SUMBER
HUKUM
DAN PENAFSIRAN HUKUM
Mata
Kuliah Pengantar Ilmu Hukum
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hukum adalah
suatu peraturan tertulis/tidak tertulis dimana disitu terdapat aturan yang
mengatur perilaku manusia serta bersifat memaksa. Hukum sangat diperlukan dalam
suatu komunitas dimana didalamnya dihuni oleh sekelompok individu dan mengatur
individu tersebut untuk bersifat sewajarnya dan tidak mengekang hak orang lain.
Adalah suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam mempelajari ilmu
hukum, sumber hukum merupakan suatu bagian yang terpenting artinya, baik
dilihat dari segi teori maupun dilihat dari segi praktisnya.
Istilah
sumber hukum mengandung beberapa arti tergantung dari sudut mana seseorang
memandangnya. Selain dari pada itu istilah sumber hukum itu dapat diartikan
sebagai sumber hukum dalam arti materil dan sumber hukum dalam arti formal,
sebagai sumber pengenalan dan sumber asal.
Suatu
Undang-undang lahir melalui suatu proses yang panjang yang merupakan jalinan
dari berbagai faktor seperti pengalaman, sejarah, kemasyarakatan,
pandangan-pandangan dan nilai-nilai ideal, kesusilaan dan kesadaran hukum. Dan
semua faktor tadi menentukan terciptanya undang-undang.
Didalam
setiap undang-undang yang tertulis,seperti halnya undang-undang pidana
memerlukansuatu penafsiran. Hal ini disebabkan oleh undang-undang yang tertulis
itu sifatny statis, sulit diubah serta kaku. Walaupun undang-undang telah
tersusun secara sistematis dan lengkap, namun tetap juga kurang sempurna dan
masih terdapat banyak kekurangannya sehingga menyulitkan dalam penerapannya,
oleh karena itu perlu dilakukannya penafsiran.
Tujuan pembuatan
penafsiran undang-undang itu sendiri selalu untuk menentukan arti yng
sebenarnya dari putusan kehendak pembuat undang-undang, yaitu seperti yang
tertulis didalam rumusan dari ketentuan pidana didalam undang-undang, hakim
berkewajiban untuk menafsirkan ketentuan hukum yang setepat-tepatnya yakni apa
yang sebenarnya dimaksud mengenai ketentuan tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam
makalah ini kami menyusun beberapa rumusan masalah sebagai beirikut :
1. Apa pengertian
Sumber Hukum ?
2. Apa saja jenis-jenis sumber hukum
dan penjelasannya ?
3. Apa yang
dimaksud dengan Penafsiran Hukum?
4. Apa saja metode dalam penafsiran
hukum ?
5.
Bagaimana Cara Penerapan Metode Penafsiran Hukum ?
C.
Tujuan
Dalam
rumusan beberapa materi di makalah ini, tujuannya yaitu:
1. Kita dapat
mengetahui pengertian sumber hukum.
2. Kita juga
dapat lebih mengetahui apa saja jenis-jenis sumber hukum juga penjelasannya.
3. Agar dapat
mengetahui juga memahami apa itu penafsiran hukum.
4. Dapat
mengenal apa saja metode dalam melakukan penafsiran terhadap hukum.
5. Kita juga
bisa mengetahui bagaimana cara penerapan metode
penafsiran hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sumber Hukum
Sumber hukum ialah “asal mulanya
hukum” segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan-aturan hukum sehingga
mempunyai kekuatan mengikat. Yang di maksud “segala sesuatu” tersebut adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap timbulnya hukum, darimana hukum
ditemukan atau dari mana berasalnya isi norma hukum.
Sumber hukum pada hakikatnya dapat
dibedakan ada 2 (dua) macam, yakni sumber hukum material dan sumber hukum
formal (Algra), dan (Utracht). Dan menurut Achmad Sanoesi
sumber hukum terdiri dari dua kelompok yaitu sumber hukum normal dan sumber
hukum abnormal. L.J. van Apeldoorn menyatakan bahwa perkataan sumber hukum
dipakai dalam arti sejarah, kemasyarakatan, filsafat, dan arti formal. Dengan
demikian, dapatlah dirumuskan, sumber hukum adalah sesuatu yang menimbulkan
aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan itu dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.
