterangan dapat dilihat, baik pada frase
maupun pada klausa atau kalimat.
Frase makessing laqde ‘sangat
cantik’, kata makessing ‘cantik’ adalah inti dan laqde ‘sangat’ menjadi
pewatasnya, deikian jufa frase toil pole ‘sering datang’, kata pole ‘datang’
adalah inti dan toli ‘sering’ menjadi pewatasnya.
Frase makessing laqde ‘sangat
cantik’ adalah frase sifat, sedangkan toil pole ‘sering datang’ adalah frase
kerja. Kata laqde ‘sangat’ adalah kata keterangan pewatas kata sifat, sedangkan
kata toil ‘sering’ adalah kata keterangan pewatas kata kerja.
Kata keterangan pewatas kata sifat,
misalnya:
Kurang ‘kurang’
Leqbi ‘lebih’
Laqdeq ‘keras sekali’
Siseng ‘sekali’
Makkuaro ‘begitu’
Kata keterangan pewatas kata kerja,
misalnya:
Toli ‘sering’
Wettu-wettu ‘sewaktu-waktu’
Pura ‘sudah’
Paulle ‘mungkin’
Kata keterangan yang jangkauannya
meliputi seluruh kalimat atau klausa tidak terikat pada batas frase. Kata
keterangan jenis itu biasanya dapat berpindah tempat dalam kalimat, misalnya:
Biasanna lesu I tetteq dua ‘biasanya
ia pulang jam dua’
Lesu I biasanna tetteq dua ‘ia
pulang biasanya jam dua’
Lesu I tetteq dua biasanna ‘ia
pulang biasanya jam dua’
Kata biasanna adalah kata
keterangan.kata keterang seperti biasanna ‘biasanya’ adalah sitongenna
‘sebenarnya’, sikessinna ‘sebaiknya’, samanna ‘rupanya, agaknya’.
G.
Kata Tugas
Disamping nomina, verba, adjektiva,
dan adverbial, masih ada jenis kata lain yang mempunyai ciri khusus. Jenis kata
yang dimaksud adalah kata tugas. Kata seperti ri ‘di, ke, dari’, silaong ‘dan,
dengan, serta’ termasuk jenis kata tugas.
Ciri kata tugas dapat dilihat
sebagai berikut:
1.
Ciri Morfologis
Hampir semua kata tugas tidak dapat
mengalami perubahan bentuk. Jika dari jenis nomina dareq ‘kebun’ kita dapat
mengubahnya menjadi paqdareq ‘tukang kebun’, pappaqdareq ‘pengelola kebun’;
dari jenis verba uki ‘tulis’ kita dapat mengubahnya menjadi maruki ‘menulis’,
paruki ‘alat menulis’; dari kata tugas seperti ri ‘di, ke, dari’, paleq ‘lah’,
muto ‘juga’, tidak dapat menurunkan kata lain. Beberapa perkecualian, kata
tugas seperti sabaq ‘sebab’, lettuq ‘sampai’, dapat berubah menjadi kata lain:
nasabari ‘menyebabkan’, assabareng ‘penyebab’, mappalettuq ‘menyampaikan’,
pappalettuq ‘penyampaian’.
2.
Ciri Sintaksis
Ciri sintaksis kata tugas dalam
bahasa Bugis adalah sebagai berikut:
a.
Tidak dapat menempati posisi subjek dalam pola kalimat S-P
Ero masekkang
‘itu ganas’
b.
Dapat menduduki posisi perluasan subjek
Buaja emmi masekkang ‘buaya
saja yang ganas’
c.
Tidak dapat menempati posisi predikat dalam pola kalimat
Buaja ero paleq ‘Buaya itu
rupanya’
d.
Dapat menempati posisi perluasan predikat
Buaja ero masekkang tongeng
‘Buaya itu ganas betul’
e.
Dapat bersifat eksklusif dalam posisi intrakalimat
Makkoniro, caritana
la Beu ‘begitulah, ceritanya La Beu’
f.
Dapat berada pada posisi antarklausa
Maelo mui lao narekko maccoe I
anrinna ‘mau saja ia pergi jika mengikut adiknya’
g.
