a. Identitas Buku
1.
Judul : Habis Gelap Terbitlah Terang
2.
Penulis : Armijn Pane
3.
Penerbit : Balai Pustaka
4.
Tahun
Terbit : Cetakan keduapuluh empat - 2008
5.
Tebal
Buku : 1,3 cm
b.
Isi
Resume
BAB
1 :
Kata
Pembimbing
Kartini
lahir pada tanggal 28 Rabiulakhir tahun jawa 1808 (21 April 1879) di Mayong, Kabupaten Japara, kemudian sekolah Belanda di
Japara, tempat kedudukan bapaknya menjadi Bupati.
Di
masa sekolah Kartini merasa bebas, tetapi waktu sudah berumur 12 tahun
tiba-tiba dipaksa dipingit. Saat umurnya menginjak 16 tahun dia diperbolehkan
melihat dunia luar lagi. Tetapi Kartini belum puas, dia bersikeras agar tidak
menikah dengan orang yang tidak dikenalnya.
Saat
dipingit, Kartini menghabiskan waktu
dengan membaca, apa saja dibacanya mengerti atau tidak, tidak diperdulikannya,
tidak menjadikannya putus asa. Jika tidak mengerti, diulangi sekali lagi, jika
belum juga, ditigakalikannya.
Pada
tanggal 8 Agustus 1900 Kartini berkenalan dengan Mr. Abendanon, kemudian jalan
cita-cita Kartini banyak terbimbing oleh Mr. Abendanon dan istrinya.
BAB
2 :
Berkenalan
Kami, gadis-gadis masih terantai kepada adat
istiadat lama, hanya sedikitlah memperoleh bahagia dari kemajuan pengajaran
itu. Kami anak perempuan pergi belajar ke sekolah, keluar rumah tiap-tiap hari,
demikian itu saja sudah dikatakan amat melanggar adat.
BAB
3 :
Pada
Kakiku Ternganga Jurang, Di Atas Diriku Melengkung Langit Terang Cuaca
Orang
Belanda menertawakan dan mencemooh kebodohan orang Jawa, tetapi bila kami coba
memajukan diri kami, mereka menganggap sikap kami sebagai ancaman.
Banyak
orang Eropa disini berputih mata melihat orang Jawa, orang yang di bawahnya
perlahan-lahan maju, dan tiap-tiap kali ada saja orang kulit hitam timbul,
membuktikan, bahwa dia ada juga berotak dalam kepalanya dan berhati berjantung
dalam dadanya, tiada bedanya dengan orang kulit putih.
BAB
4 :
Jika
Mendapat Izin dari Bapak
Pemerintah
hendak memakmurkan pulau Jawa, hendak mengajar rakyat pandai berhemat. Apa
gunanya memaksa orang laki-laki menyimpan uang, apabila perempuan yang memegang
rumah tangga. Pemerintah hendak memajukan , mencerdaskan orang jawa, dan
dimulainya memaksa lapisan atas, ialah lapisan bangsawan belajar bahasa
Belanda.
BAB
5 :
Mendapat
Karib Timbul Harapan
Hidup
itu indah dan berbahagia, biarpun banyak juga gelapnya; dan bukankah gelap itu
ada, ialah supaya lebih terang dan tampak yang bercahaya itu.
Maksud
Allah akan kita manusia baik; hidup itu diberikan kepada kita jadi rahmat dan
bukan beban; kita manusia sendiri membuatnya jadi kesengsaraan dan penderitaan.
BAB
6 :
Hampir
Dapat, Lulus Juga
Tidak
dapat percaya, bahwa hidup kami akan biasa saja jadinya, tidak lebih daripada
orang lain, akan tetapi sungguh pun demikian, tidaklah kami bayangkan dalam
hati kami, bahwa hidup kami yang bagus itu akan terkabul juga akhirnya.
BAB
7 :
Harapan
Baru Berbahagia Pula
Directeur
Pengajaran sengaja datang ke rumah Kartini, hendak mendengarkan sendiri
pendapat Bapak tentang usul yang tidak lama lagi hendak disampaikan nya keoada
Pemerintah, ialah usul mendirikan sekolah gadis Bumiputra.
BAB
8 :
Alangkah
Bahagianya Hatiku, Bapak Mufakat
Bapak
sudah berkenan; sudah terkalahkan kesukarannya, sudah tergulingkan batu
rintangan yang sebesar-besarnya. Maksud saya tercapai atau tidak, itu sekarang
bergantung kepada keras atau tidaknya kemauan saya dan ada atau tidaknya
kecakapan saya.
BAB
9 :
Selamat
Berlayarlah Engkau, Cita-cita
Rasa-rasanya
kewajiban pendidik belumlah selesai jika ia hanya baru mencerdaskan pikiran
saja, belumlah boleh dikatakan selesai; dia harus juga mendidik budi pekerti
meskipun tidak ada hukum yang nyata mewajibkan berbuat demikian, perasaan
hatinya yang mewajibkan berbuat demikian.
BAB
10 :
Kami
Merasa Bersyukur Juga, Ya Tuhan
Sudah
jadi kewajiban tiap-tiap orang, yang lebih berbudi dan lebih pandai daripada
sesamanya, membantu dan memimpin mereka dengan pengetahuannya dan kepandaiannya
yang lebih tinggi.
BAB
11 :
Mengenangkan
Jalan Hidup Setahun
Setia,
ialah kata bersahaja, tetapi alangkah besar dan dalam maksudnya. Lebih daripada
cinta; kerap kali, akan menetapi janji setia, haruslah hati teguh lagi.
