Skip to main content

ARTI IMAN, KUFUR, NIFAK, AKIDAH YANG BENAR, KHURAFAT, DAN TAHAYUL



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di era globalisasi yang telah maju dalam segala bidang terutama di bidang IPTEK ini, masih saja manusia dihadapi dengan masalah krisis, seperti krisis moneter, krisis pangan, krisis bahan bakar dan yang patut kita renungkan adalah krisis iman yang merupakan penyebab manusia menyimpang dari ketauhidan. Krisis iman dikarenakan kurangnya nutrisi rohani serta kurangnya fungsi tauhid dalam kehidupan sehari-hari manusia. Kebanyakan manusia hanya mementingkan kepentingan dunia dibanding kepentingan akhirat. Sehingga yang terealisasi hanyalah sifat-sifat manusia yang berbau duniawi, seperti hedonism, fashionism, kepuasan hawa nafsu, dan lain-lain. Hanya sedikit manusia yang dapat memanfaatkan fungsi dan menempatkan peran tauhid secara benar. Padahal, jika, masyarakat modern saat ini menempatkan tauhid dalam kehidupan sehari-harinya, InsyaAllah, akan tercipta masyarakat yang damai, aman, dan terjauh dari sifat-sifat tercela, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, penipuan, dan tindakan-tindakan yang melanggar hukum agama, maupun hukum perdata dan pidana Negara yang sedang marak melanda di Negara kita Indonesia.
Pada dasarnya manusia dari sejak lahir berada dalam fitrahnya yaitu, bertauhid. Namun sesuai perkembangan lingkungan dan orang tuanyalah yang menentukan selanjutnya. Banyak orang yang beriman namun tanpa didasari pengetahuan yang memadai. Mereka beribadah namun ada saja yang masih menyimpang dari ketauhidan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari Iman, Kufur, Nifak, Khurafat, dan Tahayul ?
2.      Apa dasar hokum Iman, Kufur, Nifak, Khurafat, dan Tahayul ?
3.      Bagaimana menghindari khurafat dan tahayul dalam kehidupan sehari-hari ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Iman
1.      Definisi Iman
 Kata iman menurut bahasa berarti membenarkan , sedangkan  menurut syara’ adalah membenarkan dengan hati, dalam arti menerima dan tunduk pada apa yang diketahui bahwa hal tersebut dari agama Nabi Muhammad SAW. Dan ada yang menyatakan lebih tegas lagi bahwa, di samping membenarkan dalam hati juga menuturkan dengan lisan dan mengerjakan dengan anggota badan. Kemudian sebagian ulama menyebutkan pula bahwa iman ialah membenarkan rasul tentang apa yang beliau datangkan dari Tuhan-Nya.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat diambil pengertian bahwa iman bukan hanya sekedar tasdiq (membenarkan) dalam hati saja, tetapi diperlukan juga menerima dan tunduk. Ar-Raghib al-Ashfahani menyebutkan: iman itu terkandung dipakai menjadi nama bagi syari’at Nabi Muhammad SAW, dan disifatkan dengan iman (dikatakan mukmin) segala orang yang masuk ke dalam syariat Muhammad SAW serta mengakui akan Allah dan akan kenabian Muhammad SAW. Dengan demikian dapat dipahami bahwa iman, mempunyai dua pengertian dalam Al-Qur'an dan sunah Rasulullah saw., mempunyai dua pengertian :
a.       Membenarkan berita yang datang dari Allah dan Rasul-Nya.
b.       Meneguhkan pendirian terhadap ketentuan yang telah ditetapkan (diberitakan) Allah SWT.
2.      Ruang Lingkup Iman
Ruang lingkup iman di dalam ajaran islam meliputi satu bidang yaitu Aqidah. Pengertian aqidah  secara etimologis  berakar dari kata ‘aqida-ya’qidu’aqdan-aqidatan. Aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat  dan mengandung perjanjian. Jadi aqidah adalah sesuatu yang diyakini oleh seseorang. Makna aqidah secara bahasa akan lebih jelas jika dikaitkan dengan pengertian secara terminologis. Secara terminologis  terdapat beberapa defenisi aqidah, antara lain :

a.       Menurut Hasan Al-Banna.
Aqaid (Bentuk plural dari aqidah ) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa ,menjadi keyakinan yang bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.
b.      Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy
Aqidah  adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakinini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.