B.
Jenis –
jenis Sumber Hukum
a.
Sumber Hukum
Material
Sumber hukum material adalah
faktor-faktor yang menentukan kaidah hukum, tempat darimana berasalnya isi
hukum, atau faktor-faktor yang menentukan isi hukum yang berlaku. Faktor-faktor
yang menentukan isi hukum dapat dikelompokan atas “faktor ideal (filosofis),
faktor sejarah (historis), dan faktor kemasyarakatan (sosiologis)”.
Faktor ideal (filosofis) adalah
pedoman-pedoman hidup yang tetap mengenai nilai-nilai etika dan keadilan yang
harus dipatuhi oleh para pembentuk undang-undang ataupun oleh lembaga-lembaga
pelaksana hukum dalam melaksanakan tugasnya. Faktor sejarah (historis) adalah
tempat hukum dari sejatah kehidupan, tumbuh kembangnya suatu bangsa dimasa
lalu, misalnya hukum dalam piagam-piagam, dokumen, manuskrip kuno, code
Napoleon, BW, WvK, dan WvS.
Faktor kemasyarakatan (sosiologis)
adalah hal-hal yang nyata hidup dalam masyarakat yang tunduk pada aturan-aturan
tata kehidupan masyarakat. Faktor-faktor kemasyarakatan yang mempengaruhi
pembentukan hukum adalah:
1.
Kebiasaan
atau adat istiadat yang telah mentradisi terus berkembang dalam masyarakat yang
ditaati sebagai aturan tingkah laku tetap.
2.
Keyakinan
tentang agama/kepercayaan dan kesusilaan.
3.
Kesadaran
hukum, perasaan hukum dan keyakinan hukum dalam masyarakat.
4.
Tata hukum
negara-negar lain, misalnya materi hukum perdata, hukum dagang, hukum perdata
internasional diambil dari negara-negara yang lebih maju.
5.
Sumber hukum
formal, yang sudah ada sekarang ini dapat dijadikan bahan untuk menentukan isi
hukum yang akan datang (ius
constituendum).
Menurut Utrecht, sumber hukum
material adalah perasaan hukum (keyakinan hukum) individu dan pendapat umum (publik opinion) yang menjadi determinan
material pembentuk hukum yang menentukan isi kaidah hukum.
b.
Sumber Hukum
Formal
Sumber hukum
formal adalah tempat dari mana dapat ditemukan atau diperoleh aturan-aturan
hukum yang berlaku yang mempunyai kekuatan mengikat masyarakat dan pemerintah
sehingga ditaati. Sumber hukum formal (van Apeldoorn) adalah dari mana
timbulnya hukum yang berlaku (yang mengikat hakim dan penduduk). Berikut adalah
macam – macam sumber hukum formal :
a)
Sumber Hukum Formal Tertulis
Bentuk
sumber-sumber formal yang tertulis ialah
undang-undang, , yurisprudensi, traktat (teaty),
dan doktrin hukum (pendapat atau ajaran ahli hukum).
1.
Undang-Undang
Undang-undang
dapat dibedakan dalam undang-undang dalam arti materil dan undang-undang dalam
arti formal. Undang-undang dalam arti materiel
adalah keputusan penguasa yang dilihat dari segi isinya mempunyai kekuatan mengikat umum.
Undang-undang dalam arti formal adalah keputusan peguasa yang diberi nama
undang-undang disebabkan bentuk yang menjadikannya undang-undang. Di Indonesia
undang-undang dalam arti formal ditetapkan oleh presiden dengan perseujuan
Dewan Perwakilan Rakyat ( pasal 5 ayat 1 ).
