Skip to main content

“KALAM KHAWARIJ & MURJI’AH”

Teologi Islam


BAB I
PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang
Perbedaan paham dalam Islam sudah muncul sesaat setelah Rasulullah saw. wafat. Pokok perselisihan yang timbul adalah persoalan siapakah yang berhak memegang khalifah (pemimpin kaum muslimin) sesudahnya. Perselisihan ini muncul kembali setelah ada peristiwa yang disebut “Peristiwa Ali r.a.” yang kontra dengan Utsman r.a. yang telah menimbulkan persengketaan dan perbedaan di kalangan kaum muslimin untuk mengetahui siapa yang benar dan siapa yang salah.
Peristiwa terbunuhnya Utsman menjadi titik tolak dari perselisihan dan peperangan di antara kaum muslimin. Dengan terjadinya fenomena tersebut lalu muncullah aliran-aliran baru dalam Islam. Dalam makalah kami ini akan dijelaskan dua golongan Khawarij dan Murjiah terkait tentang lahirnya, tokoh-tokohnya, bagaimana status dosa besar dan pemahaman mereka terhadap Alquran.

2.1     Rumusan Masalah

          1 .  
Bagaimana sejarah kemunculan Khawarij ?
          2 .   Bagaimana  perkembangan khawarij ?
          3 .  Bagaimana sejarah kemunculan  Murji’ah ?
          4 .  Apa saja sekte-sekte Murji’ah ?


3.1     Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengulas tentang sejarah kemunculan khawarij, pemikiran, dan doktrin-doktrin khawarij, perkembangan khawarij, sejarah kemunculan murji’ah, pemikiran dan doktrin-doktrin murji’ah, dan sekte-sekte murji’ah.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Khawarij

1.      Latar Belakang Munculnya Khawarij
Kata Khawarij secara etimologis berasal dari bahasa Arab kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul atau memberontak.[1] Adapun yang dimaksud Khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat terhadap Ali yang menerima arbitrase/tahkim dalam perang Siffin pada tahun 37 H/648 M dengan kelompok bughat (pemberontakan) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khalifah.[2] Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukkannya berada pada pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat Islam, sementara Mu’awiyah berada pada pihak yang salah karena memberontak kepada khalifah yang sah.[3]


2.      Doktrin-doktrin Pokok Khawarij
Di antara doktrin-doktrin pokok khawarij :
a.       Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam,
b.      Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab,
c.       Setiap orang muslim berhak menjadi kahlifah asal sudah memenuhi syarat
d.      Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan kezaliman,[4]
e.       Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa ke khalifahannya, Utsaman r.a. dianggap telah menyeleweng,
f.       Khalifah Ali juga sah, tetapi setelah terjadi arbitrase, ia dianggap menyeleweng,
g.      Mu’awiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir,[5]
h.      Pasukan perang Jamal yang melawan Ali juga kafir,[6]
i.        Seseorang yang berdosa bersar tidak lagi disebut muslim karenanya harus dibunuh. Mereka menganggap bahwa seorang muslim tidak lagi muslim (kafir) disebabkan tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir, engan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula,[7]
j.        Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Apabila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al harb (Negara musuh), sedangkan golongan mereka dianggap berada  dalam dar al Islam (Negara Islam).[8]
k.      Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng,
l.        Adanya wa’ad dan wa’id (orang yng baik harus masuk surga, sedangkan yang jahat harus masuk ke dalam neraka),
m.    Amar makruf nahi mungkar,
n.      Memalingkan ayat-ayat Al-Quran yang tampak mutasyabihat (samar),
o.      Al-Quran adalah mahkluk,[9]
p.      Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.[10]

Apabila dianalisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum Khawarij dapat dikategorikan ke dalam ketegori :
1.      Politik
Kemahiran bernegara, atau kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalam memperolah kekuasaan, atau kemahiran mengenai latar belakang, motivasi, dan hasrat. Menusia ingin memperoleh kekuasaan.[11]
2.      Teologi
Doktrin teologi Khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung doktrin sentralnya, yaitu doktrin politik. Radikalitas itu sangat dipengaruhi oleh sisi budaya yang juga radikal, yang menyebabkan radikalitas itu adalah asal-usul mereka berasal dari masyarakat badawi dan pengembara padang pasir tandus. Hal itu telah membentuk watak dan tata pikirannya menjadi keras,  berani, tidak bergantung kepada orang lain, bebas, dan tidak  gentar hati. Akan tetapi, mereka fanatic dalam menjalankan agama.[12]
3.      Social
Doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok khawarij, sehingga sebagai pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin Mu’tazilah.[13]


