BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Di
era globalisasi yang telah maju dalam segala bidang terutama di bidang IPTEK ini, masih saja
manusia dihadapi dengan masalah krisis, seperti krisis moneter, krisis pangan,
krisis bahan bakar dan yang patut kita renungkan adalah krisis iman yang
merupakan penyebab manusia menyimpang dari ketauhidan. Krisis iman dikarenakan
kurangnya nutrisi rohani serta kurangnya fungsi tauhid dalam kehidupan
sehari-hari manusia. Kebanyakan manusia hanya mementingkan kepentingan dunia
dibanding kepentingan akhirat. Sehingga yang terealisasi hanyalah sifat-sifat
manusia yang berbau duniawi, seperti hedonism, fashionism, kepuasan hawa nafsu,
dan lain-lain. Hanya sedikit manusia yang dapat memanfaatkan fungsi dan
menempatkan peran tauhid secara benar. Padahal, jika, masyarakat modern saat
ini menempatkan tauhid dalam kehidupan sehari-harinya, InsyaAllah, akan
tercipta masyarakat yang damai, aman, dan terjauh dari sifat-sifat tercela,
seperti korupsi, kolusi, nepotisme, penipuan, dan tindakan-tindakan yang
melanggar hukum agama, maupun hukum perdata dan pidana Negara yang sedang marak
melanda di Negara kita Indonesia.
Pada
dasarnya manusia dari sejak lahir berada dalam fitrahnya yaitu, bertauhid.
Namun sesuai perkembangan lingkungan dan orang tuanyalah yang menentukan
selanjutnya. Banyak orang yang beriman namun tanpa didasari pengetahuan yang
memadai. Mereka beribadah namun ada saja yang masih menyimpang dari ketauhidan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dari
Iman, Kufur, Nifak, Khurafat, dan Tahayul ?
2.
Apa dasar hokum
Iman, Kufur, Nifak, Khurafat, dan Tahayul ?
3.
Bagaimana
menghindari khurafat dan tahayul dalam kehidupan sehari-hari ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Iman
1.
Definisi Iman
Kata iman menurut bahasa
berarti membenarkan , sedangkan menurut syara’ adalah membenarkan
dengan hati, dalam arti menerima dan tunduk pada apa yang diketahui bahwa hal
tersebut dari agama Nabi Muhammad SAW. Dan ada yang menyatakan lebih tegas lagi
bahwa, di samping membenarkan dalam hati juga menuturkan dengan lisan dan
mengerjakan dengan anggota badan. Kemudian sebagian ulama menyebutkan pula
bahwa iman ialah membenarkan rasul tentang apa yang beliau datangkan dari
Tuhan-Nya.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas
dapat diambil pengertian bahwa iman bukan hanya sekedar tasdiq (membenarkan) dalam hati saja, tetapi diperlukan juga
menerima dan tunduk. Ar-Raghib al-Ashfahani menyebutkan: iman itu terkandung
dipakai menjadi nama bagi syari’at Nabi Muhammad SAW, dan disifatkan dengan
iman (dikatakan mukmin) segala orang yang masuk ke dalam syariat Muhammad SAW
serta mengakui akan Allah dan akan kenabian Muhammad SAW. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa iman, mempunyai dua pengertian dalam Al-Qur'an dan sunah
Rasulullah saw., mempunyai dua pengertian :
a.
Membenarkan berita yang datang dari Allah dan
Rasul-Nya.
b.
Meneguhkan pendirian terhadap ketentuan yang
telah ditetapkan (diberitakan) Allah SWT.
2. Ruang
Lingkup Iman
Ruang lingkup iman di dalam ajaran islam
meliputi satu bidang yaitu Aqidah. Pengertian aqidah secara
etimologis berakar dari kata ‘aqida-ya’qidu’aqdan-aqidatan. Aqidah adalah
keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat
mengikat dan mengandung perjanjian. Jadi aqidah adalah sesuatu
yang diyakini oleh seseorang. Makna aqidah secara bahasa akan
lebih jelas jika dikaitkan dengan pengertian secara terminologis. Secara
terminologis terdapat beberapa defenisi aqidah, antara lain :
a.
Menurut Hasan Al-Banna.
Aqaid (Bentuk plural dari aqidah )
adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh
hati, mendatangkan ketentraman jiwa ,menjadi keyakinan yang bercampur
sedikitpun dengan keragu-raguan.
b.
