Skip to main content

Aliran-aliran dalam Hukum



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Dalam suatu negara slalu tedapat hukum. Hukum sangat diperlukan dalam suatu komunitas dimana didalamnya dihuni oleh sekelompok individu dan untuk mengatur individu tersebut agar bersifat sewajarnya sesua dengan aturan yang ada. Hukum adalah suatu peraturan tertulis/tidak tertulis dimana terdapat aturan yang mengatur perilaku manusia serta bersifat memaksa.
Dalam sebuah hukum teori merupakan sebuah keberadaan yang sangat penting dalam dunia hukum, karena hal tersebut merupakan konsep dasar yang dapat menjawab suatu masalah.. Dalam penemuan hukum juga terdapat beberapa aliran, dan penerapan humum juga terdapat sebuh penafsiran yang digunakan untuk menentukan arti yang sebenarnya dari putusan kehendak pembuat undang-undang.
Untuk lebih jelaskan akan dibahas mengenai sedikit pengertian hukum, dan membahas aliran hukum.

1.2. Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian hukum?
2.    Bagaimana aliran-aliran dalam hukum?

1.3. Tujuan Makalah
1.    Untuk mengetahui pengertian hukum
2.    Untuk mengetahui aliran-aliran dalam hukum







BAB II
PEMBAHASAN

2.1.       Pengertian Hukum
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan. Namun, sudah menjadi pemakluman bagi siapapun yang menggeluti dunia hukum, bahsa sampai dengan saat ini tidak ada definisi hukum. Immamuel Kant mengatakan bahwa:[1] “noch suchen die juristen eine definition zu ihrem begriffe von recht” (masih juga para serjana hukum mencari-cari suatu definisi tentang hukum). Tidak dapat didefinisikan hukum secara utuh dan memuaskan semua pihak, tidak lain disebabkan oleh karena hukum itu sendiri mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan meliputi banyak aspek atau segi.
Atas dasar itu hukum dapat menjadi berbeda arti, tergantung dari sudut pandang mana orang melihatnya, Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, menginventarisir sejumlah arti hukum yang diberika oleh masyarakat ke dalam beberapa pengertian, sebagai berikut:[2]
1.      Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang tersususn secara sistematis atasdasar kekuatan pemikiran,
2.      Hukum sebagai disiplin, yaitu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi,
3.      Hukum sebagai kaidah, yauti pedoman atau patokan sikap tindak atau perilaku yang pantas atau diharapkan,
4.      Hukum sebagai tata hukum, yakni sebagai struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu di tempat tertentu dan berbentuk tertulis,
5.      Hukum sebagai petugas, yaitu pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement),
6.      Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik dan buruk.
2.2.       Aliran-aliran dalam Hukum
1.        Aliran Hukum Alam            
Aliran Hukum Alam adalah aliran yang tertua dalam sejarah pemikiran manusia tentang hukum menurut aliran ini, selain hukum positif (hukum yang berlaku dimasyarakat) yang merupakan perbuatan manusia, masih ada hukum yang lain yaitu hukum yang berasal dari Tuhan yang disebut Hukum Alam. Pengertian hukum alam dipandang sebagai hukum yang berlaku Universal dan abadi. Hukum alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang sengaja dibuat oleh manusia. Hukum alam mempunyai beberapa arti:      
a.         Hukum alam merupakan ideal-ideal yang menuntun perkembangan hukum dan pelaksanaanya.
b.         Suatu dasar hukum yang bersifat moral yang menjaga jangan sampai terjadi suatu pemisahan secara total antara yang ada sekarang dengan yang seharusnya.       
c.         Suatu metode untuk menemukan hukum yang sempurna.         
d.        Isi hukum yang sempurna yang dapat dideduksikan melalui akal.         
e.         Suatu kondisi yang harus ada bagi kehadiran hukum.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum alam dapat dibedakan menjadi dua:         
1.         Hukum alam sebagai suatu metode: hukum alam yang dipakai sebagai sarana untuk menciptakan peraturan-peraturan yang mampu untuk menghadapi keadaan yang berlainan.
2.         Hukum alam sebagai substansi: hukum alam yang merupakan isi dari suatu norma.[3]
Ada pun fungsi dari keberadaan hukum alam terhadap hukum positif, terletak pada empat fungsi, yaitu:
1)        Fungsi regulatif: hukum alam menjadi dasar pengaturan hukumpositif,
2)        Fungsi komplementer: hukum alam melengkapi aspek batin atau kejiwaan pada hukum positif,
3)        Fungsi  korektif: hukum alam mengevaluasi keterbatasan hukum positif,
4)        Fungsi pemberian sanksi: hukum alam menunjukkan dasar penerapan sanksi. Dengan kata lain, sebenarnya semua hukum buatan manusia atau hukum positif memerlukan hukum alam, terutama untuk memperoleh validasi yang lebih fundamental dan final.[4]
2.        Aliran Positivisme Hukum
Aliran hukum positif ini begitu memaksakan untuk memisahkan antara hukum dengan moral, sehingga hukum itu tidak perlu digantungkan pada nilai-nilai moral. Aliran hukum positif memandang bahwa hukum hanyalah “perintah” dari penguasa, sehingga hukum baru dapat dikatakan sebagai hukum apabila telah ditetapkan oleh penguasa yang berwenang). Aliran hukum positif dapat dibedakan:

1)   Aliran Hukum Positif Analitis           
Yang diplopori John Austin, hukum adalah perintah dari penguasa Negara. Hukum dipandang sebagai suatu system yang tetap, logis, dan tertutup. Austin membedakan hukum dalam dua jenis:[5]
1.      Hukum dari Tuhan untuk manusia,
2.      Hukum yang dibuat oleh manusia.           

2)   Aliran Hukum Murni
Menurut oleh Hans Kelsen. Menurut Kelsen, persoalan keadilan bukanlah urusan hukum tetapi urusan politik. Kelsen memandang teori hukumnya ini merupakan teori tentang hukum positif umum, bukan penafsiran tentang norma hukum nasional atau internasional tertentu, namun ia menyajikan teori penafsiran.[6]

3.        Aliran Utilitarian (Utilitarianisme)                              
Nama yang melekat pada mazhab atau aliran ini bertolak dari istilah Latin “utilis” yang artinya berguna. Mazhab ini meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan dari hukum, maksutnya adalah kebahagiaan.
Bentuk utilitarian pertama kali diperkenalkan oleh filsuf Inggris, Jeremy Bentham (1748-1832), dengan bukunya “Introduction to the Principles of Morals and Legislation”. Menurut Jeremy Bentham alam memberikan kebahagiaan dan kerusakan. Tugas hukum adalah memelihara kebahagiaan dan mencegah kejahatan. Jeremy Bentham sangat percaya bahwa hukum harus dibuat secara utilitarian, melihat gunanya dengan patokan-patokan yang didasarkan pada keuntungan, kesenangan, dan kepuasan manusia.[7]

4.        Aliran Sejarah Hukum        
Munculnya aliran sejarah diperkenalkan oleh Friedrich Karl Von Savigny, Puchta, dan Sir Henry Maine.
1)        Hukum itu lahir dari hukum kebiasaan (custom). Hukum kebiasaan bagi Savigny,[8] merupakan salah satu manifestasi dari hukum posistif.
Menurut Sir Henry Maine perkembangan hukum ke dalam lima tahap perkembangan, yakni sebagai berikut:[9]
1)        Tahap pertama, hukum dibuat dalam budaya yang sedemikian patriarkis, dan mendasarkan dirinya pada perintah personal sang penguasa.
2)        Tahap kedua, masa di mana hukum dimonopoli oleh sekelompok aristikrat dan sekelompok elit masyarakat yang memiliki privilege tertentu (hak istimewa).
3)        Tahap ketiga, tahap ketika hukum-hukum adat yang ada coba dikodifikasikan karena konflik yang terjadi di antara beberapa masyarakat pendukung hukum adat yang bersangkutan.
4)        Tahap keempat, tahap di mana hukum adat mulai ingin dikontekstualisasikan dengan kondisi masyarakat dan kondisi zaman yang mulai berkembang.
5)        Tahap kelima, tahap ketika ilmu hukum memegang peranan yang besar untuk membentuk hukum. 
                                                                                      