Tidak dapat menjadi inti dalam frase endosentrik, hanya dapat menjadi unit
atribut, misalnya:
Buaja e ‘buaya itu’
Masekkang lanreq ‘ganas
sekali’
Frase tersebut adalah frase
endosentrik karena mempunyai distribusi yang sama dengan salah satu unsurnya,
yaitu buaj dan masekkang. Buaja dan masekkang adalah unit inti, sedangkan e dan
lanreq adalah unit atributif.
h.
Tidak dapat menjadi penanda dalam frase eksosentrik, hanya dapat menjadi
penanda, misalnya:
Ri bolana ‘di
rumahnya’
Frase tersebut ada;ah frase
eksosentrik karena tidak mempunyai distribusi yang sama dengan salah satu atau
semua unsurnya: bolana menduduki posisi petanda, sedangkan kata tugas ri ‘di’
hanya menduduki posisi penanda.
3.
Ciri Semantis
Berbeda dengan nomina, verba,
adjektiva, dan adverbial, kata tugas hanya mempunyai arti gramatikal, tidak
memiliki arti leksikal. Hal ini berarti bahwa arti suatu kata tugas ditentukan
bukan oleh kata itu secara tersendiri atau secara lepas, tetapi oleh kaitannya
dengan kata lain dalam frase atau kalimat. Sebagai contoh, jika untuk nomina
seperti bola ‘rumah’ kita dapat memberika arti berdasarkan kodrat kata itu
sendiri benda tang terdiri atas lantai, dinding, atap, dan sebagainya, utnutk
kata tugas tidak berkeadaan seperti itu. Kata tugas seperti ri ‘di, ke, dari’
mempunyai arti bila dirangkaikan dengan kata lain, misalnya:
Monro ri bola e ‘tinggal ia
di rumah itu’
Kata tugas dalam bahasa Bugis adalah
jenis kata tertutup, artinya tidak mudah terpengaruh oleh unsur asing. Tidak
seperti halnya kata lain di samping digunakan kata asseqding juga dipakai kata
persatuang, kata paqdennuang, dengan kata pengharapang.
Kita dapat berkesimpulan bahwa kata
tugas ialah kata yang tugasnya semata-mata memungkinkan kata lain berperanan
dalam kalimat.
4.
Klasifikasi Kata Tugas
Berdasarkan peranannya dalam frase
atau kalimat, kata tugas dibedakan atas lima kelompok: (1) preposisi, (2)
konjungsi, (3) interjeksi, (4) artikel, (5) partikel.
a.
Preposisi
Preposisi atau kata depan ialah
istilah kata tugas yang bertugas sebagai unsur pembentuk frase preposisional.
Preposisional terletak pada posisi awal frase, dan unsur yang mengikutinya
dapat berupa nomina, verba, atau adjektiva. Dengan demikian, dari nomina bola
‘rumah’, dari verba matinro ‘tidur’ atau adjektiva matoa ‘tua’ dapat kita
bentuk frase preposisi ri bola e ‘di rumah’, mau matinro ‘meskipun tidur’,
lettuq matoa ‘sampai tua’. Jenis frase ini disebut frase eksosentrik.
Kata di, mau, lettuq adalah preposisi.
Engka i ri bola e ‘ia berada
di rumah’
Mau mattinro,
toil mannenna to ‘meskipun tidur, selalu berbicara juga’
Lettuq matoa, de
nataruba sipaqna ‘sampai tua, tidak berubah sifatnya’
b.
Konjungsi
Konjungsi atau kata penghubung ialah
kata tugas yang menghubungkan dua kata, frase, klausa atau lebih. Kata seperti
nennia ‘dan’, sibawa ‘dengan’, silaong ‘serta’, dan narekko ‘jika’ adalah
konjungsi.
Reso nennia tinulu ‘kerja dan
rajin’
Golla na kaluku ‘gula dan
kelapa’
Temmangingngi sibawa asaqbarakeng
‘tidak jemu dengan kesabaran’
Masemmmeng mpenni silaong more
‘demam malam serta batuk kering’
Maelokaq lao narekko pajani
bosie ‘saya mau pergi jika hujan berhenti’
c.