B.     Kufur
1.       Definisi Kufur
Kata kufur dalam pengertian bahasa Arab berarti menyembunyikan atau menutup. Sedangkan menurut syariat adalah menolak kebenaran dan berbuat kufur karena kebodohannya.  Adapun pengertian kufur yang hakiki adalah keluar dan menyimpang dari landasan Iman.[1]
Definisi lain menyebutkan Al-Kufr secara bahasa berarti penutup. Sedang menurut define syar’i berarti tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dengan mendustakannya ataupun tidak.
2.      Macam-Macam Kufur
a.       Kufur Akbar (kufur besar)
Kufur akbar dapat mengeluarkan  pelaku dari agama Islam. Kufur ini terbagai menjadi lagi menjadi  lima yaitu:[2]
1)      Kufur Takdziib (kafir karena mendustakan).

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُ  أَلَيْسَ فِى جَهَنَّمَ مَثْوَى لِّلْكَفِرِيْنَ
“Dan siapakah yang lebih dzhalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahanam itu ada tempat bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Ankabut: 68).
2)       Kufur Karena Menolak dan Sombong.
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلئِكَةِ اسْجُدُوْا لِأَدَمَ فَسَجَدُوْا إِلَّا إِبْلِيْسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَفِرِيْنَ
“Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam!’ Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur. Dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah; 34).
Kekufuran semacam ini adalah kekufurannya Iblis yang dikutuk Allah swt, karena Iblis sebetulnya tidak menginginkan perintah Allah dan tidak mengingkarinya (tidak melawannya dengan keingkaran), tetapi menerimanya dengan iba (keengganan menaati/melaksanakannya dan diterima penuh dengan kesombongan.
3)      Kufur Karena Ragu.
وَقَالُوْ إِنَّا كَفَرْنَا بِمَا أَرْسِلْتُمْ بِه وَإِنَّا لَفِى شَكٍّ مِمَّا تَدْ عُوْنَنَا إِلَيْهِ مُرِيْبٌ.
“Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu suruh menyampaikannya (kepada kami), dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keraguan  yang menggelisahkan terhadap apa yang kamu ajak kami kepadanya.” (QS.Ibrahim: 9).
Orang yang meragukan (tidak secara pasti membenarkan atau membohongkan) apa yang dibawa Rasulullah saw termasuk orang kafir.
4)      Kufur I’radh  (kafir karena berpaling)
وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا عَمَّا أُنْذِرُوْا مُعْرِضُوْنَ
“Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” (QS. Al-Ahqaf: 3).
Kufur semacam ini dibuktikan  dengan  berpaling dari apa saja yang dibawa Rasulullah SAW. Dia tidak membenarkannya, tetapi juga tidak membohongkannya. Dia hanya  berpaling  sehingga termasuk orang yang  menganiaya pada dirinya atau termasuk orang-orang  yang berdosa. Dalam konteks di atas Allah SWT berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمَ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِاَيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِيْنَ مُنْتَقِمُوْنَ.
“Dan siapakah yang  lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan  ayat-ayat Tuhannya, kemudian  dia berpaling daripadanya, sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (QS. As-Sajdah: 22).
5)      Kufur Karena Nifak
ذلِكَ بِأَنَّهُمْ أَمَنُوْا ثُمَّ كَفَرُوْا فَطُبِعَ عَلَى قُلُوْ بِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُوْنَ.
“Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti.” (QS. Al-Munafiqun: 3).

b.      Kufur Ashgar (kufur kecil)
Kufur kecil tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama Islam. Kufur ini bersifat amali (amalan). Yaitu, dosa-dosa yang disebutkan dalam Al-Quran dan as-Sunnah sebagai sebuah kekufuran tapi tidak sampai pada kufur akbar. Seperti kufur nikmat  yang disebutkan dalam firman Allah:
عْرِفُوْنَ نِعْمَتَ اللهِ ثُمَّ يَنْكَرِوْنَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَفِرُوْنَ.
“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang  kafir.” (QS. An-Nahl: 83).