Biasanya
undang-undang dalam arti formal memuat ketentuan yang mengikat umum, dengan
demikian undang-undang ini pada umumnya merupakan juga undang-undang dalam arti
materiel.
Contoh
undang-undang dalam arti formal yang bukan undang-undang dalam arti materiel,
misalnya : undang-undang tentang APBN ( pasal 23 (1) UUD 1945 ), undang-undang
kewarganegaan (undang-undang No. 62 ttahun 1985 ) ( Naturalisasi ).
Selanjutnya
undang-undang dapat pula dibedakan dalam : undang-undang tingkat atasan dan
undang-undang tingkat bawahan. Jadi disini dikenal hierarki undang-undang yang
susunannya adalah sebagai berikut :
1)
undang-undang
dalam arti formal.
2)
Ketentuan
umum dibidang tata-pemerintahan atau sering kali disebut peraturan tingkat
pusat.
3)
Peraturan-perauran
daerah ( daerah tingakat I dan daerah tingkat II ).
4)
Peraturn
kota madya.
2.
Hukum
Traktat ( Perjanjian Internasional )
Hukum
traktat adalah perjanjian yang dibuat antar Negara yang di tuangkan dalam
bentuk tertentu. Negara-negara juga bisa membuat perjanjian dengan Negara lain
tanpa peru adanya traktat, misalnya hanya dengan perlu pertukaran nota atau
surat biasa. Meskipun demikian dari segi jurudis surat-surat seperti itu sama
degan traktat. Perjanjian antar Negara sering juga dinamakan konvensi, agreement
dan lain-lain, yang penamaan iu diberikan berhubung dengan isinya.
Prof. DR.
Mochtar Ksuma Atmadja SH, LLM. Mengemukakan bahwa salah satu kesulitan yang
sering dijumpai dalam mempelajari masalah perjanjian ini adalah banyak istilah
yang digunakan ( pengantar hukum internasional, hal 110. ) Cara terjadinya
“Traktat” diatur oleh hukum internsional
dan syarat pembentukannya terdiri atas :
a. Perundingan
;
b. Penutupan ;
c. Pengesahan
dan
d. Pertukaran
piagam-piagam.
Selanjutnya
tergantung dari hukum tata Negara masing-masing Negara yang bersangkutan
mengenai badan-badan yang mana yang berwenang untuk menyelesaikan terjadinya
suatu traktat.
1) Perundingan
Diperlukan
untuk persiapan ada 2 macam yakni :
Traktat bilateral dipersiapkan
dengan perundingan langsung yang dapat terjadi secara lisan atau tertulis
bahkan dengan cara telegrafis.
Traktat kolektif dapat
dipersiapkan dengan cara yang sma dengan Traktat
bilateral jadi Negara yang bersangkutan mengirim utusannya masing-masing
kemudian berunding.
2) Penutupan
Apabila para
utusan Negara yang mengadakan perundingan telah mencapai persetujuan, maka
traktat itu ditutup, artinya eks trakat tersebu ditetapkan dalam satu piagam,
dan disusun perpasal-pasal.
3) Pengesahan
4) Pertukaran
piagam
Traktat berlaku dan
mengikat para pihak yang terlibat jika piagam pengesahan sudah dipertukarkan
diantara Negara-negara yang bersangkutan, untuk traktat kolektif piagam itu
digantikan dengan cara menyimpan piagam iu didalam sebuah arsip dari salah satu
Negara yang menanda tangani traktat itu berdasarkan persetujuan bersama yang
sebelumnya dinyatakan dalam trakat.
Di Indonesia
perjanjian internasional dibuat oleh presiden dengan persetujuan dewan
perwakilan rakyat (DPR).
3.
