Skip to main content

RESUME MANTUQ DAN MAFHUM

A.    Pengertian Manthuq
Manthuq adalah arti yang diperlihatkan oleh lafaz yang diungkapkan (yakni, petunjuk arti tidak keluar dari unsur-unsur huruf yang diucapkan) . Misalnya, hukum yang dipahami langsung dari teks firman Allah pada QS. Al-Isra’ ayat 23 yang berbunyi :
فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا
Artinya : “Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka”.
            Dengan menggunakan pemahaman secara mantuq ayat ini menunjukkan haramnya mengucapkan kata “ah” dan membentak kedua orang tua. Larangan atau haramnya hal tersebut langsung tertulis dan ditunjukkan dalam ayat ini.

B.     Macam-macam Manthuq
1.      Ditinjau dari Banyaknya Makna
a.    Lafaz yang tidak memiliki kemungkinan lebih dari satu arti (Nash).
     Ialah lafaz yang bentuknya sendiri telah dapat menunjukkan makna yang dimaksud secara tegas (sarih), tidak mengandung kemungkinan makna lain.
b.   Lafaz yang memiliki kemungkinan lebih dari satu arti.
1)      Zahir
Zahir merupakan lafaz yang diberi pemahaman dengan arti yang lebih diunggulkan.
Zahir ialah lafaz yang menunjukkan sesuatu makna yang segera dipahami ketika diucapkan tetapi disertai kemungkinan makna lain yang lemah (marjuh). 
2)      Mu’awwal,
Mu’awwal merupakan Lafaz yang diberi pemahaman dengan arti yang tidak diunggulkan (marjuh) karena terdapat indikasi ketidak-mungkinan diberi pemahaman dengan arti yang diunggulkan (rajih).
2.   Manthuq dari Sudut Pandang Kejelasan Maknanya
Manthuq dari sudut pandang kejelasan maknanya terklarifikasi menjadi dua:
a.       Manthuq Sharih
Makna yang ada peletakan lafadznya. Penunjukkan manthuq model ini adalah dengan dalalah muthabaqah (dalil kata cocok) atau tadhammun (dalil kandungan).
b.      Manthuq Ghairu Sharih
Makna yang tidak ada peletakan lafadznya, namun menjadi kelaziman dari peletakan lafadznya. Penunjukkan manthuq model ini adalah dengan dalalah iltizamiyah (dalil kata kelaziman).
Selanjutnya terklarifikasi menjadi tiga :
·               Dalalah Iqtidha’
Manakala kebenaran manthuq  atau keabsaannya secara akal atau syara’ tergantung dengan adanya pengira-ngiraan.
·               Dalalah Ima’ disebut juga Tanbih
Manakala kebenaran atau keabsahan manthuq tidak tergantung pada pengira-ngiraan dan lafadz menunjukkan pada makna yang dimaksud secara dzatiyah.
·               Dalalah Isyarah
Manakala kebenaran atau keabsahan manthuq tidak tergantung pada pengira-ngiraan dan lafadz menunjukkan pada makna yang tidak dimaksud secara dzatiyah.

C.    Pengertian Mahfum
Mafhum (pemahaman) adalah arti yang tidak diperlihatkan oleh lafaz yang diucapkan (yakni, petunjuk artinya keluar dari unsur-unsur huruf yang diucapkan). Mafhum juga terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1.      Mafhum Muwafaqah
Mafhum muwafaqah adalah suatu petunjuk kalimat yang menunjukkan bahwa hukum yang tertulis pada kalimat itu berlaku pada masalah yang tidak tertulis, karena ada persamaan dalam maknanya. Pembagian Mafhum Muwafaqah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a.       Fatwa al-Khitab
Fatwa al-Khitab merupakan pemahaman yang diberikan kepada lafaz mafhum lebih kuat daripada yang dimiliki oleh lafaz mantuq, yaitu apabila hukum yang dipahami dari lafal  lebih utama dari hukum yang ditangkap langsung dari lafal itu.
b.      Lahnu al-Khitab
Lahnu al-Khitab merupakan pemahaman yang diberikan kepada lafaz mafhum itu sama tingkatannya dengan yang dimiliki oleh lafaz mantuq.
2.      Mafhum Mukhalafah
Mafhum Mukhalafah merupakan pemahaman yang diberikan kepada lafaz mafhum itu tidak selaras dengan yang dimiliki oleh lafaz mantuq, dengan kata lain makna yang berbeda hukumnya dengan mantuq.  Mafhum Mukhalafah adalah pengertian yang dipahami berbeda dengan ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun nafi (meniadakan). Seperti dalam firman Allah swt pada QS. al-Jum’ah ayat 9:
إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
Apabila kamu dipanggil untuk mengerjakan sholat pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu mengerjakan dan tinggalkan jual beli.
Dapat dipahami dari ayat ini, bahwa boleh jual beli di hari jum’at sebelum adzan si mu’adzin dan sesudah mengerjakan sholat.
Mafhum Muwafaqah dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a.       Mafhum al-Washfi
Mafhum al-Washfi (pemahaman dengan sifat) adalah petunjuk yang dibatasi oleh sifat, menghubungkan hukum sesuatu kepada salah satu sifatnya.
Mafhum sifat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:.
1)      Mustaq dalam ayat.
2)       Hal (keterangan keadaan)
3)      Adad (bilangan)