C.    Nifak
1.    Definisi Nifak
Secara bahasa kata nifak berasal dari kata nafaqa’; lobang  tempat keluar hewan sejenis tikus (yarbu’) dari sarangnya, jika hendak ditangkap dari satu lobang maka ia akan berlari ke lobang lainnya dan keluar darinya. Ada yang berpendapat, berasal dari kata An-Nafaq, lobang terowongan  yang digunakan  untuk bersembunyi.[3] Sedang menurut pengertia syar’i, maka  nifak ialah menampakkan keislaman dan  kebaikan serta menyembunyikan kekafiran dan keburukan.[4]
Orang yang memperlihatkan pennampilan lahirnya sebagai muslim, sedangkan dia menyembunyikan kekufuran di dalam batinnya, maka orang seperti itu adalah orang munafik (perbuatan nifaq).[5]
2.    Macam-Macam Nifak
a.    Nifak I’tiqadi (nifak keyakinan).
Nifak ini disebut juga dengan  nifak besar. Yaitu, menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran. Nifak jenis ini dapat menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam secara total dan menempatkannya di neraka paling bawah. Allah menyifati pelakunya dengan segala sifat buruk, kafir, tidak mempunyai iman, tindakan  mengolok-olok dan  mengejek Islam dan pemeluknya, serta kecenderungan total kepada musuh-musuh Islam karena keikutsertaan mereka dalam memusuhi Islam. Nifak jenis ini ada empat macam:
1)    Mendustakan Rasul atau mendustakan sebagian ajaran yang  beliau bawa.
2)    Membenci Rasul atau membenci sebagian ajaran  yang  beliau bawa.
3)     Senang jika melihat agama Islam mengalami kemunduran.
4)    Tidak senang melihat agama  Islam menang.
b.    Nifak Amali
Nifak amali yaitu melakukan suatu amalan orang-orang  munafik dengan masih menyisakan  iman di dalam hati. Nifak jenis ini tidak sampai menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. hanya  saja ia dapat menghantarnya pada hal tersebut. Di dalam  diri pelakunya  terdapat iman dan nifak. Semakin banyak ia mengerjakan amalan (nifak) ini, itu akan menyebabkannya menjadi seorang munafik. Sabda Nabi SAW:
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ  كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةُ مِنَ النَّافِقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وِإِذَا عَاهَدَغَدَرَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ.
“Ada empat sifat, jika kesemuanya ada dalam diri seorang maka ia seorang munafik tulen. Barang siapa dalam dirinya terdapat salah sifat itu, berarti dalam dirinya ada satu sifat kemunafikan hingga ia meninggalkannya, yaitu jika dipercaya ia berkhianat, jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia menyalahinya dan jika bertikai ia berkata kotor.” (H.R. Bukhari Muslim).  
 Dalam hadis shahih lain disebutkan Rasulullah saw bersabda:
ايَةُ الْمُنَافِقُ ثَلَاثٌ : إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ.
“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu: jika berbicara suka bohong, jika berjanji suka mengingkari dan jika diberi kepercayaan suka khianat.” (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Sungguh, di dalam diri seorang hamba terkadang ada sifat-sifat yang baik dan buruk, juga sifat orang-orang  beriman, orang kafir dan  munafik. Ia akan mendapat pahala dan  siksa sesuai dengan konsekuensi perbuatan yang  dilakukannya.