Menurut Abu Bakar Jabir
al-Jazairy
Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat
diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, dan
fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakinini
kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan
dengan kebenaran itu.
B.
Kufur
1.
Definisi Kufur
Kata kufur dalam pengertian bahasa Arab
berarti menyembunyikan atau menutup. Sedangkan menurut syariat adalah menolak
kebenaran dan berbuat kufur karena kebodohannya. Adapun pengertian kufur
yang hakiki adalah keluar dan menyimpang dari landasan Iman.[1]
Definisi lain menyebutkan Al-Kufr secara bahasa berarti penutup.
Sedang menurut define syar’i berarti
tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dengan mendustakannya ataupun
tidak.
2.
Macam-Macam Kufur
a. Kufur
Akbar (kufur besar)
Kufur akbar dapat mengeluarkan pelaku
dari agama Islam. Kufur ini terbagai menjadi lagi menjadi lima yaitu:[2]
1) Kufur
Takdziib (kafir karena mendustakan).
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ
افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُ
أَلَيْسَ فِى جَهَنَّمَ مَثْوَى لِّلْكَفِرِيْنَ
“Dan siapakah yang lebih dzhalim
daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaaan terhadap Allah atau
mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam
neraka Jahanam itu ada tempat bagi orang-orang kafir.” (QS.
Al-Ankabut: 68).
2)
Kufur
Karena Menolak dan Sombong.
وَإِذْ قُلْنَا
لِلْمَلئِكَةِ اسْجُدُوْا لِأَدَمَ فَسَجَدُوْا إِلَّا إِبْلِيْسَ أَبَى
وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَفِرِيْنَ
“Dan (ingatlah) ketika kami
berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam!’ Maka sujudlah
mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur. Dan ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah; 34).
Kekufuran semacam ini adalah kekufurannya
Iblis yang dikutuk Allah swt, karena Iblis sebetulnya tidak menginginkan
perintah Allah dan tidak mengingkarinya (tidak melawannya dengan keingkaran),
tetapi menerimanya dengan iba (keengganan menaati/melaksanakannya dan diterima
penuh dengan kesombongan.
3) Kufur
Karena Ragu.
وَقَالُوْ
إِنَّا كَفَرْنَا بِمَا أَرْسِلْتُمْ بِه وَإِنَّا لَفِى شَكٍّ مِمَّا تَدْ
عُوْنَنَا إِلَيْهِ مُرِيْبٌ.
“Sesungguhnya kami
mengingkari apa yang kamu suruh menyampaikannya (kepada kami), dan sesungguhnya
kami benar-benar dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap apa yang
kamu ajak kami kepadanya.” (QS.Ibrahim: 9).
Orang yang meragukan (tidak secara pasti
membenarkan atau membohongkan) apa yang dibawa Rasulullah saw termasuk orang
kafir.
4) Kufur I’radh (kafir karena berpaling)
وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا
عَمَّا أُنْذِرُوْا مُعْرِضُوْنَ
“Dan orang-orang yang kafir
berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” (QS.
Al-Ahqaf: 3).
Kufur semacam ini dibuktikan
dengan berpaling dari apa saja yang dibawa Rasulullah SAW. Dia tidak
membenarkannya, tetapi juga tidak membohongkannya. Dia hanya
berpaling sehingga termasuk orang yang menganiaya pada dirinya atau
termasuk orang-orang yang berdosa. Dalam
konteks di atas Allah SWT berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمَ مِمَّنْ
ذُكِّرَ بِاَيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِيْنَ
مُنْتَقِمُوْنَ.
“Dan siapakah yang
lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat
Tuhannya, kemudian dia berpaling daripadanya, sesungguhnya Kami akan
memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (QS.
As-Sajdah: 22).
5) Kufur
Karena Nifak
ذلِكَ بِأَنَّهُمْ أَمَنُوْا
ثُمَّ كَفَرُوْا فَطُبِعَ عَلَى قُلُوْ بِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُوْنَ.
“Yang demikian itu adalah
karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi)
lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti.” (QS.
Al-Munafiqun: 3).
b.
Kufur Ashgar (kufur kecil)
Kufur kecil tidak sampai mengeluarkan
pelakunya dari agama Islam. Kufur ini bersifat amali (amalan). Yaitu, dosa-dosa
yang disebutkan dalam Al-Quran dan as-Sunnah sebagai sebuah kekufuran tapi
tidak sampai pada kufur akbar. Seperti kufur nikmat yang disebutkan dalam
firman Allah:
عْرِفُوْنَ نِعْمَتَ اللهِ
ثُمَّ يَنْكَرِوْنَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَفِرُوْنَ.