Interjeksi
Interjeksi atau kata seru ialah kata
tugas yang merupakan cetusan rasa hati manusia. Untuk mencetuskan perasaan
heran, syukur, dan sedih orang menggunakan kata tertentu di samping kalimat
yang mengandung makna pokok yang dimaksud.
·
Perasaan
heran, misalnya:
Astragfirullah, magi
muakkoro! ‘astagfirullah, mengapa begitu!’
·
Perasaan
syukur, misalnya:
Alhamdulillah, madisinno!
‘alhamdulillah, engkau dusah sehat!’
·
Perasaan
sedih, misalnya:
Ya, agana
igokengngi! ‘ya, mau diapakan!’
d.
Artikel
Artikel atau kata sandang ialah kata
tugas yang membatasi makna jumlah nomina. Ada artikel yang bermakna tunggal dan
ada yang bermakna jamak atau kelompok.
·
Yang
bermakna tunggal
Ia: digunakan untuk mengiringi nama
laki-laki, misalnya:
La Dulla,
La Hasang, La taleqbeq
I: digunakan untuk mengiringi nama
perempuan, misalnya:
I Sitti, I
Becceq, I Sia
·
Yang
bermakna jamak
Yang bermakna jamak atau kelompok,
biasa digunakan ikkeng atau yamanenna, misalnya:
Ikkeng rupa tau e
‘kaum umat manusia’
Yamanenna paqbaluq e
‘semua penjual’
e.
Partikel
Partikel
yang biasa digunakan dalam bahasa Bugis ialah na ‘lah’, dan to ‘pun, juga’.
Keadaannya seperti enklitik karena selalu dilekatkan pada kata yang
mendahuluinya, misalnya:
Ajaqna mujampangi
wi! ‘jangan kau hiraukan’
Maegato
yapparelluang ‘banyak juga yang dibutuhkan’
III.
KESIMPULAN
Dalam pembagian jenis kata bahasa
Bugis, penulis mengacu pada pembagian jenis kata yang tercantum dalam buku Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia seperti yang tersebut di atas, tetapi penulis
membicarakan tersendiri pronominal dan numeralia, dan juga mengubah susunannya
sehingga menjadi sebagai berikut.
1.
Kata benda atau nomina
2.
Kata kerja atau verba
3.
Kata sifat atau adjektifa
4.
Kata ganti atau pronomina
5.
Kata bilangan atau numeralia
6.
Kata keterangan atau adverbia
7.
Kata tugas atau function word
1)
Kata depan atau preposisi
2)
Kata penghubung atau konjungsi
3)
Kata seru atau interjeksi
4)
Kata sandang atau artikel
5)
Partikel
DAFTAR
PUSTAKA
Junus, H.A. M. 2004. Morfologi Bahasa Bugis.
Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Dalam bahasa Indonesia kita mengenal Morfologi yang merupakan cabang dari
kajian ilmu bahasa. Salah satu kajian atau bidang dari morfologi adalah kelas
kata menurut tata bahasa baku. Namun,dikalangan kita sebagai mahasiswa masih
banyak yang tidak paham atau mengenal jenis kata menurut tata bahaa baku.
Didalam makalah ini akan dipaparkan tentang pembagian kelas kata menurut tata
bahasa baku secara jelas guna mempermudah dalam pemahaman materi ini.
I.3. Rumusan Masalah
I.2.1. Apa
saja pembagian kelas kata menurut tata bahasa baku.
I.2.2. Apa saja bentuk pembagian verba, nomina, pronomina, numerelia,
adverbia, adjektiva, kata tugas.
I..2.3. Apa saja contoh dari masing-masing dari bentuk pembagian kelas
kata menurut tata bahasa baku.
I.2.4. Bagaimana pemakaian masing-masing jenis kata menurut tata
bahasa baku.
I.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
I.3.1. Untuk mengetahui pembagian kelas kata menurut tata bahasa baku
I.3.2. Untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing pembagian kelas
kata menurut tata bahasa baku.