D.    Khurafat
1.    Pengertian  Khurafat
Khurafat berasal dari bahasa Arab (al-khurafat) berarti dongeng, legenda, kisah, cerita bohong, asumsi, dugaan dan keyakinan yang tidak masuk akal atau akidah yang tidak benar. Sedangkan secara istilah khurafat adalah suatu kepercayaan, keyakinan, pandangan dan  ajaranyang sesungguhnya tidak memiliki dasar dar agama. Dengan demikian bagi umat Islam, ajaran atau pandangan, kepercayaan dan keyakinan apa saja yang dipastikan ketidakbenarannya atau yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW, dimasukan kedalam kategori khurafat.
 Sumber khurafat adalah dinamisme dan animisme. Dinamisme adalah kepercayaan adanya kekuatan dalam diri manusia, hewan, tumbuhan, benda-benda. Sedangkan animisme adalah kepercayaan  adanya  jiwa dan roh yang dapat mempengaruhi alam manusia. Khurafat diartikan sebagai cerita-cerita yang mempesonakan yang dicampuradukkan dengan perkara dusta atau semua cerita rekaan atau khayalan, ajaran-ajaran, pantangan, adat istiadat, ramalan-ramalan, pemuajaan atau kepecayaan yang  menyimpang dari ajaran Islam.[6]    
Khurafat adalah budaya masyarakat Jahiliyah, oleh karena itu Prof. Dr. Harun Nasution  dalam bukunya Islam di Tinjau dari Berbagai Aspek, membagi agama ada yang bersifat primitif dan yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama animisme dan dinamisme  termasuk kedalam primitif tersebut. Agama dinamisme adalah mengandung kepercayaan kepada kekuatan gaib yang misterius sedangkan agama animisme adalah agama yang  mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa mempunyai roh. Contoh dari perbuatan khurafat ialah: Kepercayaan kepada keramat seperti kubur, pokok kayu atau batu hikmat yang konon katanya menyembuhkan berbagai macam penyakit, memuja objek tertentu, roh nenek moyang, kubur wali keramat dan sebagainya.

E.     Tahayul
1.    Pengertian Tahayul
Secara bahasa berasal dari kata khayal yang berarti: apa yang tergambar pada seseorang mengenai suatu hal baik dalam keadaan sadar atau  sedang  bermimpi. Tahayul diartikan juga percaya kepada sesuatu yang tidak benar. Jadi tahayul merupakan bagian dari khurafat.
Tahayul menjadikan seorang menyembah kepada pohon atau benda keramat lainnya, mereka beralasan menyembah batu, pohon untuk mendekatkan diri kepada Allah (Taqarrub)  atau karena benda-benda tersebut memiliki kedigdayaan yang mampun menolak suatu bencana atau mampu mendatangkan  sebuah kemaslahatan, ini salah satu bentuk tahayul. Jika demikian Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah seorang hamba akan keropos dan hancur. Firman Allah  Ta’ala:

اَلاَ لِلهِ الدِّيْنُ الْخَالِصُ وَالَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهِ اَوْلِياءَ مَا نَعْبُدُ هُمْ اِلاَّ لِيُقَرِّبُوْنَا اِلَى الله زُلْفى
“Ingatalah. Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang  yang mengambil pelindung selain dia (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (Q.S. Az-Zumar: 3).

