Sudah kita ketahui bahwa sumber pertama dari hukum Islam adalah
Al-Qur’an Dan Hadist. Dan di dalam jurnal ini kemudian membahas tentang pesan
Al-Qur’an sebenarnya tentang wanita muslim kepada masyarakat luas. Di dalam
acara seminar yang diselenggarakan di Amerika serikat dan India, si penulis
jurnal ini mengajukan makalahnya yang berjudul posisi wanita dalam Islam, dan
ternyata mendapat banyak dorongan dari penonton yang simpatik terhadap judul
makalahnya. Bahwa di jurnal ini dikatakan wanita muslim ini memiliki posisi
yang sangat agung. Hak serta kewajiban wanita merupakan masalah sosial yang
paling kompleks yang dimana adanya perbedaan antara pria dan wanita dari segi
nilai dan budaya. Lebih parahnya lagi wanita tidak sadar tentang hak mereka
yang diperjuangkanya telah ditolak dalam waktu yang berabad-abad dan kemudian
lahirlah gerakan pembebasan perempuan di berbagai belahan dunia mulai dari Eropa
sampai Amerika. Adanya gerakan ini dimulai oleh Women's PropErty pada tahun 1882.
Dengan adanya gerakan ini maka wanita di Inggris pun mendapat keuntungan dari
segi ekonomi, sosial maupun dari segi kebebasan politiknya.
Berbeda
dengan di Arab, di Arab pra-Islam posisi wanita bahkan lebih buruk lagi. Wanita
disana tidak diperlakukan seperti apapun. Wanita yang sudah menikah
diperlakukan sebagai Properti meja, untuk diwariskan oleh ahli waris suaminya.
Di era yang sangat kacau ini maka dilakukan reformasi islam dengan melalui
Al-Qur’an dan Hadist dari Nabi Muhammad yang sangat bisa menyesuaikan dengan
perkembangan zaman (revolusioner). Dari penafsiran yang konservatif dari
Al-Quran dan Hadist, menurut
Stowasser sebuah defensiasi ukuran
sekte, kaum konservatif melawan sesuatu yang
berasal dari barat atau yang
modern. Kemudian timbulah respons feminis terhadap sikap konservatif tersebut terhadap perempuan, meskipun perempuan
dipandang lemah, dan akhirnya mulai
diperhatikan pada awal abad ke-20 an. Diteruskan dengan adanyapengenaan atau
sangkalan terhadap ketidakadilan yang tidak sah terhadap wanita Muslim, hal ini
ditantang oleh kelompok prowomen cendekiawan dan aktivis. Meskipun setelah itu
mereka mendapat sambutan bermusuhan oleh masyarakat Muslim konservatif.
Dua kelompok
prowomen yang saling bertentangan inilah dan kecenderungan antiwomen inilah
yang dalam teologi Islam disebut yurisprudensi.Mernissi melangkah lebih jauh
dengan menyatakan pendapatnya bahwa pandanganyang subyektif dari orang-orang
ini tentang budaya dan masyarakat umat Islam tersebut tidak memiliki sanksi
suci baik dari Al-Qur’an maupun ajaran Nabi Muhammad SAW. Atau bahkan bisa
dilihat dari tradisi awal masyarakat Muslim, yang dijelaskan dalam bukunya
Mernissi bahwa seseorang memiliki sekilas tentang posisi terhormat dan
kehormatan serta martabat.Hal ini dinikmati oleh wanita Muslim di masa awal
masa Islam sebagai akibat berlangsungnya dari misi Nabi Muhammad SAW. Tentu
sajaposisi wanita jauh dari yang ditinggikan pada saat ini yang dimana telah mengejutkan
dan tidak dapat diterima mengingat tentang hak yang diberikan kepada perempuan
oleh Islam pada 1400 tahun yang lalu. Dalam bab ini ditunjukkan bahwa Al-Qur’an
telah meresepkan antara kesetaraan laki-laki dan perempuan serta tentang
asal-usul mereka. Begitu juga Al-Qur’an juga membahas tentang sikap laki-laki
terhadap wanita yang sangat seru untuk dipertanyakan kelanjutan yang
benar-benar ada kontradiktif antara yang disampaikan oleh beberapa ucapan yang
disengaja oleh Nabi Muhammad SAW. Mungkin seperti itulah sedikit sekali yang
dapat saya fahami dari jurnal tersebut.
Comments
Post a Comment