I.3.3. Untuk mengetahui karakteristik dari jenis kata tersebut.
BAB II
JENIS KATA MENURUT TATA BAHASA BAKU
Kata
merupakan bentuk yang sangat komplek yang tersusun atas beberapa
unsur. Kata dalam bahasa Indonesia terdiri atas satu suku kata atau
lebih. Kata merupakan unsur atau bagian yang sangat penting dalam kehidupan berbahasa.
Bidang atau kajian mengenai kata telah banyak diselidiki oleh ahli bahasa.
Penyelidikan tersebut menghasilkan berbagai teori-teori antara yang satu dengan
yang ain berbeda-beda. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan sudut
pandaang antara ahli bahasa yang satu dengan yang lainnya. Adanya perbedaan
konsep antara ahli yang satu dengan yang lainnya tentu akan membingungkan
dalam kegiatan pembelajaran.
Untuk mengurangi kebingungan tersebut, dikelompokanlah jenis kata menurut tata
bahasa baku. Dengan pengelompokan ini diharapkan mampu mengurangi kebingungan
dalam pembelajaran bahasa. Sebagaimana yang kita ketahui, istilah baku berarti
suatu bentuk yang sudah menjadi standar bersama. Karena kaidah-kaidah ini
banyak digunakan oleh orang.
Jenis kata menurut tata bahasa baku terdiri dari :
1.
verba
2.
adjektiva
3.
nomina
4.
pronomina
5.
numerelia
6.
adverbia
7.
kata tugas
II.1. VERBA
Kita harus menyadari bahwa dalam bahasa Indonesia ada
dua dasar yang dipakai dalam pembentukan verba, yaitu dasar yang tanpa afiks
tetapi telah mandiri karena memiliki makna, dan bentuk dasar dasar yang
berafiks atau turunan. Dari bentuknya verba dapat dibedakan menjadi :
1. verba dasar bebas
Verba dasar yaitu verba yang berupa morfem dasar
bebas. Contohnya : duduk, makan, mandi, minum, pergi, pulang,dll.
2. verba turunan
Verba turunan yaitu verba yang telah mengalami
afiksasi, reduplikasi, gabungan proses atau berupa paduan leksem. Sebagai
bentuk turunan dapat kita jumpai :
a. verba berafiks
contohnya : ajari, bernyanyi, bertaburan, bersentuhan,
ditulis, jahtkan, kematian, melahirkan, menari, menguliti, menjalani,
kehilangan, berbuat, terpikirkan.
b. verba bereduplikasi
contohnya : bangun-bangun, ingat-ingat, makan-makan.
c. verba berproses gabungan
contohnya : bernyanyi-nyanyi, tersenyum-senyum,
terbayang-bayang.
d.verba majemuk
contoh : cuci mata, campur tangan, unjuk gigi.
Dilihat dari banyaknya nomina yang mendampinginya,verba dapat dibedakan
menjadi :
i. verba
intransitif
verba intransitif yaitu verba yang menghindarkan
obyek. Contoh : ada, kembali, bangkit, bangun, tiada, terbang.
ii. verba
transitif
verba transitif yaitu verba yang bisa atau harus
mendampingi obyek.berdasarkan banyaknya obyek,maka terdapat :
a. verba
monotarnsitif
verba monotransitif yaitu verba yang mempunyai satu
obyek.
Contoh :
b. verba
bitransitif
verba bitransitif yaitu verba yang mempunyai dua
obyek.
Contoh :
c. verba
ditransitif
verba dittransitif adalah verba transitif yang
verbanya tidak muncul.
Contoh : adik sedang makan.
Dilihat dari hubungan verba dengan nomina, dapat dibedakan menjadi :
1. verba aktif
verba aktif yaitu verba yang subyeknya berperan
sebagai pelaku. Verba demikian biasanya berprefiks me-, ber-, atau tanpa
prefiks.
Contoh :
Dia mencintai saya
Saya makan nasi
Apabila ditandai oleh sufiks –kan, maka verba itu
benefaktif atau kausatif.
Contoh :
Ia membuatkan saya baju
Ibu memasakan kami makanan.