F.     Menghindari Tahayul dan Kurafat
Yang paling penting adalah dengan mengetahui akibat buruk jika mempercayai/mengamalkan perbuatan tahayul dan kurafat, antara lain sebagai berikut :
1.       Menyebabkan syirik dan batalnya iman
2.      Membuang waktu, tenaga dan harta dengan perkara sia-sia
3.      Menghalangi akal berfikir secara logik dan sistematik
Di dalam Al-Quran terdapat beberapa ayat yang menyeru kepada pergantungan dengan Alllah sepenuhnya dan menolak kepercayaan terhadap yang selain-lainnya bagi mendapat kebaikan dan menolak keburukan. Yang memberi segala kenikmatan dan kebaikan hanya Allah. Yang menolak segala kejahatan hanya Allah. Kepadanya seluruh makhluk bergantung. Firman Allah, QS. Al-Zumar, ayat 38:
“Katakanlah apakah kamu tidak melihat kepada apa yang kamu memohon kepadanya selain dari Allah bahawa jika sekiranya Allah menghendaki ke atasku sesuatu kemudaratan, adakah mereka itu boleh menghindari dari kemudaratan itu atau jika Allah menghendaki sesuatu rahmat itu dianugerahkan kepadaku, apakah mereka itu boleh menahan rahmat itu. Katakanlah adalah memadai Allah itu bagiku untuk segala-galanya. Kepadanya bertawakal semua orang yang bertawakal”.
Ayat di atas memperlihatkan  konsep tawakal kepada Allah dalam semua keadaan.  Kebaikan dan kejahatan adalah dari Allah. Dia yang menyebabkan segala-galanya. Dia yang berkuasa atas segala sesuatu, bukannya lintasan burung atau sebagainya yang terdapat dalam amalan-amalan khurafat. Sabda Nabi SAW :
“Dari Ibnu Mas’ud R.a bahawasanya Rasulullah SAW bersabda: “Buruk sangka (dalam amalan khurafat) adalah syirik (dua kali) akan tetapi Allah menghapuskannya dengan bertawakkal kepada Allah”.
Dari semua urutan ayat Al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah SAW yang tersebut, jelas memperlihatkan konsep baik buruk hanya dari Allah SWT. Allah yang mengatur segala-galanya, bukannya ada kaitan dengan kejadian-kejadian yang berlaku di dalam hidup ini yang boleh memberi kesan kepada kebahagiaan dan kecelakaan manusia. Khurafat adalah karut marut yang tidak benar sama sekali. Tidak sepatutnya kepercayaan-kepercayaan sedemikian menghantui umat Islam sehingga menghindarkan perjalanan hidup mereka kerana kongkongan khurafat itu. Umat Islam perlu bersih niat dan pergantungan mereka hanya kepada Allah SWT saja. Apabila kamu cekal bercita-cita, maka teruskan dan bertawakkal kepada Allah.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
 Iman menurut bahasa berarti membenarkan , sedangkan  menurut syara’ adalah membenarkan dengan hati, dalam arti menerima dan tunduk pada apa yang diketahui bahwa hal tersebut dari agama Nabi Muhammad SAW. Dan ada yang menyatakan lebih tegas lagi bahwa, di samping membenarkan dalam hati juga menuturkan dengan lisan dan mengerjakan dengan anggota badan. Kemudian sebagian ulama menyebutkan pula bahwa iman ialah membenarkan rasul tentang apa yang beliau datangkan dari Tuhan-Nya.
Kufur dalam pengertian bahasa Arab berarti menyembunyikan atau menutup. Sedangkan menurut syari’at adalah menolak kebenaran dan berbuat kufur karena kebodohannya.  Adapun pengertian kufur yang hakiki adalah keluar dan menyimpang dari landasan Iman.
Secara bahasa kata nifak berasal dari kata nafaqa’; lobang  tempat keluar hewan sejenis tikus (yarbu’) dari sarangnya, jika hendak ditangkap dari satu lobang maka ia akan berlari ke lobang lainnya dan keluar darinya. Ada yang berpendapat, berasal dari kata An-Nafaq, lobang terowongan  yang digunakan  untuk bersembunyi
Khurafat berasal dari bahasa Arab (al-khurafat) berarti dongeng, legenda, kisah, cerita bohong, asumsi, dugaan dan keyakinan yang tidak masuk akal atau akidah yang tidak benar. Sedangkan secara istilah khurafat adalah suatu kepercayaan, keyakinan, pandangan dan  ajaranyang sesungguhnya tidak memiliki dasar dar agama. Dengan demikian bagi umat Islam, ajaran atau pandangan, kepercayaan dan keyakinan apa saja yang dipastikan ketidakbenarannya atau yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Al-Quran dan hadits Nabi SAW, dimasukan kedalam kategori khurafat.