Putusan Hakim
( Yurisprudensi )
Dalam sistem common law, yurisprudensi
diterjemahkan sebagai suatu ilmu pengetahuan hukum positif dan
hubungan-hubungannya dengan hukum lain. Sedangkan dalam sistem statute law, diterjemahkan sebagai
putusan-putusan hakim terdahulu yang telah berkekuatan hukum tetapp dan diikuti
oleh para hakim tau badan peradilan lain dalam memutuskan perkara atau kasus
yang sama. (Simorangkir, 1987:78)
Menurut Prof. Subekti, yang dimaksud
dengan yurisprudensi adalah putusan-putusan hakim atau pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai pengadilan
kesasi atau putusan MA sendiri yang sudah berkekuatan hukum tetap. Tidak semua
putusan hakim dapat dikategorikan sebagai yurisprudensi, kecuali putusan
tersebut sudah melalui proses eksaminasi dan notasi MA dengan rekomendasi
sebagai putusan yang telah memenuhi standar hukum yurisprudensi.
4. Doktrin (Pendapat Para Ahli)
Doktrin Hukum adalah pendapat para
ahli atau sarjana hukum ternama atau terkemuka. Dalam yurisprudensi dapat
dilihat bahwa hakim sering berpegangan pada pendapat seorang atau beberapa
sarjana hukum terkenal namanya. Pendapar para sarjana hukum itu menjadi dasar
keputusan-eputusan yang akan diambil oleh seorang hakim dalam menyelesaian
suatu perkara.
Doktrin adalah teori-teori yang
diampaikan oleh para sarjana hukum yang ternama yang mempunyai kekuasaan dan
dijadikan acuan bagi hakim untuk mengambil keputusan. Dalam penetapan apa yang
akan menjadi keputusan hakim, ia sering menyebut (mengutip) pendapat seseorang
sarjana hukum mengenai kasus yang harus diselesaikannya, apalagi jika sarjana
hukum itumenentukan bagaimana seharusnya. Pendapat itu menjadi dasar keputusan
hakim tersebut..
Pendapat para sarjana hukum yang
merupakan doktrin adalah sumber hukum. Ilmu hukum itu sebagai sumber hukum,
tapi bukan hukum karena tidak langsung mempunyai kekuatan mengikat sebagaimana
undang-undang ilmu hukum baru mrngikat dan mempunyai kekuatan hukum bilaa
dijadika pertimbangan hukum dalam putusan pengadilan.
b)
Bentuk Hukum Formal yang Tidak Tertulis
1. Hukum Adat
Sudah
dimaklumi bahwa memahami arti hukum hanya berdasarkan definisi saja adalah
sesuatu hal yang mustahil mengingat luasnya ruang lingkup hukum.
Isi dari
hukum berubah-ubah menurut waktu dan tempat, dengan kata lain orang hanya bisa
membedakan nya dari ciri-ciri luarnya saja dan mengenal tatacara pelaksanaan
ketentuan hukum itu.
Hukum adat
merupakan serangkaian tingkah laku yang berulang kali dilakukan oleh seluruh
anggota masyarakat, berdasarkan kesadaran dan keyakinan bahwa tingkah laku itu
pantas. Dan hukum adat itu adalah keseluruhan atau tingkah laku yang “adat” dan
sekaligus dihukumkan pula.
Istilah
hukum adat sebagai hukum tidak tertulis secara resmi dalam undang-undang dasar
sementara ( pasal 32 jo. Pasal 43 ayat (4) ). Meskipun undang-undang dasar 1945
tidak secara tegas menyebut-nyebut mengenai hukum adat, namun berdasarkan pasal
II aturan peralihannya semua ketentuan mengenai hukum-hukum adat sebelum
berlakunya undang-undang dasar 1945 tetap berlaku.
Dalam tata
hukum hindia-belanda dikenal sebuah istilah “adatrech” yang lazimnya diterjemahkan hukum adat, hal mana ditinjau
dari segi isinya sungguh tidak tepat. Adtrech adalah keseluruhan aturan tingkah
laku yang berlaku bagi orang Idonesia asli/ pribumi dan orang timur asing yang
mempunyai kekuatan memaksa dan tidak dikodifikasikan.