b.      Mafhum Illiat
Mafhum illat adalah menghubungkan hukum sesuatu karena illatnya atau sebabnya. Mengharamkan minuman keras karena memabukkan.
c.       Mafhum Ghayah
Mafhum ghayah (pemahaman dengan batas akhir) adalah lafal yang menunjukkan hukum sampai pada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafal ghayah ini ada kalanya dengan “illa” dan dengan “hatta’.
d.      Mahfum Laqaab
Mahfum laqaab  (pemahaman dengan julukan) adalah menggantungkan hukum kepada isim alam atau isim fiil.
e.       Mafhum Hasr
Mafhum hasr  adalah pembatasan.
f.       Mafhum Syarat
Mafhum syarat adalah petunjuk lafadz yang memberi fadah adanya hukum yang dihubungkan dengan syarat supaya dapat berlaku hukum yang sebaliknya.



Comments

Popular posts from this blog

Cabang Kaidah Masyaqqah Tajlibu Al-taisir

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Syariat Islam tidak mentaklifkan kepada manusia sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh mereka dan sesuatu yang boleh menjatuhkan mereka ke dalam kesusahan atau dengan sesuatu yang tidak bertepatan dan serasi dengan naluri serta tabiat mereka. Masyaqqah atau kesukaran yang akan menjadi sebab kepada keringanan dan dipermudahkan berdasarkan kaedah ini ( masyaqqah tajlibu al-taisir ) ialah masyaqqah yang melampaui hal biasa dan tidak mampu ditanggung oleh manusia pada kebiasaannya, bahkan bisa memudaratkan diri seseorang dan menghalanginya dari melakukan   amal yang berguna. Kesukaran dan kesulitan yang menjadi problematika dan dilema yang terjadi pada mukallaf menuntut adanya penetapan hukum untuk mencapai kemaslahatan dan kepastian hukum guna menjawab permasalahan yang terjadi.  Sebelum adanya makalah ini, terdapat penjelasan tentang qaidah pokok dari masyaqqah tajlibu al-taisir, dan ini adalah tahap yang selanjutnya yaitu membaha

Tahapan – tahapan Dalam Tasawuf Untuk Mencapai Ma’rifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat sejarah kehidupan dan perjuangan al-Gazali (450-505 H./1058-1111 M.) yang panjang dan melelahkan untuk mencari pengetahuan yang benar (al-makrifat) yang mampu meyakinkan dan memuaskan batinnya, akhirnya, ia temukan pengetahuan yang benar setelah ia mendalami dan mengamalkan ajaran kaum sufi. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sedekat-dekatnya sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup, taubat, zuhud, wara’, ikhlas, sabar, syukur, qona’ah, tawakal, ridlo, mahabbah,  barulah tercapai ma’rifat. Dengan kata lain ma’rifat  merupakan maqomat tertinggi dimana puncak seorang hamba bersatu dengan sang Khaliq.    Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Ma’rifah dan Tahapan-tahapan untuk mencapai ma’rifat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

TAFSIR AYAT TENTANG KEBUTUHAN DAN KEINGINAN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Al-Quran merupakan mukjizat yang sampai saat ini masih bisa kita pegang dan jumpai. Tak hanya mampu menjadi sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Quran juga mengandung beragam pengetahuan yang mampu mengikuti perkembangan zaman, tak terkecuali dalam hal ekonomi. Begitu banyak ayat al-Quran yang menerangkan mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Terdapat beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan hal tersebut. Di antara ayat tersebut terdapat dalam surat al-Mu’min ayat 80, al-Baqarah ayat 216, dan an-Nisa’ ayat 27 yang perlu dikaji lebih dalam demi terpenuhinya kebutuhan dan keinginan yang sesuai prinsip Islam. B.      Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.       Bagaimana tafsir, kajian ekonomi, serta cotoh nyata dalam surat al-Mu’min ayat 80? 2.       Bagaimana tafsir, kajian eko