3.     Perkembangan Khawarij
Khawarij, telah menjadikan imamah/khalifah/politik sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya doktrin-doktrin teologis lainnya. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok khawarij menyebabkan sangat rentan pada perpecahan. Para pengamat tentang  berapa banyak perpecahan yang terjadi dalam tubuh kaum khawarij. Al-Bagdadi mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 20 subsekte.[14] Harun mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 18 subsekte.[15] Adapun Al-Asfarayani, seperti dikutip Bagdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte.[16]

Subsekte Khawarij yang besar hanya ada delapan, yaitu:
1.      Al-Muhakkimah
2.      Al-Azriqah
3.      An-Nadjdat
4.      Al-Baihasiyah
5.      Al-Ajaridah
6.      As-Saalabiyah
7.      Al-Abadiyah
8.      As-Suffriyah

Semua subsekte itu membicarakan persoalan hukum orang yang berbuat dosa besar, apakah masih mukmin atau telah menjadi kafir. Doktrin teologi tetap menjadi primadona pemikiran mereka, sedangakn doktrin yang lain hanya pelengkap. Tindakan kelompok khawarij telah merisaukan hati semua umat islam saat itu. Sebab, dengan cap kafir yang diberikan salah satu subsekte tertentu khawarij, jiwa seseorang harus melayang, meskipun oleh subsekte yang lain orang bersangkutan  masih dikategorikan sebagai mukmin sehingga dikatakan bahwa jika seorang Yahudi atau Majusi masih lebih berharga dibandingkan dengan jiwa seorang mukmin.[17] Meskipun demikian, ada sekte Khawarij yang agak lunak, yaitu sekte Najdiyat dan Ibadiyah. Keduanya membedakan anatara kafir nikmat dan kafir agama. Kafir nikmat hanya melakukan dosa dan tidak berterima kasih kepada Allah.[18]

Harun mengidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran Khawarij masa kini, yaitu:
1.      Mudah mengafirkan orang yang tidak segolong dengan mereka, walaupun orang itu adalah penganut agama Islam;
2.      Islam yang benar adalah Islam yang mereka pahami dan amalkan sedangkan islam sebagaimana yang dipahami dan diamalkan golongan lain tidak benar;
3.      Orang-orang islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu dibawa kembali ke islam yang sebenarnya, yaitu islam seperti yang mereka pahami dan amalkan;
4.      Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sepaham dengan mereka adalah sesat, mereka memiliki imam dari golongannya yaitu imam dalam arti pemuka agama dan pemuka pemerintahan;
5.      Mereka bersifat fanatic dalam paham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan pembunuhan untuk mencapai tujuannya.[19]


B.  Al-Murji’ah

1.      Latar Belakang Kemunculan Murji’ah
Nama  Murji’ah diambil dari kata irja’ atau arja’a yang bermakna nundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a mengandung arti memberi pengharapan, yaitu kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah SWT. Selai itu, arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasannya kedudukan seseorang yang bersengketa, yaitu ‘Ali dan Mu’awiyah, serta setiap pasukannya pada hari kiamat kelak.[20].
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja’ atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketidak terjadi pertikaian politik dan untuk menghindari sektarianisme. Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja’ yang merupakan basis doktrin Murji’ah muncul petama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukan tahkim (arbitrase) atas usulah Amr bin’Ash, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yaitu yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya menyatakan  keluar dari Ali, yaitu Khawarij memandang bahwa tahkim itu bertertangan dengan Al-Qur’an, dalam pengertian tidak  bertahkim berdasarkan hokum Allah SWT. Oleh karena itu, Khawarij berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar dan dihukumi kafir, sama seperti perbuatan dosa besar lain, seperti zina, riba, membunuh tanpa alasan yang benar, durhaka kepada orang tua serta memfitnah wanita baik-baik. Pendapat Khawarij tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah dengan mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah SWT, apakah mengampuninya apakah tidak.

2.     Doktrin-doktrin Pokok Murji’ah
Berkaitan dengan doktrin-doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt memerincinya sebagai berikut :
a.       Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Mu’awiyah dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
b.      Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidun.
c.       Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT.
d.      Doktrin-doktrin Murji’ah meyerupai pengajaran (mazhab) para skeptis dan empiris dari kalangan helenis.