5.        Aliran Sosiologycal Jurisprudence
G. W. Paton lebih suka menggunakan istilah metode fungsional untuk menggantikan istilah Sosiologycal Jurispundence untuk menghindari adanya kerancuan antara “Sosiologycal Jurispundence” dengan “Sosiologi Hukum” (Sosiology of Low). Menurut lily Rasjidi, ada perbedaan antara keduannya, Sosiologi Hukum memandang hukum sebagai gejala sosial belaka, dengan pendekatan dari masyarakat ke hukum, sedangkan sosiologycal jurispundence mendekati hubungan hukum dengan masyarakat, mulai dari hukum ke masyarakat. Pelopor aliran S.J. adalah:          
1)      Eugen Ehrlich
Menurutnya hukum positif baru akan memiliki daya berlaku yang evektif apabila berisikan atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat karena titik pusat perkembangan hukum terletak pada masyarakat itu sendiri.
2)   RoscoePound
Ia berpendapat bahwa hukum tidaklah semata-mata sebagai sarana untuk mengendalikan ketertiban dalam masyarakat, tetapi hukum juga dapat berfungsi sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu ( law is a tool of social engineering).           

6.         Aliran Realisme Hukum
Realisme hukum pada dasarnya merupakan aliran yang meninggalkan pembicaraan mengenai hukum yang abstrak. Realisme hukum lebih menitik beratkan pada kajian terhadap pekerjaan-pekerjaan hukum yang praktis dalam menyelesaikan problem-problem dalam masyarakat.   

Pokok-pokok pendekatan kaum realis menurut Liewelyn adalah sebagai berikut :
1)        Hendaknya konsepsi hukum itu menyinggung hukum yang berubah-ubah dan hukum yang diciptakan pengadilan.
2)        Hukum adalah alat untuk mencapai tujuan sosial tertentu.
3)        Masyarakat berubah lebih cepat dari pada hukum, oleh karena itu selalu ada kebutuhan untuk menyelidiki bagaimana hukum itu menghadapi permasalahan sosial yang ada.
4)        Untuk studi dipisahkan antara yang ada dan yang seharusnya.
5)        Tidak mempercayai bahwa peraturan-peraturan dan konsep-konsep hukum itu sudah mencukupi untuk menunjukkan apa yang harus dilakukan pengadilan.
6)        Menolak peraturan hukum sebagai faktor utama dalam pengambilan keputusan.
7)        Mempelajari hukum hendaknya dalam lingkup yang lebih sempit sehingga lebih nyata.
8)        Hendaknya hukukm itu dinilai dari efektivitasnya dan kemanfaatanya.
Dalam aliran ini terdapat beberapa tokoh diantaranya:  




a.      JohnChipmanGray 
Semboyannya yang terkenal ialah “ All the law isn judge-made law”. Yang menyatakan di samping logika sebagai unsure undang-undang, maka unsure kepribadian, prasangka dan faktor-faktor yang lain yang tidak logis memiliki pengaruh yang besar dalam pembntukan hukum.    

b.      Oliver Wendell Holmes Jr.                
Ia memandang apa yang dilakukan oleh pengadilan (hakim) itulah yang disebut dengan hukum. Di samping norma-norma hukum bersama tafsirannya, moralitas hidup dan kepentingan-kepentingan sosial ikut menentukan keputusan para hak.

c.       Axel Hagerstorm  
Menurutnya hukum bersumber dari Tuhan, yang dapat dilihat bagaimana rakyat romawi mentaati hukum secara Irrasional.      