“Mereka mengetahui nikmat
Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang kafir.” (QS. An-Nahl: 83).
C.
Nifak
1.
Definisi Nifak
Secara bahasa kata nifak berasal dari kata nafaqa’; lobang tempat keluar
hewan sejenis tikus (yarbu’) dari
sarangnya, jika hendak ditangkap dari satu lobang maka ia akan berlari ke
lobang lainnya dan keluar darinya. Ada yang berpendapat, berasal dari kata An-Nafaq, lobang terowongan yang
digunakan untuk bersembunyi.[3] Sedang menurut pengertia
syar’i, maka nifak ialah menampakkan keislaman dan kebaikan serta
menyembunyikan kekafiran dan keburukan.[4]
Orang yang memperlihatkan pennampilan
lahirnya sebagai muslim, sedangkan dia menyembunyikan kekufuran di dalam
batinnya, maka orang seperti itu adalah orang munafik (perbuatan nifaq).[5]
2.
Macam-Macam Nifak
a.
Nifak I’tiqadi
(nifak keyakinan).
Nifak ini disebut juga dengan nifak
besar. Yaitu, menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran. Nifak jenis
ini dapat menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam secara total dan
menempatkannya di neraka paling bawah. Allah menyifati pelakunya dengan segala
sifat buruk, kafir, tidak mempunyai iman, tindakan mengolok-olok
dan mengejek Islam dan pemeluknya, serta kecenderungan total kepada
musuh-musuh Islam karena keikutsertaan mereka dalam memusuhi Islam. Nifak jenis ini ada empat
macam:
1)
Mendustakan Rasul atau mendustakan sebagian
ajaran yang beliau bawa.
2)
Membenci Rasul atau membenci sebagian
ajaran yang beliau bawa.
3)
Senang
jika melihat agama Islam mengalami kemunduran.
4)
Tidak senang melihat agama Islam
menang.
b.
Nifak Amali
Nifak amali yaitu melakukan suatu amalan
orang-orang munafik dengan masih menyisakan iman di dalam hati.
Nifak jenis ini tidak sampai menyebabkan pelakunya keluar dari Islam.
hanya saja ia dapat menghantarnya pada hal tersebut. Di dalam diri
pelakunya terdapat iman dan nifak. Semakin banyak ia mengerjakan amalan
(nifak) ini, itu akan menyebabkannya menjadi seorang munafik. Sabda Nabi SAW:
أَرْبَعٌ
مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ
خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةُ مِنَ النَّافِقِ حَتَّى يَدَعَهَا
إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وِإِذَا عَاهَدَغَدَرَ وَإِذَا
خَاصَمَ فَجَرَ.
“Ada empat sifat, jika
kesemuanya ada dalam diri seorang maka ia seorang munafik tulen. Barang siapa
dalam dirinya terdapat salah sifat itu, berarti dalam dirinya ada satu sifat
kemunafikan hingga ia meninggalkannya, yaitu jika dipercaya ia berkhianat, jika
berbicara ia berdusta, jika berjanji ia menyalahinya dan jika bertikai ia
berkata kotor.” (H.R. Bukhari Muslim).
Dalam hadis shahih lain disebutkan Rasulullah
saw bersabda:
ايَةُ
الْمُنَافِقُ ثَلَاثٌ : إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا
ائْتُمِنَ خَانَ.
“Tanda-tanda orang munafik
itu ada tiga, yaitu: jika berbicara suka bohong, jika berjanji suka mengingkari
dan jika diberi kepercayaan suka khianat.” (H.R Imam Bukhari dan Imam
Muslim).
Sungguh, di dalam diri seorang hamba
terkadang ada sifat-sifat yang baik dan buruk, juga sifat orang-orang
beriman, orang kafir dan munafik. Ia akan mendapat pahala dan siksa
sesuai dengan konsekuensi perbuatan yang dilakukannya.
D.
Khurafat
1.
Pengertian
Khurafat
Khurafat berasal dari bahasa Arab (al-khurafat) berarti dongeng, legenda,
kisah, cerita bohong, asumsi, dugaan dan keyakinan yang tidak masuk akal atau
akidah yang tidak benar. Sedangkan secara istilah khurafat adalah suatu
kepercayaan, keyakinan, pandangan dan ajaranyang sesungguhnya tidak
memiliki dasar dar agama. Dengan demikian bagi umat Islam, ajaran atau
pandangan, kepercayaan dan keyakinan apa saja yang dipastikan ketidakbenarannya
atau yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW,
dimasukan kedalam kategori khurafat.