Apabila ditandai oleh sufiks –i, maka verba bermakna
lokotif atau repetitif.
Contohnya :
Pak tani menanami sawah
Adik menyirami bunga
Orang itu memukuli anjingnya
Paman menguliti kambing.
2. verba pasif
verba pasif yaitu verba yang subyeknya berperan
sebagai penderita, sasaran, atau hasil. Biasanya diawali dengan prefiks ter-,
atau di-.
Contoh :
Adik dipukul ayah.
Buku itu terinjak oleh ku.
Pada umumnya verba pasif dapat diubah menjadi verba aktif, yaitu dengan
mengganti afiksnya.
Contoh :
Adik disayang
ayah.
Ayah menyayangi adik
Meja itu terangkat oleh adik.
Adik dapat
mengangkat meja itu
3. verba anti-aktif
(argatif)
Verba anti-aktif yaitu verba pasif yang tidak dapat
diubah menjadi verba aktif, dan subyeknya merupakan penderita.
Contoh :
Ibu kecapaian di bus
Kakinya terntuk batu
4. verba anti-pasif
Verba anti-pasif yaitu verba aktif yang tidak dapat
diubah menjadi verba pasif.
Contoh :
Ia haus akan kasih sayang
Pak tani bertanam singkong.
Dilihat dari interaksi antara nomina dan
pendampingnya, dapat dibedakan:
a. verba
resiprokal
Verba resiprokal yaitu verba yang menyatakan perbuatan
yang dilakukan oleh dua pihak, dan perbuatan tersebut dilaukan dengan saling
berbalasan. Kedua belah pihak terlibat perbuatan.
Contoh : berkelahi, berperang, bersentuhan, berpegangan, bermaaf-maafan,
bersalam-salaman.
b. verba non
resirokal
verba nonresiprokal adalah verba yang tidak menyatakan
perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dan tidak saling berbalasan.
Dilihat dari
sudut referensi argumennya :
a. verba
refleksif
verba refleksif yaitu verba yang kedua argumennya
mempunyai referen yang sama . verba ini mempunyai dua bentuk, yaitu :
·
verba yang berfresiks ber-, dan nominanya berpadu
dengan prefiks itu.
Contoh : bercermin, berdandan, berjemur.
·
Verba yang berprefiks me-, bersufiks –kan, dan
berobyek diri.
Contoh : melarikan diri, membaringkan diri.
b. verba
non-refleksif
verba non refleksif yaitu verba yang kedua argumennya
mempunyai referen yang berbeda atau berlainan.
Dilihat dari sudut hubungan identifikasi antara argumen-argumennya, dapat
dibedakan :
1.
Verba Kopulatif
Yaitu Verba yang mempunyai potensi untukditanggalkan
tanpa mengubah konstruksi preduktirf yang bersangkutan.
Contoh: adalah, merupakan.
2.
Verba Ekuatif
Adalah Verba yang mengungkapkan ciri salah satu
argumennya.
Contoh: menjadi, terdiri dari, berdasarkan, bertambah,
berasaskan.
Verba Telis dan Verba atelis
Verba Telis biasanya berprefik me-, dan Verba Atelis
berfrefik ber.Verba Telis menyatakan bahwa perbuatan tuntas, sedangkan Verba
Atelis menyatakan bahwa perbuatan belum tuntas atau belum selesai.
Contoh:
-
Pak tani menanam padi
-
Pak tani bertanam padi
-
Ia menukar pakaian itu
-
Ia bertukar pakaian
Verba performatif adan Verba Konstatatif
1. Verba
performatif
Yaitu Verba dalam kalimat yang secara langsung
mengungkapkan pertuturan yang dibuat pembicara pada waktu mengajarkan kalimat.
Contoh: berjanji, menanamkan, menyebutkan,
mengucapkan.
2. Verba
Konstatatif
Yaitu Verba dalam kalimat yang menyatakan atau
mengandung gambaran tentang suatau peristiwa.
Contoh: menembaki, menulis.
II.2.