7.        Aliran Freirechtslehre (Hukum Bebas)                                                                             
Aliran ini berpendapat bahwa hakim mempunyai tugas menciptakan (menemukan) hukum. Menurut Sudikno Mertokusumo penemuan hukum bebas bukanlah peradilan yang tidak terikat oleh undang-undang. Hanya saja undang-undang tidak memegang peran utama, ia hanya sebagai alat bantu untuk memperoleh pemecahan yang tepat menurut hukum (yang tidak harus sama dengan penyelesaian undang-undang). Pada aliran ini hakim benar-benar sebagai pencipta hukum, dan keputusannya lebih bersifat dinamis dan uptudate karena senantiasa memperhatikan keadaan dan perkembangan masyarakat.              
Ajaran hukum bebas merupakan suatu ajaran sosiologis radikal yang dikemukakan oleh mazhab realisme hukum Amerika. Teory ini membela suatu kebebasan yang besar bagi sang hakim. Intinnya iyalah bahwa tidak terdapat kebenaran dalam teori-teori, melainkan dalam praktek hidup saja. Tetapi praktek hukum itu adalah tidak lain dari pada kebijaksanaan para hakim. Para hakim itu tidak menafsirkan undang-undang secara teoritis (logis-sistematis), melainkan secara praktis. Maka undang-undang kehilangan keistimewaanya. Seorang hakim seharusnya a creative lawyer: in accordance with justice and aquity.[10]
Di sini hakim akan menjadi raja terhadap undang-undang, di mana ia berkuasa sendiri menciptakan hukum bagi semua anggota-anggota masyarakatnya. Bukankah ini jalan yang sudah mendekat sekali kepada eskes sewenang-wenangan?[11] Perlu dijadikan catatan bahwa terkadang-kadang kurang jelas apakah seorang ahli hukum menganut ajaran hukum bebas secara sungguh-sungguh atau secara terbatas. Bila secara terbatas hukum tetap dipertahankan sebagai aturan yang stabil, bila secara sungguh-sungguh kaidah hukum tinggal sebagai petunjuk relatife saja.[12]

BAB III
PENUTUP 
3.1.        Kesimpulan
Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan. Bagi yang melanggar hukum akan mendapatkan sanksi yang tegas. Dalam hukum terdapat sebuah aliran, ada tujuh aliran dalam hukum yaitu:
1.    Aliran Hukum Alam adalah hukum yang bersumber dari alam,
2.    Aliran Positivisme Hukum yaitu aliran yang memisahkan antara hukum dan moral,
3.    Aliran Utilitarian adalah aliran yang memberikan penjelasan bahwa hukum memberikan kebahagiaan,
4.    Aliran Sejarah Hukum bahwa hukum itu berkembang dari masa ke masa,
5.    Aliran Sosiologycal Jurisprundence memandang hukum sebagai gejala sosial belaka,
6.    Aliran Realisme Hukum lebih menitik beratkan pada kajian terhadap pekerjaan-pekerjaan hukum yang praktis dalam menyelesaikan problem-problem dalam masyarakat, dan
7.    Aliran Hukum Bebas yang mengatakan bahwa hakim mempunyai tugas menciptakan (menemukan) hukum.
Untuk itu, kita hidup di negara hukum sudah sepantasnya untuk patuh dan taat terhadap hukum yang berlaku di Indonesia, dan sebagai generasi muda kita harus memberikan perubahan menjadi lebih baik dan memperbaiki serta menegakkan keadilan di Indonesia.  





DAFTAR PUSTAKA


Soeroso, R.. 2000. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Erwin, Muhamad dan Firman Freaddy Busroh. 2012. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Refika Aditama.
Mahfiana, Layyin. 2005. Ilmu Hukum. Ponorogo: STAIN PO Press
Sumaryono, E.. 2002. Etika Hukum Relevasi Terori Hukum Kodrat Thomas Aquinas. Yogyakarta: Kansinius.
Cahyadi, Antonius dan E. Fernando M. Manullang. 2007 Pengantar ke Filsafat Hukum. Jakarta: Kencana.
Sudarsono. 2007. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: PT Rineka Cipta.