Sumber khurafat adalah dinamisme dan animisme. Dinamisme
adalah kepercayaan adanya kekuatan dalam diri manusia, hewan, tumbuhan,
benda-benda. Sedangkan animisme adalah kepercayaan adanya jiwa dan
roh yang dapat mempengaruhi alam manusia. Khurafat diartikan sebagai
cerita-cerita yang mempesonakan yang dicampuradukkan dengan perkara dusta atau
semua cerita rekaan atau khayalan, ajaran-ajaran, pantangan, adat istiadat,
ramalan-ramalan, pemuajaan atau kepecayaan yang menyimpang dari ajaran
Islam.[6]
Khurafat adalah budaya masyarakat Jahiliyah, oleh
karena itu Prof. Dr. Harun Nasution dalam bukunya Islam di Tinjau dari
Berbagai Aspek, membagi agama ada yang bersifat primitif dan yang telah meninggalkan
fase keprimitifan. Agama animisme dan dinamisme termasuk kedalam primitif
tersebut. Agama
dinamisme adalah mengandung kepercayaan kepada kekuatan gaib yang misterius
sedangkan agama animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap
benda, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa mempunyai roh. Contoh dari
perbuatan khurafat ialah: Kepercayaan kepada keramat seperti kubur, pokok kayu
atau batu hikmat yang konon katanya menyembuhkan berbagai macam penyakit,
memuja objek tertentu, roh nenek moyang, kubur wali keramat dan sebagainya.
E.
Tahayul
1.
Pengertian Tahayul
Secara bahasa berasal dari kata khayal yang berarti: apa yang tergambar
pada seseorang mengenai suatu hal baik dalam keadaan sadar atau
sedang bermimpi. Tahayul diartikan juga percaya kepada sesuatu yang tidak
benar. Jadi tahayul merupakan bagian dari khurafat.
Tahayul menjadikan seorang menyembah kepada
pohon atau benda keramat lainnya, mereka beralasan menyembah batu, pohon untuk
mendekatkan diri kepada Allah (Taqarrub)
atau karena benda-benda tersebut memiliki kedigdayaan yang mampun menolak suatu
bencana atau mampu mendatangkan sebuah kemaslahatan, ini salah satu
bentuk tahayul. Jika demikian Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah seorang
hamba akan keropos dan hancur. Firman
Allah Ta’ala:
اَلاَ لِلهِ الدِّيْنُ
الْخَالِصُ وَالَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهِ اَوْلِياءَ مَا نَعْبُدُ هُمْ
اِلاَّ لِيُقَرِّبُوْنَا اِلَى الله زُلْفى
“Ingatalah. Hanya milik
Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil
pelindung selain dia (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan
(berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (Q.S.
Az-Zumar: 3).
F. Menghindari
Tahayul dan Kurafat
Yang
paling penting adalah dengan mengetahui akibat buruk jika
mempercayai/mengamalkan perbuatan tahayul dan kurafat, antara lain sebagai
berikut :
1.
Menyebabkan
syirik dan batalnya iman
2.
Membuang
waktu, tenaga dan harta dengan perkara sia-sia
3.
Menghalangi
akal berfikir secara logik dan sistematik
Di
dalam Al-Quran terdapat beberapa ayat yang menyeru kepada pergantungan dengan
Alllah sepenuhnya dan menolak kepercayaan terhadap yang selain-lainnya bagi
mendapat kebaikan dan menolak keburukan. Yang memberi segala kenikmatan
dan kebaikan hanya Allah. Yang menolak segala kejahatan hanya Allah. Kepadanya
seluruh makhluk bergantung. Firman Allah, QS. Al-Zumar, ayat 38:
“Katakanlah apakah kamu tidak melihat kepada
apa yang kamu memohon kepadanya selain dari Allah bahawa jika sekiranya Allah
menghendaki ke atasku sesuatu kemudaratan, adakah mereka itu boleh menghindari
dari kemudaratan itu atau jika Allah menghendaki sesuatu rahmat itu
dianugerahkan kepadaku, apakah mereka itu boleh menahan rahmat itu. Katakanlah
adalah memadai Allah itu bagiku untuk segala-galanya. Kepadanya bertawakal
semua orang yang bertawakal”.