Diatas telah
dikatakan bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis demikian pula “adatrech”
sekilas terlihat sama namun sesungguhnya berbeda dan perbedaannya itu terletak
pada hukum adat yakni hukum adat itu tidak tertulis sedangkan adatrech
untuk sebagian meliputi pula hukum yang tertulis atau tercatat ( beschreven reht ).
Jadi didalam
hukum adat terlebih dahulu harus ada suatu perbuatan dan perbuatan tersebut
haruslah dilakukan secara berulang-ulang dan diikuti oleh masyarakat, dengan
kesadaran penuh bahwa memang perbuatan itu sesuai dengan pola sikap-hidup
bersama, barulah kebiasaan itu menjadi adat.
Namun
demikian adat-kebiasaan itu sendiri baru menjadi hukum adat jika dari pihak
penguasa atau pemerintah nya masing-masing seperti pembuat undang-undang,
hakim, dan sebagainya menghukumkan hukum itu menjadi hukum adat.
2. Kebiasaan
Kebiasaan
(Custom). Kebiasaan merupakan tindakan menurut pola tingkah laku yang tetep,
ajeg, dan normal di dalam suatu mastyarakat atau komunitas hidup tertentu.
Sebagai sebuah perilaku yang tetap kebiasaan merupaan perilaku yang selalu
berulang hingga melahirkan satu keyakinan kesadaran bahwa hal itu patut
dilakukan dan memiliki kakuatan yang mengikat.
Tidak semua
kebiasaaan dapat menjadi sumber hukum, kebiasaan yang dapat menjadi sumber
hukum meniscayakan beberapa syarat :
a.
Syarat
materiil adanya perbuatan tingkah laku yang dilakukan berulang-ulang.
b. Syarat
intelektual adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan.
c.
Adanya
akibat hukum apabila kebiasaan dilanggar.
c.
Sumber Hukum
Normal
a.
Sumber hukum normal yang langsung atas
pengakuan undang-undang, yaitu
1)
Undang-undang
2)
Perjanjian antarnegara
3)
Kebiasaan
b.
Sumber hukum normal yang tidak langsung atas pengakuan undang-undang, yaitu
1)
Perjanjan
2)
Doktrin
3)
Yurispudensi
d.
Sumber Hukum
Abnormal
a.
Proklamasi
b.
Revolusi (Coup D’etat)
Salah satu
sumber hukum yang tidak normal (abnormal) ialah revolusi atau Coup D’etat yaitu suatu tindakan dari
warga negara yang mengambil alih kekuasaan diluar cara-cara yang diatur dalam
konstitusi suatu negara.
C.
Penafsiran
Hukum
a. Pengertian Penafsiran Hukum
Penafsiran (interpretasi) menurut
Soedjono Dirdjosisworo,adalah menentukan arti atau makna suatu teks atau bunyi
pasal berdasar pada kaitannya. Adapun R. Soeroso menjelaskan bahwa penafsiran
atau interpretasi ialah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang
tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang dikehendaki serta yang
dimaksud oleh pembuatan undang-undang.
Tujuan pembuatan penafsiran
undang-undang itu sendiri selalu untuk mementukan arti yang sebenarnya dari
putusan kehendak pembuat undag-undang, yaitu seperti yang tertulis di dalam
rumusan dari ketentusn pidana di- dalam undang-undang. Hakim berkewajiban untuk
menafsirkan ketentuan pidana dengan setepat-tepatnya, yakni apa yang sebenarnya
dimaksud dengan rumusan mengenai ketentuan pidana tersebut.
D.
Macam-macam
Metode Penafsiran Hukum
1.
Penafsiran
menurut tata bahasa (grammaticale interpretatie), yaitu memberikan arti
kepada suatu istilah atau perkataan sesuai dengan taya bahas. Misalnya jika
perumusan berbunyi "pegawai negeri menerima suap", maka subjek atau
pelaku di sini adalah pegawai negeri, bukan barang siapa, atau nahkoda.