ADJEKTIVA
Adjektiva adalah kategori yang ditandai oleh
kemungkinannya untuk bergabung:
1. Bergabung
dengan partikel tidak,
2. mendampingi
nomina
3. di dampingi
partikel seperti lebih, sangat, agak.
4. mempunyai
ciri-ciri morfologis seperti –er, –if, -i.
5. dibentuk
menjadi nomina dengan konfiks ke-an.
1. Adjektiva
dasar
a. Yang dapat
diisi dengan kata sangat, lebih :
Adil
Bagus
Deras
dsb.
Agung
Bahagia Disiplin
Aman
Bebas
Fatal
Anggun
Berani
fanatik
b. Yang tidak bisa
diisi dengan kata sangat, lebih :
Buntut
Genap
Langsung Pelak
Cacat
Interlokal
Laun
Tentu
Gaib
Kejur
Musnah Tunggal
Ganda
lancung
Niskala
2. Adjektiva
turunan
a. Adjektiva
turunan berafiks, misalnya terhorma.
b. Adjektiva
turunan bereduplikasi, misalnya
-
Elok-elok
- Muda-muda
-
Gagah-gagah
- Ringan-ringan
c. Adjektiva
berafiks ke-an, misalnya :
- kesakitan
- Kesepian
d.
Adjektiva
berafiks –i, misalnya :
-
Abdi
- hewani
-
Alami
- Duniawi
e. Adjektiva yang
berasal dari berbagai kelas dengan proses-proses berikut :
1. Deverbalisasi,
misalnya :
-
Melengking
- menyenangkan
-
Menggembirakan
- terpandang
2. denominalisasi,
misalnya :
-
ahli
-
berguna
- luas
-
berakar
- bermanfaat
- malam
-
berbisa
-
dermawan
- membudaya
3. de-adverbalisasi,
misalnya :
-
berkurang - menyengat
-
bertambah
4. denumeralia, misalnya
:
-
manunggal
- menyeluruh
-
mendua
5. de-interjeksi,
misalnya :
-
aduhai
-
sip
- wah
-
asoi
- yahud
3. Adjektiva
Majemuk
a. subordinatif :
-
buta
warna
- panjang akal
-
besar
mulut
- terang hati
b.
koordinatif :
-
aman
sentosa
- lemah lembut
-
besar
kecil
- suka duka
Ada dua macam katagori adjektiva :
a. - adjektiva
predikatif , adalah adjektiva yang dapat menempati posisi predikat dalam klausa
.
contoh : hangat, sulit, mahal.
-
adjektiva atributif, yaitu adjektiva yang mendampingi nomina dalam prase
nominal.
Contoh : nasional, niskala
b. - adjektiva bertaraf,
yaitu adjektiva yang dapat berdampingan dengan agak, sangat, seperti : pekat,
makmur.
-
adjektiva tak bertaraf, adalah adjektiva yang tidak dapat berdampingan dengan
agak, sangat, seperti : intern
Pemakaiaan Adjektiva
a. Tingkat
positif, yaitu suatu tingkat yang menerangkan bahwa nomina dalam keadaan biasa.
Contoh : - Rumah Husein besar
- Rumah Husein sama besar
dengan rumah Ramli
b. Tingkat
komparatif, yang menerangkan bahwa keadaan nomina melebihi keadaan nomina lain.
Contoh :Rumah Husein lebih besar dari pada rumah
Ramli.
c. Tingkat
superlatif, suatu tingkat yang menerangkan bahwa keadaan nomina melebihi
keadaan beberapa atau semua nomina lain yang dibandingkannya.
Contoh : - Anton murid yang paling pandai di kelas
itu.
- Anton murid terpandai di kelas itu.
d. Tingkat eksesif,
yaitu suatu tingkat yang menerangkan bahwa keadaan nomina berlebih-lebihan.
Contoh : - Pertunjukan malam itu sangat
ramai sekali.
- Karena dimanja, anak
itu terlalu amat nakalnya.
