Skip to main content

Kepemimpinan Pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Pengertian Kepemimpinan Pendidikan
Pemimpin adalah subjek atau pelaku dari unsur-unsur yang terdapat dalam kepemimpinan, yaitu adanya kekuasaan, pengaruh, kekuatan dan pemegang tanggung jawab utama bagi seluruh kegiatan yang dilakukan oleh bawahannya.[1]
Kepemimpinan merupakan sifat sifat dari pemimpin dalam memikul tanggung jawabnya atas seluruh kegiatan yang dilakukan oleh bawahannya. Kepemimpinan dapat diartikan sebagai sifat-sifat yang dimiliki seorang pemimpin. Dalam lembaga pendidikan, misalnya, sekolah dipimpin kepala sekolah yang mendelegasikan kepemimpinannya kepada wakil kepala sekolah atau pejabat lainnya yang berada dibawahnya. Demikian pula, dengan rector sebagai pemimpin diperguruan tinggi dapat mendelegasikankepemimpinannya kepada pemimpin dibawahnya menurut tugas dan fungsinya masing-masing., misalnya, kepada pembantu rektor 1 untuk menjalankan tugas-tugas akademik.[2]
B.     Gaya Dan Sikap Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seseorang pemimpin, yang menyangkut kemapuannya dalam memimpin yang dapat mempengaruhi bawahannya. Perwujudannya tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh E. Mulyasa menyatakan bahwa cara yang dipergunakan pemimpin dalam memengaruhi para pengikutnya tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan. “Dalam konteks pendidikan, seperti yang dikatakan oleh Edward Sulis, bahwa gaya kepemimpinan tertentu dapat mengantarkan institusi pada revolusi mutu.
Gaya kepemimpinan seorang pemimpin pada dasarnya dapat diterangkan melaui tiga aliran teori berikut.
1.      Teori Genetis (Keturunan)
Inti dari teori menyatakan bahwa Leader are born and nor made (pemimpin itu diahirkan bakat bukan dibuat). Para penganut aliran ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia dilahirkan dengan bakat kepemimpinan.
2.      Teori Sosial
Inti aliran teori ini ialah bahwa Leader are made and not born (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi, teori ini merupakan kebailak inti teori genetika. Para penganut ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberi pendidikan dan pengalama yang cukup.
3.      Teori Ekologis
Kedua teori ekstrem diatas tidak seluruhnya mengandung kebenaran. Oleh karena itu, sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yag disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memilki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangka melaui pendidikan yang terartur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Namun demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan sosok pemimpin yang baik.[3]
Dalam kepemimpinan terdapat beberapa fungsional yang melekat pada seorang pemimpin, yaitu:[4]
1.      Watak dan kewibawaan seorang pemimpin
2.      Kekuasaan dalam pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawaannya
3.      Hierarki kekuatan structural
4.      Ketegasan dalam pengambilan kekuasaan
5.      Kecerdasan menganalisis persoalan yang menyangkut kepentingan umum.
Sifat-sifat pemimpin yang utama adalah sebagai berikut:
1.      Energik, artinya memiliki semangat yang tinggi dan terbaik dibandingkan dengan bawahannya
2.      Emosinya stabil, yaitu telaten dalam melaksanakan tugas-tugasnya
3.      Mampu menbangun relasi dengan seluruh bawahannya dan dengan lingkuangan eksternal organisasinya
4.      Memiliki motivasi yang kuat didalam jiwanya untuk memimpin dengan baik.
5.      Idealis: memiliki gagasan dan cita-cita yang sangat tinggi untuk dirinya dan untuk organisasinya
6.      Ahli dalam membimbing dan mengarahkan anak buahnya
7.      Terampil dalam mengendalikan organisasi
8.      Rasional dalam memecahkan masalah
9.      Inovatif, kreatif, dan konstruktif
10.  Sehat jasmani dan rohani, serta memiliki keahlian teknis, jujur, manah, dan berpengalaman, penuh tanggung jawab serta demokratis.
C.     Pemimpin Yang Ideal Bagi Lembaga Pendidikan
Pemimpin yang ideal untuk ; lembaga pendidikan adalah yang memiliki sifat-sifat sebagai berikit:[5]
1.      Capacity, meliputi:
a.       Kecerdasan
b.      Kewaspadaan
c.       Kemampuan bicara
d.      Keterampilan
e.       Kemampuan nilai
2.      Achievement, meliputi:
a.       Geler kesarjanaan
b.      Pengetahuan
c.       Keberhasilan
d.      Kesehatan jasmani dan rohani
3.      Responsibility, meliputi:
a.       Mandiri dan berinisiatif
b.      Tekun
c.       Agresif, dan percaya diri
4.      Participation, meliputi:
a.       Aktif,dan adaptif
b.      Pandai membangin team works
5.      Status, meliputi:
a.       Kedudukan social ekonomi
b.      Popularitas
6.      Situation, meliputi:
a.       Mental yang baik
b.      Status
c.       Skill
d.      Energik
e.       Dll
Mempertimbangkan idealism kepemimpinan yang ingin diraih oleh lembaga pendidikan, sebaiknya mengaju kepada nabi Muhammad SAW. Sifat-sifat nabi sebagai berikut;
·            Shidik              : jujur
·            Amanah           : dapat dipercaya
·            Tabligh                        : menyampaikan
·         Fathonah          : cerdas
D.    Tipe-tipe Kepemimpinan
1.      Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership). Dalam sistem kepemimpinan ini, segala tindakan dilakukan dengan mengadakan kontrak pribadi.
2.      Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership). Segala sesuatu kebijaksanaan yang dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau media non-pribadi, baik rencana, perintah, juga pengawasan.
3.      Tipe kepemimpinan otoriter (autoritotian leadership). Pemimpin otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti, dan tertib.