[1] R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hlm. 23.
[2] Muhamad Erwin dan Firman Freaddy Busroh, Pengantar Ilmu HukumI, (Bandung: Refika Aditama, 2012), cet. I, hlm. 3.
[3] Layyin Mahfiana, Ilmu Hukum, (Ponorogo: STAIN PO Press, 2005), hlm. 87-88.
[4] E. Sumaryono, Etika Hukum Relevasi Terori Hukum Kodrat Thomas Aquinas, (Yogyakarta: Kansinius, 2002), hlm. 213.
[5]  Muhamad Erwin dan Firman Freaddy Busroh, Pengantar Ilmu HukumI, (Bandung: Refika Aditama, 2012), cet. I, hlm. 98.
[6]  Muhamad Erwin dan Firman Freaddy Busroh, Pengantar Ilmu HukumI, (Bandung: Refika Aditama, 2012), cet. I, hlm. 99.
[7] Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar ke Filsafat Hukum, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 62.
[8] Muhamad Erwin dan Firman Freaddy Busroh, Pengantar Ilmu HukumI, (Bandung: Refika Aditama, 2012), cet. I, hlm. 101.
[9] Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar ke Filsafat Hukum, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 147-148
[10] Layyin Mahfiana, Ilmu Hukum, (Ponorogo: STAIN PO Press, 2005), hlm. 99-100.
[11] Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), hlm. 119.
[12] Layyin Mahfiana, Ilmu Hukum, (Ponorogo: STAIN PO Press, 2005),  hlm. 100.

Comments

Popular posts from this blog

Cabang Kaidah Masyaqqah Tajlibu Al-taisir

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Syariat Islam tidak mentaklifkan kepada manusia sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh mereka dan sesuatu yang boleh menjatuhkan mereka ke dalam kesusahan atau dengan sesuatu yang tidak bertepatan dan serasi dengan naluri serta tabiat mereka. Masyaqqah atau kesukaran yang akan menjadi sebab kepada keringanan dan dipermudahkan berdasarkan kaedah ini ( masyaqqah tajlibu al-taisir ) ialah masyaqqah yang melampaui hal biasa dan tidak mampu ditanggung oleh manusia pada kebiasaannya, bahkan bisa memudaratkan diri seseorang dan menghalanginya dari melakukan   amal yang berguna. Kesukaran dan kesulitan yang menjadi problematika dan dilema yang terjadi pada mukallaf menuntut adanya penetapan hukum untuk mencapai kemaslahatan dan kepastian hukum guna menjawab permasalahan yang terjadi.  Sebelum adanya makalah ini, terdapat penjelasan tentang qaidah pokok dari masyaqqah tajlibu al-taisir, dan ini adalah tahap yang selanjutnya yaitu membaha

Tahapan – tahapan Dalam Tasawuf Untuk Mencapai Ma’rifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat sejarah kehidupan dan perjuangan al-Gazali (450-505 H./1058-1111 M.) yang panjang dan melelahkan untuk mencari pengetahuan yang benar (al-makrifat) yang mampu meyakinkan dan memuaskan batinnya, akhirnya, ia temukan pengetahuan yang benar setelah ia mendalami dan mengamalkan ajaran kaum sufi. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sedekat-dekatnya sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup, taubat, zuhud, wara’, ikhlas, sabar, syukur, qona’ah, tawakal, ridlo, mahabbah,  barulah tercapai ma’rifat. Dengan kata lain ma’rifat  merupakan maqomat tertinggi dimana puncak seorang hamba bersatu dengan sang Khaliq.    Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Ma’rifah dan Tahapan-tahapan untuk mencapai ma’rifat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

TAFSIR AYAT TENTANG KEBUTUHAN DAN KEINGINAN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Al-Quran merupakan mukjizat yang sampai saat ini masih bisa kita pegang dan jumpai. Tak hanya mampu menjadi sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Quran juga mengandung beragam pengetahuan yang mampu mengikuti perkembangan zaman, tak terkecuali dalam hal ekonomi. Begitu banyak ayat al-Quran yang menerangkan mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Terdapat beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan hal tersebut. Di antara ayat tersebut terdapat dalam surat al-Mu’min ayat 80, al-Baqarah ayat 216, dan an-Nisa’ ayat 27 yang perlu dikaji lebih dalam demi terpenuhinya kebutuhan dan keinginan yang sesuai prinsip Islam. B.      Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.       Bagaimana tafsir, kajian ekonomi, serta cotoh nyata dalam surat al-Mu’min ayat 80? 2.       Bagaimana tafsir, kajian eko