Masih berkaitan dengan doktrin-doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu:[21]
a.       Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin’Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari yang terlibat tahkim hingga kepada Allah pada hari kiamat kelak;
b.      Menyerahkan keputusan kepada Allah SWT. Atas orang muslim yang berdosa besar;
c.       Meletakkan (pentingnya) iman lebih utama dari pada amal;
d.      Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT.

Sementara itu, Abu’A’la Al-Maududi (1903-1979) menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:[22]
a.       Iman adalah cukup dengan percaya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
b.      Dasar keselamatan adalah iman semata

3.     Sekte-sekte Murji’ah
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat dikalangan para pendukung Murji’ah.[23] Asy-Syahrastany (w. 548 H), seperti dikutip oleh Watt, menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut.[24]
a.       Murji’ah Khawarij
b.      Murji’ah Qadariah
c.       Murji’ah Jabariah
d.      Murji’ah Murni
e.       Murji’ah Sunni (tokohnya adalah Abu Hanifah)

Sementara itu, Muhammad Imarah (I.1931) menyebutkan 12 sekte Murji’ah, yaitu sebagai berikut.[25]
a.       Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Shafwan
b.      Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalahiy
c.       Al—Yunushiyah, pengikut Yunus As-Samary
d.      Asy-Syamriayah, pengikut Abu Samr dan Yunus
e.       Asy-Syawbaniyah, pengikut Abu Syawban
f.       Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimsaqy
g.      An-Najariyah, pegikut Al-Husain bin Muhammad An-Najr
h.      Al-Hanafiyah, pengikut Abu Haifah An-Nu’man
i.        Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib
j.        Al-Mu’aziyah, pengikut Muadz Ath-Thawmy
k.      Al-Murisiyah, pengikut Basr Al-Murisy
l.        Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany

Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi dua sekte, yaitu:
1.      Golongan Moderat
Murji’ah golongan moderat berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal di dalam neraka. Mereka disiksa sebesar dosanya dan diampuni oleh Allah SWT.[26]
2.      Golongan Ekstrem
Adapun yang termasuk kelompok ekstrem adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah. Pandangan tiap –tiap kelompok itu dapat di jelaskan seperti berikut.[27]
a.       Jahmiyah, kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufurannya secaa lisan tidak menjadi kafir kerana iman dan kufur tempatnya di dalam hati, bukan bagian lain dalam tubuh manusia.
b.      Shalihiyah, iman adalah mengetahui Tuhan dan kufur adalah tidak tahu Tuhan. Shalat bukan merupakan ibadah kepada Allah SWT. Karena yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya, dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa, dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekadar menggambarkan kepatuhan dan tidak merupakan ibadah kepada Allah, yang disebut ibadah hanya iman.
c.       Yunusiyah dan Ubaidiyah, melakukan maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat tidak merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidak merugikan bagi yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat banyak atau sedikit tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik.
d.      Hasaniyah, jika seseorang mengatakan “Saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya  tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini.” Orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan, “ saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke Kakbah, tetapi saya tidak tahu apakah Kakbah di India atau di tempat lain”.



[1] Abdu Al-Qahir bin Thahir bin Muhammad Al-Bagdadi, Al-Farq bain Al-Firaq, Al-Azhar, Mesir, 1037, hlm. 75.
[2] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI. Press, Cet. I, 1985, hlm. 11.
[3] Rahman, op. cit, hlm. 245
[4] Nasution , op. cit. , hlm. 12.
[5] Ibid.
[6] Al-Bagdadi, op cit., hlm. 73.
[7] Nurcholis Madjid, (Ed.), Khazanah Intelektual Islam, Bulan Bintang, cet. II, Jakarta, 1985, hlm. 12.
[8] Ibid., hlm. 13.
[9] Madzkur, op cit., hlm. 110.
[10] Madjid, loc. Cit.
[11] J.B. Paeh, Tanya Jawab tentang Ilmu Politik, Diklat Mahasiswa Universitas Samratulangi Manado, 1981, hlm. 5; Bandingkan dengan Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1980, hlm. 30.
[12] Philip K. Hitti, History of the Arabs, The Macmillan Press LTD. London and Basingtoke, Cet. 10, 1973, hlm. 24. Baca juga bukunya The Arabs a Short History, Terj. Hutagalung, dk., Cet. VII, Sumur Bandung, t.t. hlm. 18.
[13] Mac lver, op. cit., hlm. 173.
[14] Al-Bagdadi, op. cit., hlm. 72.
[15] Harun, Teologi …., hlm. 13.
[16] Al-Bagdadi, op. cit., hlm. 246.
[17] Toshihiko Izutsu, The Concept of Believe in Islamic Theoology, Tiara Wacana, Yogyakarta, Cet. I, 1994, hlm. 15.
[18] Ibid., hlm. 17.
[19] Nasution, Islam Rasional …., hlm. 124.
[20] Cyril Glasse, The Concise Encyclopedia of Islam, Staceny Internasional, London, 1989, hlm. 288-289; Depaertemen Agama RI Ensiklopedia Islam, 1990, hlm. 633-636; Ahmad Amin, Fajrul Islam, Jilid I, 1965, hlm. 279; H.A.R. Gibson and J.N. Krammers, Shorter Encyclopedia of Islam, EJ. Srill, Leiden, 1961, hlm. 412.
[21] Nasution, Teology Islam, op. cit., hlm 22-23.
[22] Abdul A’la Al-Maududi, Al-Khalifah wa Al-Mulk, Terj. Muhammad Al-Baqir, Mizan, Bandung, 1994, hlm. 279-280.
[23] Watt, Early Islam, hlm. 181.
[24] Ibid., hlm. 23.
[25] Muhammad ‘Imarah, Tayyarat Al-Fikr Al-Islamy, Dar Asy-Syuruq, Kairo, Beirut 1991, hlm. 33-34.
[26] Nasution, Teologi …., hlm. 24.
[27] Ibid., hlm. 26-27.