BAB
12 :
Mencari
Pelipur dan Ketetapan Hati
Sangatlah
inginya hatiku mendapat kesempatan memimpin hati anak-anak, membentuk watak,
mencerdaskan otak muda, mendidik perempuan di masa yang akan datang, perempuan
yang akan menaburkannya dan menyebarkannya lagi.
BAB
13 :
Cita-cita
Mengawang-awang, Di Mana Izin Bapak?
Di
manalah lagi cita-citaku dapat kusebarkan lebih daripada di sekolah, menjadi
pendidik generasi penerus, yang akan menjadi perempuan dan ibu di kemudian
hari.
Dalam
tangan anaklah masa yang akan datang dan dalam tangan ibulah, anak, yaitu masa
yang akan datang itu.
BAB
14 :
Tenang
Berani Terus Berjuang
Tiada
gelap lagi dalam sanubari kamu, damai dan tenang yang sungguh-sungguh telah
turun kedalamnya. Dalam gelap dan kabut itu namapak oleh kami bayang-bayang
bersinar-sinar dengan murninya, melambai-lambai kami dengan ramahnya yakni,
cita-cita kami!
BAB
15 :
Bertambah
Berani, Lawan jadi Kawan
Dan
pendidikan itu janganlah akal saja dipertajam, tetapi budi pun harus dipertinggi.
Besar cita-cita saya, dapat kiranya
berhubungan dengan semua laki-laki terpelajar dan ingin kemajuan,yang
ada di Hindia ini.
BAB
16 :
Berasa
Masygul; Hati Tiga Serangkai Serkah Satu
Teruslah
bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah selama engkau dapat bermimpi! Bila
tiada mimpi, apakah jadinya hidup! Kehidupan yang sebenarnya kejam.
BAB
17 :
Memenungkan
Keadaan Diri Sendiri
Manusia itu haruslah senantiasa mencari bagian yang
terang; bila tiada yang terang, digosoknyalah sedikit bagian yang kelam itu,
demikian caranya supaya dapat hidup dengan riang.
BAB
18 :
Mendapat
Izin dari Ibu Bapak, Cahaya Tuhan Tumbuh dalam Ruh Kami
Kini
ritangan itu telah lenyap; batu besar yang menghalang jalan kami, telah
terguling. Sekarang ini kami berhadapan dengan kesukaran yang kedua, ialah
kesukaran uang.
BAB
19 :
Berseru
Diri kepada Tuhan, Menyelam ke dalam Lautan Jiwa Bangsa
Tuhan sajalah yang akan tahu akan keajaiban dunia;
tangan-Nyalah yang mengemudikan alam seluruhnya; Dialah yang mempertemukan
jalan yang berjauhan letaknya, supaya dapat terjadilah jalan baru.
BAB
20 :
Betapa
Aman Sentosanya Diri Kami, Kami Dilindungi Tuhan, Hati Sanubari Telah Berubah
Hidup itu bukanlah mimpi, melainkan keadaan yang
nyata, kasar tetapi keadaan yang nyata itu tidak buruk, asalkan ada rasa dalam
diri kita, rasa suka akan sesuatu yang indah.
Itulah,
sebabnya aku berkehendak, jika mendidik anak, haruslah juga diusahakan mendidik
watak, yakni yang terutama haruslah juga diusahakan ialah memperkukuh rasa
kemauan anak yang dididik itu. Rasa kemauan itu wajib dibesarkan oleh
pendidikan, terus menerus.
BAB
21 :
Bukan
ke Negeri Belanda, ke Betawi Sajalah
Lebih
banyak kita paham, lebih berkurang rasa dendam dalam hati kita, semakin adil
pertimbangan kita dan semakin kokoh dasar rasa kasih sayang.
BAB
22 :
Menanti-nanti
Jawaban Rekes
Dalam
beberapa bulan yang baru lalu ini, banyaklah kami diajar kehidupan. Diajarnya
kami membedakan sahabat yang sejati dengan yang palsu. Sudah tentulah bahwa
pelajaran itu kami peroleh setelah banyak menanggung duka cita.
BAB
23 :
Menjalankan
Cita-cita
Janganlah
berputus asa, dan jangan menyesali nasib, janganlah hilang kepercayaan hidup.
Kesengsaraan itu membawa nikmat. Yang hari ini terasa berat, besoknya ternyata
rahmat. Cobaan itu adalah usaha pendidikan Tuhan!
BAB
24 :
Masuk
Pelabuhan
Sungguhlah
hidup saya yang akan datang, perubahan yang amat besar, tetapi kami berdua,
bantu-membantu dan tambah-menambah, kami dengan lurus menuju dengan jalan yang
singkat kearah tempat cita-cita kami terkabul untuk keselamatan bangsa kami.
BAB
25 :
Sebagai
Istri
Saya
mengucap syukur, membiarkan saya dibimbing oleh orang yang ditunjukkan Allah
Yang Mahakuasa menjadi pendamping saya seperjalanan menempuh hidup yang luas
kerapkali sangat sukarnya ini.
BAB
26 :
Jika Masa Berkembang
Tiba, Jauhkah Masa Kan Laju?
Apakah artinya lama
waktu merasa kesakitan, bila bahagia yang demikian senangnya itu ada jadi
pahalanya? Saya telah rindu benar menanti biji mataku itu. Sungguhlah senang
benar hati, jika mengetahui, sekian banyak orang turut merasa seperti saya pada
beb
Comments
Post a Comment