4.      Tipe kepemimpinan demokratis (democration leadership). Pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggungjawab tentang terlaksnannya tujuan bersama. Agar setiap anggota turut bertanggungjawab maka seluruh anggita ikut serta dalam segala kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilain. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan.
5.      Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis leadership). Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapak an dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya adalah untuk melindungi dan untuk memberikan arahan seprti halnya  seorang bapak kepada anakanya.
6.      Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership).  Biasanya timbul dari kelompok orang-orang informal tempat mungkin mereka berlatih dengan adanya sistem kompetisi sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan dan biasanya akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan diantara yang ada dalam kelompok tersebut menurut bidang keahliannya dimana ia ikut berkecimpung.[6]
E.     Model Kepemimpinan
1.      Model Kepemimpinan Kontinum (Otokratis-Demokratis)
Pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi eksterm yang disebut dengan perilaku otokratis sampai cara dengan menonjolkan sisi ekstrem lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku otokratis pada umumnya dinilai bersifat negataif, ketika sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi, otoritas berada di tangan pimpinan karena pemusatan kekuatan dn pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggungjawab penuh, sedangkan bawahanya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat, antara lain pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas dan selalu memberikan arahan kepada bawahannya.
2.      Model Kepemimpinan  Ohio
Dalam penelitiannya, Universitas Ohio melahirkan teori dua faktor tentang gaya kepemimpinan, yaitu struktur inisiasi dan konsiderasi. Struktur inisiasi mengacu kepada perilaku kepemimpinan dalam menggambarkan hubungan antara dirinya dengan anggota kelompok kerja dalam upaya membentuk pola organisasi, saluran kominikasi, dan metode atau prosedur yang ditetapkan dengan baik. Adapun konsiderasi mengacu kepada perilaku yang menunjukkan persahabatan, kepercayaan timbal-balik, rasa hormat, dan  kehangatan dalam hubungan anatara pemimpin dengan anggota stafnya (bawahan).
3.      Model Kepemimpinan Likert (Likert management system)
a)      Sistem Otoriter (sangat Otokratis)
Dalam sistem ini, pimpinan menentukan semua keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan dan memerintahkan semua bawahan untuk menajalankannya. Untuk itu, pimpinan juga menentukan standar pekerjaan yang harus dijalankan oleh bawahan. Dalam menjalankan pekerjaannnya, pimpinan cenderung menerapkan ancaman dan hukuman. Oleh karena itu, hubungan antara pimpinan dan bawahan berhasil bekerja dengan baik. Namun demikian, pada sistem ini pun, sikap pemimpin yang selalu memerintah tetap dominan.
b)      Sistem Otoriter Bijak (Otokratis Paternalistik)
Perbedaan dengan sebelumnya adalah terletak kepada adanya fleksibilitas pimpinan dalam menetapkan standar yang ditandai dengan meminta pendapat kepada bawahan. Selain itu, pimpinan dalam sistem ini juga sering memberikan pjian dan bahkan hadiah kerika bawahan berhasil bekerja dengan baik.. Namun demikian, pada sistem ini pun, sikap pemimpin yang selalu memerintah tetap dominan.
c)      Sistem Konsultif
Kondisi lingkungan kerja pada sistem ini dicirikan adanya pola komunikasi dua arah anatara pemimpin dan bawahan. Pemimpin dalam konteks ini, dalam menerapkan kepemimpimpinannya cenderung lebih bersifat mendukung. Selain itu, sistem kepemimpinan ini juga tergambar pada pola penetapan target atau sasaran organisasi yang cenderung bersifat konsultatif dan memungkinkan diberikannya wewenang pada bawahan pada tingkatan tertentu.
d)      Sistem Partisipasif
Pada sistem ini, pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang lebih menekankan pada kerja kelompok sampai ditingkat bawah. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemimpin biasanya menunjukkan keterbukaan dan memberikan kepercayaan yang tinggi pafda bawahan sehingga dalam proses pengambilan keputusan dan penentuan target pimpinan selalu melibatkan bawahan.
4.      Pola Kepemimpinan Managerial Grid
Dalam model manajerial grid yang disampaikan oleh Blake dan Mouton, Seperti yang dikutip oleh E. Mulyasa, memperkenalkan model kepemimpinan yang ditinjau dari perhatiannya terhadap produksi atau tugas dan perhatian pada orang. Perhatian pada produksi (tugas) adalah sikap pemimpin yang menekankan mutu keputusan, prosedur, mutu pelayanan staf, efisiensi kerja, dan jumlah pengeluaran, Sedangkan perhatian kepada orang adalah sikap pemimpin yang memerhatikan anak buah dalam rangka pencapaian tujuan.
5.      Model Kontingensi Fiedler
Dalam teori kontingesi (kemungkinan), variabel-variabel yang berhubugan dengan kepemimpinan dalam pencapaian tugas merupakan suatu hal yang sangat menentukan pada gerak akselerasi pencapaian tujuan organisasi. Dalam memunculkan teori ini, perhatian Fiedler pada perbedaan gaya motivasional dari pemimpin.
Gaya kepemimpinan yang paling sesuai bagi sebuah organisasi bergantung pada situasi simana pemimpin bekerja. Menrut model kepemimpinan ini, terdapat tiga variabel utama yang cenderung menentukan apakah situasi menguntungkan bagi pimpinan ataua tidak. Ketiga variabel utama tersebut adalah sebagai berikut.
a)      Hubugan pribadi pemimpin dengan para anggota kelompok (hubungan pemimpin-anggota).
b)      Kadar struktur tugas  yang ditugaskan kepada kelompok untuk dilaksanakan (struktur tugas).
c)      Kekuasaan dan wewenang posisi yang dimiliki (kuasa posisi).[7]