Ayat di
atas memperlihatkan konsep
tawakal kepada Allah dalam semua keadaan. Kebaikan dan kejahatan adalah dari Allah. Dia
yang menyebabkan segala-galanya. Dia yang berkuasa atas segala sesuatu,
bukannya lintasan burung atau sebagainya yang terdapat dalam amalan-amalan
khurafat. Sabda Nabi SAW :
“Dari Ibnu Mas’ud R.a bahawasanya Rasulullah SAW bersabda: “Buruk sangka
(dalam amalan khurafat) adalah syirik (dua kali) akan tetapi Allah
menghapuskannya dengan bertawakkal kepada Allah”.
Dari
semua urutan ayat Al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah SAW yang tersebut,
jelas memperlihatkan konsep baik buruk hanya dari Allah SWT. Allah
yang mengatur segala-galanya, bukannya ada kaitan dengan kejadian-kejadian yang
berlaku di dalam hidup ini yang boleh memberi kesan kepada kebahagiaan dan
kecelakaan manusia. Khurafat adalah karut marut yang tidak benar sama
sekali. Tidak sepatutnya kepercayaan-kepercayaan sedemikian menghantui
umat Islam sehingga menghindarkan perjalanan hidup mereka kerana
kongkongan khurafat itu. Umat Islam perlu bersih niat dan
pergantungan mereka hanya kepada Allah SWT saja. Apabila kamu cekal
bercita-cita, maka teruskan dan bertawakkal kepada Allah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Iman
menurut bahasa berarti membenarkan , sedangkan menurut syara’ adalah
membenarkan dengan hati, dalam arti menerima dan tunduk pada apa yang diketahui
bahwa hal tersebut dari agama Nabi Muhammad SAW. Dan ada yang menyatakan lebih
tegas lagi bahwa, di samping membenarkan dalam hati juga menuturkan dengan
lisan dan mengerjakan dengan anggota badan. Kemudian sebagian ulama menyebutkan
pula bahwa iman ialah membenarkan rasul tentang apa yang beliau datangkan dari
Tuhan-Nya.
Kufur
dalam pengertian bahasa Arab berarti menyembunyikan atau menutup. Sedangkan menurut syari’at adalah menolak kebenaran dan
berbuat kufur karena kebodohannya. Adapun pengertian kufur yang hakiki
adalah keluar dan menyimpang dari landasan Iman.
Secara
bahasa kata nifak berasal dari kata nafaqa’;
lobang tempat keluar hewan sejenis tikus (yarbu’) dari sarangnya, jika hendak ditangkap dari satu
lobang maka ia akan berlari ke lobang lainnya dan keluar darinya. Ada yang
berpendapat, berasal dari kata An-Nafaq,
lobang terowongan yang digunakan untuk bersembunyi
Khurafat
berasal dari bahasa Arab (al-khurafat)
berarti dongeng, legenda, kisah, cerita bohong, asumsi, dugaan dan keyakinan
yang tidak masuk akal atau akidah yang tidak benar. Sedangkan secara istilah
khurafat adalah suatu kepercayaan, keyakinan, pandangan dan ajaranyang
sesungguhnya tidak memiliki dasar dar agama. Dengan demikian bagi umat Islam,
ajaran atau pandangan, kepercayaan dan keyakinan apa saja yang dipastikan
ketidakbenarannya atau yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Al-Quran dan
hadits Nabi SAW, dimasukan kedalam kategori khurafat.
DAFTAR
PUSTAKA
- Abdul Khalik , Abdulrahman. Pemisah Antara Kufur dan Iman. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
- Bin Fauzan al-fauzan, Shahih. Kitab Tauhid. Jakarta: Ummul Quro, 2014.
- Abdullah Wazaf Ahmad Salamah dkk. Pokok-Pokok Keimanan. Bandung: Trigenda karya, 1994.
[1] Abdulrahman Abdul Khalik, Pemisah Antara Kufur dan Iman, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1996), 76-79.
[2] Shahih Bin Fauzan al-fauzan, Kitab Tauhid, (Jakarta: Ummul Quro,
2014). 338-342
[3] Ibid., 343.
[4] Ibid., 343.
[5] Abdullah Wazaf Ahmad Salamah
dkk, Pokok-Pokok Keimanan, (Bandung:
Trigenda karya, 1994), 266.
[6] Shahih Bin Fauzan al-fauzan, Kitab Tauhid, (Jakarta: Ummul Quro,
2014), 347.
Comments
Post a Comment