Comments

Popular posts from this blog

Cabang Kaidah Masyaqqah Tajlibu Al-taisir

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Syariat Islam tidak mentaklifkan kepada manusia sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh mereka dan sesuatu yang boleh menjatuhkan mereka ke dalam kesusahan atau dengan sesuatu yang tidak bertepatan dan serasi dengan naluri serta tabiat mereka. Masyaqqah atau kesukaran yang akan menjadi sebab kepada keringanan dan dipermudahkan berdasarkan kaedah ini ( masyaqqah tajlibu al-taisir ) ialah masyaqqah yang melampaui hal biasa dan tidak mampu ditanggung oleh manusia pada kebiasaannya, bahkan bisa memudaratkan diri seseorang dan menghalanginya dari melakukan   amal yang berguna. Kesukaran dan kesulitan yang menjadi problematika dan dilema yang terjadi pada mukallaf menuntut adanya penetapan hukum untuk mencapai kemaslahatan dan kepastian hukum guna menjawab permasalahan yang terjadi.  Sebelum adanya makalah ini, terdapat penjelasan tentang qaidah pokok dari masyaqqah tajlibu al-taisir, dan ini adalah tahap yang selanjutnya yaitu membaha

Tahapan – tahapan Dalam Tasawuf Untuk Mencapai Ma’rifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat sejarah kehidupan dan perjuangan al-Gazali (450-505 H./1058-1111 M.) yang panjang dan melelahkan untuk mencari pengetahuan yang benar (al-makrifat) yang mampu meyakinkan dan memuaskan batinnya, akhirnya, ia temukan pengetahuan yang benar setelah ia mendalami dan mengamalkan ajaran kaum sufi. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sedekat-dekatnya sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup, taubat, zuhud, wara’, ikhlas, sabar, syukur, qona’ah, tawakal, ridlo, mahabbah,  barulah tercapai ma’rifat. Dengan kata lain ma’rifat  merupakan maqomat tertinggi dimana puncak seorang hamba bersatu dengan sang Khaliq.    Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Ma’rifah dan Tahapan-tahapan untuk mencapai ma’rifat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

TAFSIR AYAT TENTANG KEBUTUHAN DAN KEINGINAN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Al-Quran merupakan mukjizat yang sampai saat ini masih bisa kita pegang dan jumpai. Tak hanya mampu menjadi sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Quran juga mengandung beragam pengetahuan yang mampu mengikuti perkembangan zaman, tak terkecuali dalam hal ekonomi. Begitu banyak ayat al-Quran yang menerangkan mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Terdapat beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan hal tersebut. Di antara ayat tersebut terdapat dalam surat al-Mu’min ayat 80, al-Baqarah ayat 216, dan an-Nisa’ ayat 27 yang perlu dikaji lebih dalam demi terpenuhinya kebutuhan dan keinginan yang sesuai prinsip Islam. B.      Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.       Bagaimana tafsir, kajian ekonomi, serta cotoh nyata dalam surat al-Mu’min ayat 80? 2.       Bagaimana tafsir, kajian eko