[1] Miftah thoha, kepemimpinan dalam manajemen:suatu pendekatan perilaku, (Jakarta: PT raja grafindo, 1995), 3.
[2] Hikmat, manajemen pendidikan, (bandung: pustaka setia, 2009),249.
[3] Abd Wahab & Umiarso,Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spritual,(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media,2011), cet 1, 92-94.
[4] Hikmat, manajemen pendidikan,.253.
[5] Ibid.,261-262.
[6] Abd Wahab & Umiarso,Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spritual,(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media,2011), cet 1, 94-95.

[7] Ibid.,97-105.

Comments

Popular posts from this blog

Cabang Kaidah Masyaqqah Tajlibu Al-taisir

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Syariat Islam tidak mentaklifkan kepada manusia sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh mereka dan sesuatu yang boleh menjatuhkan mereka ke dalam kesusahan atau dengan sesuatu yang tidak bertepatan dan serasi dengan naluri serta tabiat mereka. Masyaqqah atau kesukaran yang akan menjadi sebab kepada keringanan dan dipermudahkan berdasarkan kaedah ini ( masyaqqah tajlibu al-taisir ) ialah masyaqqah yang melampaui hal biasa dan tidak mampu ditanggung oleh manusia pada kebiasaannya, bahkan bisa memudaratkan diri seseorang dan menghalanginya dari melakukan   amal yang berguna. Kesukaran dan kesulitan yang menjadi problematika dan dilema yang terjadi pada mukallaf menuntut adanya penetapan hukum untuk mencapai kemaslahatan dan kepastian hukum guna menjawab permasalahan yang terjadi.  Sebelum adanya makalah ini, terdapat penjelasan tentang qaidah pokok dari masyaqqah tajlibu al-taisir, dan ini adalah tahap yang selanjutnya yaitu membaha

Tahapan – tahapan Dalam Tasawuf Untuk Mencapai Ma’rifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat sejarah kehidupan dan perjuangan al-Gazali (450-505 H./1058-1111 M.) yang panjang dan melelahkan untuk mencari pengetahuan yang benar (al-makrifat) yang mampu meyakinkan dan memuaskan batinnya, akhirnya, ia temukan pengetahuan yang benar setelah ia mendalami dan mengamalkan ajaran kaum sufi. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sedekat-dekatnya sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup, taubat, zuhud, wara’, ikhlas, sabar, syukur, qona’ah, tawakal, ridlo, mahabbah,  barulah tercapai ma’rifat. Dengan kata lain ma’rifat  merupakan maqomat tertinggi dimana puncak seorang hamba bersatu dengan sang Khaliq.    Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Ma’rifah dan Tahapan-tahapan untuk mencapai ma’rifat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

TAFSIR AYAT TENTANG KEBUTUHAN DAN KEINGINAN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Al-Quran merupakan mukjizat yang sampai saat ini masih bisa kita pegang dan jumpai. Tak hanya mampu menjadi sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Quran juga mengandung beragam pengetahuan yang mampu mengikuti perkembangan zaman, tak terkecuali dalam hal ekonomi. Begitu banyak ayat al-Quran yang menerangkan mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Terdapat beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan hal tersebut. Di antara ayat tersebut terdapat dalam surat al-Mu’min ayat 80, al-Baqarah ayat 216, dan an-Nisa’ ayat 27 yang perlu dikaji lebih dalam demi terpenuhinya kebutuhan dan keinginan yang sesuai prinsip Islam. B.      Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.       Bagaimana tafsir, kajian ekonomi, serta cotoh nyata dalam surat al-Mu’min ayat 80? 2.       Bagaimana tafsir, kajian eko