2. Penafsiran
secara sistematis, yaitu apabila suatu istilah atau perkataan dicantumkan dua
kali dalam satu pasal, atau pada undang-undang, maka pengertiannya harus sama
pula. Misalnya pada pasal 302 KUHP dicantumkan dua kali istilah binatang, maka
kepada kedua istilah itu harus dibetikan pengertian yang sama.
3.
Penafsiran
mempertentangkan (argentum acontario), yaitu menemukan kebalikan dari
pengertian suatu istilah yang sedang dihadapi. Misalnya kebalikan dari
"tiada pidana tanpa kesalahan " adalah pidananya dijatuhlan kepada
seseorang yang padanya terdapat kesalan.
4. Penafsiran
memperluas (extensieve interpretatie), yaitu memperluas pengertian dari
suatu istilah berbeda drngan pengertiannya yang digunakan sehari-hari. Contoh
aliran listrik ditafsirkan sebagai benda.
5. Penafsiran
mempersempit (restrictieve interpretatie), yaitu mempersempit penegertian
dari suatu istilah. Contoh kerugian ditafsirkan tidak termasuk kerugian yang
"tidak berwujud", seperti sakit, cacat, dan sebagainya.
6.
Penafsiran
historis (rech/wets-historis), yaitu mempelajari sejarah yang berkaitan
atau mempelajari pembuatan Undang-Undang yang bersangkutan akan ditemukan
pengertian dari sesuatu istilah yang dihadapi. Contoh seseorang yang melanggar
hukum atau melakukan tindak pidana dihukum denda Rp 250,00 denda sebesar itu
ditetapkan saat ini jelas tidak sesuai maka harus ditafsirkan sesuai dengan
keadaan harga saat ini.
7. Penafsiran
teleologis, yaitu mencari tujuan atau maksud dari suatu peraturan
Undang-Undang. Misalnya tujuan dari pembentukan Mahkamah Militer Luar Biasa
(Mahmillub), UU No.16 Pnps Tahun 1963, ialah untuk mempercepat proses
penyelesaian suatu perkara khusus.
8. Penafsiran
logis, yaitu mencari pengertian dari suatu istilah atau ketentuan berdasarkan
hal-hal yang masuk akal. Cara ini tidak banyak digunakan.
9. Penafsiran
analogi, yaitu memeperluas cakupan atau penhertian dari ketentuan
undang-undang. Contoh, istilah menyambung listrik dianggap sama dengan
mengambil aliran listruk.
10. Penafsiran futuristis, yaitu penafsiran dengan
penjelasan undang-undang dengan berpedoman pada undang-undang yang belum
mempunyai kekuatan hukum, yaitu rancangan undang-undang.
11. Penafsiran komparatif, yaitu penafsiran dengan cara
membandingkan dengan penjelasan berdasarkan perbandingan hukum, agar dapat ditemukan kejelasan suatu ketentuan undang-undang.
12. Penafsiran
Autentik(resmi)
Penafsiran
autentik adalah penafsiran resmi yang diberikan oleh pembuat
undang-undang.Misalnya:Pada pasal 98 KUHP ;”malam” berarti waktu antara
matahari terbenam dan matahari terbit ,dan pasal 97 KUHP : Hari adalah waktu selama
24 jam dan yang di maksud dengan bulan adalah waktu selama 30 hari.
13. Penafsiran Nasional
Penafsiran nassional adalah penafsiran yang menilik sesuai tidaknya dengan sistem hukum yang berlaku .Mislnya :Hak milik Pasaal 570
KUHS sekarang harus ditafsirkan menurut hak milik sistem hukum Indonesia.
E. Cara Penerapan Metode Penafsiran Hukum
Pembuat
undang-undang tidak menetapkan suatu sistem tertentu yang harus di jadikan
pedoman bagi hakim dalam menafsirkan undang-undang.Oleh karena itu hakim bebas
dalam melakukan penafsiran.
