Skip to main content

DAM (denda) dalam haji

Bab 1
Pendahuluan
  
1.1  Latar Belakang

Haji merupakan rukun iman kelima setelah syahadar, sholat, zakat, dan puasa. Ibadah haji adalah ibadah yang baik karena tidak hanya menahan hawa nafsu dan menggunakan tenaga dalam mengerjakannya, namun juga semangat dan harta.

Dalam mengerjakan haji, diperlukan penempuhan jarak yang demikian jauh untuk mencapai Baitullah, tentu ada banyak halangan dalam melaksanakan ibadah ini. Maka dari itu dibuat DAM (denda) dalam haji bagi orang yang melanggar amalan – amalan wajib baik disengaja atau tidak dalam ibadah haji atau umroh.

Untuk memperdalam pengetahuan kita tentang DAM (denda) dalam haji  kami membahas sedikit ulasan tentang DAM (denda) dalam haji tersebut.

1.2  Rumusan Masalah

1.      Apakah definisi dari DAM (denda) dalam haji ?
2.      Apa saja macam – macam dari DAM (denda) dalam haji ?
3.      Bagaimana tata cara pembayaran DAM (denda) dalam haji ?


1.3  Tujuan

1.      Mengetahui pengertian DAM (denda) dalam haji.
2.      Mengetahui macam – macam DAM (denda) dalam haji.
3.      Mengetahui tata cara pembayaran DAM (denda) dalam haji.
  
Bab 2
Pembahasan

2.1  Pengertian DAM (denda) dalam ibadah haji

Dam adalah suatu denda yang harus dibayar pleh seseorang yang melanggar amalan – amalan wajib (baik sengaja ataupun tidak) dalam ibadah haji atau umroh, melanggar larangan dalam ihrom, berlaku ihsar bagi orang yang berniat ihram.
Menurut bahasa dam berarti mengalirkan darah dengan menyembelih binatang kurban yang dilakukan pada saat ibadah haji.

2.2  Macam – macam DAM (denda) dalam ibadah haji

Macam – macam DAM (denda) dalam ibadah haji adalah :

a.       Dam tertib dan ta’dil
Dam yang harus dibayar karena melakukan persetubuhan dengan istri sebelum tahallul.

b.      Dam tertib taqdir
Dam yang harus dibayar karena melakukan salah satu perkara sebagai berikut :
·         Melakukan haji tamattu atau qiran
·         Tidak melakukan wukuf di Arafah
·         Tidak melontar jumrah
·         Tidak mabit di Muzdalifah
·         Tidak mabit di Mina
·         Tidak ihram di Miqat
·         Tidak melakukan tawaf wada
·         Tidak memenuhi nazar yang diikrarkan

c.       Dam takhyir dan ta’dil
Membayar dam untuk kesalahan melakukan salah satu perkara dari dua perkara sebagai berikut :
·         Memburu binatang yang boleh dimakan dagingnya (binatang buruan)
·         Menebang, memotong, dan mencabut tanaman di tanah suci


d.      Dam takhyir dan taqdir
Dam yang dibayarkan ketika melakukan perkara – perkara yang dilarang ketika haji atau ihram , sebagai berikut :
·         Memotong, mencabut rambut / bulu badan
·         Mengenakan pakaian terlarang sewaktu haji
·         Memakai minyak wangi pada rambut atau jenggot
·         Memakai wewangian pada badan atau pakaian
·         Bersetubuh sebelum tahallul kedua

2.3  Tata cara pembayaran DAM (denda) dalam haji

a.       Dam tertib dan  ta’dil

Cara membayar DAM :
·         Menyembelih seekor unta
·         Jika tidak mampu, menyembelih seekor lembu
·         Jika tidak mampu, menyembelih 7 ekor kambing
·         Jika tidak mampu, membeli makanan yang sama nilai dengan seekor unta dan disedeqahkan kepada fakir miskin di Makah

b.      Dam tertib dan taqdir

Cara membayar DAM :
·         Menyembelih seekor kambing
·         Jika tidak mampu berpuasa 10 hari yaitu 3 hari di Makah dan 7 hari di tanah air sendiri
·         Memberi makan fakir miskin senilai kambing itu.