DAFTAR PUSTAKA


  • Abdul Khalik , Abdulrahman. Pemisah Antara Kufur dan Iman. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
  • Bin Fauzan al-fauzan, Shahih. Kitab Tauhid. Jakarta: Ummul Quro, 2014.
  • Abdullah Wazaf Ahmad Salamah dkk. Pokok-Pokok Keimanan. Bandung: Trigenda karya, 1994.





[1] Abdulrahman Abdul Khalik, Pemisah Antara Kufur dan Iman, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 76-79.
[2] Shahih Bin Fauzan al-fauzan, Kitab Tauhid, (Jakarta: Ummul Quro, 2014). 338-342
[3] Ibid., 343.
[4] Ibid., 343.
[5] Abdullah Wazaf Ahmad Salamah dkk, Pokok-Pokok Keimanan, (Bandung: Trigenda karya, 1994), 266.
[6] Shahih Bin Fauzan al-fauzan, Kitab Tauhid, (Jakarta: Ummul Quro, 2014), 347.

Comments

Popular posts from this blog

Cabang Kaidah Masyaqqah Tajlibu Al-taisir

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Syariat Islam tidak mentaklifkan kepada manusia sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh mereka dan sesuatu yang boleh menjatuhkan mereka ke dalam kesusahan atau dengan sesuatu yang tidak bertepatan dan serasi dengan naluri serta tabiat mereka. Masyaqqah atau kesukaran yang akan menjadi sebab kepada keringanan dan dipermudahkan berdasarkan kaedah ini ( masyaqqah tajlibu al-taisir ) ialah masyaqqah yang melampaui hal biasa dan tidak mampu ditanggung oleh manusia pada kebiasaannya, bahkan bisa memudaratkan diri seseorang dan menghalanginya dari melakukan   amal yang berguna. Kesukaran dan kesulitan yang menjadi problematika dan dilema yang terjadi pada mukallaf menuntut adanya penetapan hukum untuk mencapai kemaslahatan dan kepastian hukum guna menjawab permasalahan yang terjadi.  Sebelum adanya makalah ini, terdapat penjelasan tentang qaidah pokok dari masyaqqah tajlibu al-taisir, dan ini adalah tahap yang selanjutnya yaitu membaha

Tahapan – tahapan Dalam Tasawuf Untuk Mencapai Ma’rifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat sejarah kehidupan dan perjuangan al-Gazali (450-505 H./1058-1111 M.) yang panjang dan melelahkan untuk mencari pengetahuan yang benar (al-makrifat) yang mampu meyakinkan dan memuaskan batinnya, akhirnya, ia temukan pengetahuan yang benar setelah ia mendalami dan mengamalkan ajaran kaum sufi. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sedekat-dekatnya sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup, taubat, zuhud, wara’, ikhlas, sabar, syukur, qona’ah, tawakal, ridlo, mahabbah,  barulah tercapai ma’rifat. Dengan kata lain ma’rifat  merupakan maqomat tertinggi dimana puncak seorang hamba bersatu dengan sang Khaliq.    Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Ma’rifah dan Tahapan-tahapan untuk mencapai ma’rifat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

TAFSIR AYAT TENTANG KEBUTUHAN DAN KEINGINAN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Al-Quran merupakan mukjizat yang sampai saat ini masih bisa kita pegang dan jumpai. Tak hanya mampu menjadi sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Quran juga mengandung beragam pengetahuan yang mampu mengikuti perkembangan zaman, tak terkecuali dalam hal ekonomi. Begitu banyak ayat al-Quran yang menerangkan mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Terdapat beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan hal tersebut. Di antara ayat tersebut terdapat dalam surat al-Mu’min ayat 80, al-Baqarah ayat 216, dan an-Nisa’ ayat 27 yang perlu dikaji lebih dalam demi terpenuhinya kebutuhan dan keinginan yang sesuai prinsip Islam. B.      Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.       Bagaimana tafsir, kajian ekonomi, serta cotoh nyata dalam surat al-Mu’min ayat 80? 2.       Bagaimana tafsir, kajian eko