Dalam
melaksanakan penafsiran pertama-tama selalu dilakukan penafsira
gramatikal,karna pada hakikatnya untuk memahami teks
peraturan perundang-undangan harus mangerti terlebih dahulu arti
kata-katanya. Apabila perlu dilanjutkan dengan penafsiran otentik yang di
tafsiskan oleh pembuat undang-undang itu sendiri ,kemudian dilanjutka dengan
penafsiran historis dan sosiologis.
Sedapat mungkin semua metode
penafsiran semua dilakukan ,agar didapat makna-makna yang tepat. Apabila semua
metode tersebut tidak menghasilkan makna yang sama, maka wajib di ambil metode
penafsiran yang membawa keadilan setinggi-tingginya, karena memang keadilan
itulah yang di jadikan sasaran pembuat undang-undang pada waktu mewujudkan
undang-undang yang bersangkutan .
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari makalah ini dapat
ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1.
Sumber hukum
ialah “asal mulanya hukum” segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan-aturan
hukum sehingga mempunyai kekuatan mengikat. Yang di maksud “segala sesuatu”
tersebut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap timbulnya hukum,
darimana hukum ditemukan atau dari mana berasalnya isi norma hukum.
2.
Jenis –
jenis sumber hukum:
Didalam sumber hukum tedapat beberapa
jenis yaitu, Undang-undang, Traktat, Doktrin, Yurispudensi, Proklamasi, Revolusi, Kebiasaan dan Adat.
3. Penafsiran hukum
(interpretasi) menurut R. Soeroso menjelaskan bahwa penafsiran atau
interpretasi ialah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang
tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang dikehendaki serta yang
dimaksud oleh pembuatan undang-undang
4. Macam-macam metode penafsiran hukum:
1. Penafsiran
menurut tata bahasa (grammaticale interpretatie),
2. Penafsiran
secara sistematis,
3. Penafsiran
mempertentangkan (argentum acontario)
4. Penafsiran
memperluas (extensieve interpretatie),
5. Penafsiran
mempersempit (restrictieve interpretatie),
6. Penafsiran
historis (rech/wets-historis),
7. Penafsiran
teleologis,
8. Penafsiran
logis
9. Penafsiran
analogi,
10. Penafsiran futuristis,
11. Penafsiran komparatif,
12. Penafsiran Autentik(resmi)
13. Penafsiran Nasional
5.
Dalam
penerapan penafsiran hukum, sedapat mungkin semua metode penafsiran semua
dilakukan ,agar didapat makna-makna yang tepat. Apabila semua metode tersebut
tidak menghasilkan makna yang sama, maka wajib di ambil metode penafsiran yang
membawa keadilan setinggi-tingginya, karena memang keadilan itulah yang di
jadikan sasaran pembuat undang-undang pada waktu mewujudkan undang-undang
yang bersangkutan .
DAFTAR PUSTAKA
×
Asikin, zainal. Pengantar Ilmu Hukum. 2012. Jakarta: Raja Grafindo Persada
×
Apeldoorn, Van. Pengantar Ilmu Hukum, 1985. Jakarta :
Pradnya Paramia
×
CST Kanzil,Pengantar Ilmu
Hukum dan Tata Hukum Indonesia. 1990 ,Jakarta: Pradnya Paramita,
×
Hariri, wawan mukhwan. Pengantar Ilmu Hukum. 2012. Bandung: Pustaka Setia
×
Ishaq. Dasar-dasar Ilmu Hukum. 2008. Jakarta: Sinar Grafika
×
R.Soeroso,Pengantar Ilmu
Hukum,Jakarta :Rajawali Press,2001
×
Sanoesi, Achmad. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia. 1977. Bandung : Tarsito
×
Soedjono Dirdjosisworo,
Pengantar Ilmu Hukum, 1994. Jakarta : Raja Grapindo Persada
×
Soemardi, dedi. Sumber-sumber Hukum Positif. 1980. Bandung: Alumni
×
Sugiarto, said umar. Pengantar Hukum Indonesia. 2013.
Jakarta: Sinar Grafika
×
(Mar
14, 2014).
Comments
Post a Comment