c.       Dam takhyir dan ta’dil

Cara membayar DAM :
·         Menyembelih seekor binatang bandingan
·         Jika tidak mampu, membeli makanan yang sama nilai dengan binatang bandingan dan di sedeqahkan kepada fakir miskin di Makah
·         Berpuasa sebanyak bilangan cupak makanan yang dapat dibeli senilai dengan binatang bandingan itu tadi    
d.      Dam takhyir ta’dir

Cara membayar DAM :
·         Menyembelih seekor kambing
·         Jika tidak mampu, bersedeqah kepada fakir miskin sebanyak 2 cupak setiap seorang
·         Jika tidak mampu berpuasa selama 3 hari


Bab 3
Penutup

3.1  Kesimpulan
Dari paparan atau penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan baahwa sesuai dengan makalah “DAM (denda) dalam haji” penulis menyimpulkan bahwa yang disebut DAM yaitu suatu denda yang harus dibayar pleh seseorang yang melanggar amalan – amalan wajib (baik sengaja ataupun tidak) dalam ibadah haji atau umroh, melanggar larangan dalam ihrom, berlaku ihsar bagi orang yang berniat ihram. Dan macam – macam DAM yaitu DAM tertib dan ta’dil, DAM tertib dan taqdir, DAM takhyir dan Ta’dil, DAM takhyir dan taqdir.

3.2  Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak.
Kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan berikutnya.


Comments

Popular posts from this blog

Cabang Kaidah Masyaqqah Tajlibu Al-taisir

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Syariat Islam tidak mentaklifkan kepada manusia sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh mereka dan sesuatu yang boleh menjatuhkan mereka ke dalam kesusahan atau dengan sesuatu yang tidak bertepatan dan serasi dengan naluri serta tabiat mereka. Masyaqqah atau kesukaran yang akan menjadi sebab kepada keringanan dan dipermudahkan berdasarkan kaedah ini ( masyaqqah tajlibu al-taisir ) ialah masyaqqah yang melampaui hal biasa dan tidak mampu ditanggung oleh manusia pada kebiasaannya, bahkan bisa memudaratkan diri seseorang dan menghalanginya dari melakukan   amal yang berguna. Kesukaran dan kesulitan yang menjadi problematika dan dilema yang terjadi pada mukallaf menuntut adanya penetapan hukum untuk mencapai kemaslahatan dan kepastian hukum guna menjawab permasalahan yang terjadi.  Sebelum adanya makalah ini, terdapat penjelasan tentang qaidah pokok dari masyaqqah tajlibu al-taisir, dan ini adalah tahap yang selanjutnya yaitu membaha

Tahapan – tahapan Dalam Tasawuf Untuk Mencapai Ma’rifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat sejarah kehidupan dan perjuangan al-Gazali (450-505 H./1058-1111 M.) yang panjang dan melelahkan untuk mencari pengetahuan yang benar (al-makrifat) yang mampu meyakinkan dan memuaskan batinnya, akhirnya, ia temukan pengetahuan yang benar setelah ia mendalami dan mengamalkan ajaran kaum sufi. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sedekat-dekatnya sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup, taubat, zuhud, wara’, ikhlas, sabar, syukur, qona’ah, tawakal, ridlo, mahabbah,  barulah tercapai ma’rifat. Dengan kata lain ma’rifat  merupakan maqomat tertinggi dimana puncak seorang hamba bersatu dengan sang Khaliq.    Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Ma’rifah dan Tahapan-tahapan untuk mencapai ma’rifat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

TAFSIR AYAT TENTANG KEBUTUHAN DAN KEINGINAN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Al-Quran merupakan mukjizat yang sampai saat ini masih bisa kita pegang dan jumpai. Tak hanya mampu menjadi sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Quran juga mengandung beragam pengetahuan yang mampu mengikuti perkembangan zaman, tak terkecuali dalam hal ekonomi. Begitu banyak ayat al-Quran yang menerangkan mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Terdapat beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan hal tersebut. Di antara ayat tersebut terdapat dalam surat al-Mu’min ayat 80, al-Baqarah ayat 216, dan an-Nisa’ ayat 27 yang perlu dikaji lebih dalam demi terpenuhinya kebutuhan dan keinginan yang sesuai prinsip Islam. B.      Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.       Bagaimana tafsir, kajian ekonomi, serta cotoh nyata dalam surat al-Mu’min ayat 80? 2.       Bagaimana tafsir, kajian eko