- Angin topan yang bukan
main kuatnya
II.3. NOMINA
Nomina adalah kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk
bergabung dengan partikel tidak, mempunyai potensi untuk didahului oleh
partikel dari. Ada beberapa jenis nomina yaitu :
1. nomina dasar
contoh :
*
batu
* radio
* kemarin
* kertas
*udara
2. nomina turunan
·
nomina berafiks : keuangan, perpaduan
·
nomina reduplikasi :tetamu, rumah-rumah
·
nomina hasil gabungan proses : batu-batuan, kesinambungan.
·
Nomina yang berasal dari berbagai kelas karena proses :
- deverbaliasi :
pemandian, kebersamaan
- deakjitivalisasi
: ketinggian, leluhur
- deaverbalisasi :
kelebihan, keterlaluan.
- Penggabungan :
jathnya, tridarma.
3. nomina paduan leksem
contoh
: - daya
juang
- jejak langkah
- loncat indah
4. nomina paduan leksem
gabungan :
contoh :
- pengambilalihan
- pendayagunaan
Sub Kategorisasi
1) Nomina bernyawa dan
tak bernyawa
a.
Nomina bernyawa dapat dibagi atas:
(1) Nomina persona (insan):
Ø Nama diri: Martha, Sis, Ayu.
Nama diri sebagai nama tidak dapat direduplikasikan.
Ø Nomina kekerabatan: nenek,
kakak, ibu, bapak
Ø Nomina yang menyatakan orang
atau yang diperlakukan seperti orang; tuan, nyonya
Ø Nama kelompok manusia:
Jepang, Melayu
Ø Nomina tak bernyawa yang
dipersonkasikan: DPR (lembaga)
(2) Flora dan Fauna mempunyai ciri
sintaksis:
Ø Tidak dapat disubstansikan
dengan ia, dia, atau mereka
Ø Tidak dapat didahului
partikel si, kecuali flora dan fauna yang dipersonifikasikan: Si Kancil, Si
Kambing
b.
Nomina tak bernyawa dapat dibagi atas:
(1) Nama lembaga; DPR, MPR
(2) Konsep geografis: Bali, Jawa,
Senangka
(3) Waktu: Senin, Januari, besok
(4) Nama bahasa: bahasa Sunda,
bahasa Indonesia
(5) Ukuran dan takaran: gram,
kilometer, karung
(6) Tiruan bunyi: kokok
2) Nomina terbilang dan
tak terbilang
Nomina terbilang ialah nomina yang dapat dihitung
seperti, buku, orang, titik. Nomina tak terbilang ialah nomina yang tidak dapat
didampingi oleh numeralia, seperti udara, kesucian, termasuk pula nama diri dan
nama geografis.
3) Nomina kolektif dan
bukan kolektif
Nomina kolektif mempunyai ciri dapat disubstitusikan
dengan mereka atau dapat diperinci atas bagian-bagian nomina kolektif
terdiri atas nomina dasar seperti tentara, keluarga. Nomina turunan seperti
wangi-wangian. Nomina yang tidak dapat diperinci atas bagian-bagiannya termasuk
nomina bukan kolektif seperti: asinan, cairan, hadirin, kompi, pawai, rempah.
Pemakaian Nomina
1.
Penggolongan benda yang dipakai bersama dengan
numeralia untuk menandai kekhususan nomina tertentu. Contoh penggolongan benda:
bahu, batang, ekor, kecap, pucuk, tangkai.
2.
Nomina tempat dan arah: kana, kiri, depan, belakang
3.
Tiruan bunyi: aum, deru, deram, dan sebagainya
4.
Makian: bangsat, jahanam, dan sebagainya
5.
Sapaan. Ada beberapa jenis nomina yang dipakai untuk
menyapa:
a. Nama
diri: “Mari ke sini, Ali”,
b. Nomina
kekerabatan: “Pak, apa artinya ini?”
c. Gelar dan
pangkat: “Selamat pagi, Dok”
d. Kata pelaku
yang berbentuk pe- + verba : pendengar
e. Bentuk
nomina + -ku: “Oh, Tuhan-ku, lindungilah kami”
f.
Nomina lain: “Ini topi Tuan”
6.
Kuantifa: bahu, botol, ikat, gelas, papan, teras
7.
Ukuran: gram, kilo, sentimeter
Comments
Post a Comment