Skip to main content

Islam, Negara dan Demokrasi di Indonesia



Indonesia merupakan negagara Pancasila dimana negara tidak bertanggung jawab terhadap doktrin agama termasuk juga islam. Oleh karena itu dakwah dalam penyebaran agama islam terhadap publik di Indonesia ini di prakasai oleh organisasi masyarakat Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Untuk itu agama bukanlah domain negara melainkan domain dari masyarakat sipil atau ruang publik. Organisasi islam terbesar kedua di Indonesia, Muhammadiyah didirikan tahun 1912 di Jawa Tengah, dan Nahdlatul Ulama sebagai organisasi islam terbesar pertama didirikan pada tahun 1926 di Jawa Timur. Kedua organisasi Islam ini didirikan bahkan sebelum pembentukan Indonesia sebagai negara yang merdeka. Muhammadiyah memiliki ribuan sekolah, Universitas atau perguruan tinggi dan rumah sakit serta berorientasi religius agak modern. Sedangkan Nahdlatul Ulama (NU) memiliki ribuan pesantren (pesantren tradisional atau madrasah) dan berorientasi agak tradisionalis. Kedua organisasi sipil ini telah memberikan kontribusi dan mendukung indonesia sebagai negara Muslim yang menampung dan menyesuaikan prinsip pemerintahan modern. Kedua organisasi ini juga memiliki sosial budaya sendiri, dimana Nahdlatul Ulama lebih menarik muslim pedesaan karena Nahdlatul Ulama memberikan agama yang membuat penganut pedesaan nyaman dengan tradisi lokal dan daerah mereka. Sedangkan muslim perkotaan lebih tertarik untuk masuk ke dalam Muhammadiyah karena semangat reformisme islam yang memenuhi kebutuhan perkotaan.
Kedua organisasi sipil ini, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah juga pernah mengalami ketegangan tetapi tidak pernah menjadi perselisihan yang serius dan pertentangan antara kedua organisasi ini. Hal ini dapat dilihat dalam keduanya yang tidak mendebatkan tentang perlunya mengubah indonesia dari negara pancasila ke negara Islam dan keduanya juga pernah berbeda pemahaman tentang penggunaan islam sebagai dasar negara. Muhammadiyah telah lama menempatkan Islam sebagai landasan ideologis, tetapi pada tahun 1985, Muhammadiyah chan- ged dan menyatakan Pancasila sebagai dasar organisasinya tunggal. Satu tahun sebelumMuhammadiyah, pada tahun 1985, Nahdlatul Ulama telah menyatakan Pancasila sebagai dasar ideologi organisasi. Perubahan landasan ideologis dari Islam ke Pancasila adalah bukti dari  kedua organisasi untuk komitmen mereka untuk bentuk Indonesia sebagai negara yang mengelola secara terpisah domain agama dan domain negara.
Selain di organisasi-organisasi islam, umat muslim indonesia juga banyak yang berpartisipasi aktif dalam partai politik, hal ini dapat dlihat dari jumlah pemilih dalam pemilihan umum yang lebih dari 70% sejak era reformasi. Yang menarik dari hal ni adalah orang-orang muslim tidak hanya menjadi anggota partai-partai muslim melainkan juga banyak yang menjadi anggota partai sekuler dan nasionalis. Hal ini terbukti dalam dalam hasil pemilihan umum, dimana sebagian besar umat islam indonesia memberikan suara mereka untuk partai sekuler yaitu  Partai Demokrat, GOLKAR (Golongan Karya), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dll. Sedangkan partai islam seperti Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional Dan Partai Kebangkitan Bangsa kurang memperoleh penilaian yang mampu melampaui Partai nasionalis. setelah lengsernya Suharto, perkembangan politik Muslim Indonesia dan ruang publiknya sedang menuju arah yang berbeda yang lebih berorientasi pada penegakan syariah. Hal ini dapat dilihat dari putusan hukum negara yang menyatakan bahwa wajib untuk semua organisasi Islam dan partai politik untuk mendasarkan organisasi mereka pada pancasila. 
Dalam negara demokrasi, organisasi massa dan partai politik memiliki kebebasan mereka termasuk mengekspresikan keyakinan mereka dalam bidang politik. Sebagai respon hal ini dapat dilihat dari Partai Persatuan Pembangunan dan Majlis Ulama Indonesia. Mereka mengubah ideologi mereka dari pancasila ke Islam. Dalam PPP, untuk memberikan kesan bagi pemilih muslim mereka menggunakan simbol ka’bah pada lambang partai mereka yang dulunya pada order baru berupa bintang.


Comments

Popular posts from this blog

Cabang Kaidah Masyaqqah Tajlibu Al-taisir

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Syariat Islam tidak mentaklifkan kepada manusia sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh mereka dan sesuatu yang boleh menjatuhkan mereka ke dalam kesusahan atau dengan sesuatu yang tidak bertepatan dan serasi dengan naluri serta tabiat mereka. Masyaqqah atau kesukaran yang akan menjadi sebab kepada keringanan dan dipermudahkan berdasarkan kaedah ini ( masyaqqah tajlibu al-taisir ) ialah masyaqqah yang melampaui hal biasa dan tidak mampu ditanggung oleh manusia pada kebiasaannya, bahkan bisa memudaratkan diri seseorang dan menghalanginya dari melakukan   amal yang berguna. Kesukaran dan kesulitan yang menjadi problematika dan dilema yang terjadi pada mukallaf menuntut adanya penetapan hukum untuk mencapai kemaslahatan dan kepastian hukum guna menjawab permasalahan yang terjadi.  Sebelum adanya makalah ini, terdapat penjelasan tentang qaidah pokok dari masyaqqah tajlibu al-taisir, dan ini adalah tahap yang selanjutnya yaitu membaha

Tahapan – tahapan Dalam Tasawuf Untuk Mencapai Ma’rifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat sejarah kehidupan dan perjuangan al-Gazali (450-505 H./1058-1111 M.) yang panjang dan melelahkan untuk mencari pengetahuan yang benar (al-makrifat) yang mampu meyakinkan dan memuaskan batinnya, akhirnya, ia temukan pengetahuan yang benar setelah ia mendalami dan mengamalkan ajaran kaum sufi. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sedekat-dekatnya sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup, taubat, zuhud, wara’, ikhlas, sabar, syukur, qona’ah, tawakal, ridlo, mahabbah,  barulah tercapai ma’rifat. Dengan kata lain ma’rifat  merupakan maqomat tertinggi dimana puncak seorang hamba bersatu dengan sang Khaliq.    Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Ma’rifah dan Tahapan-tahapan untuk mencapai ma’rifat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

TAFSIR AYAT TENTANG KEBUTUHAN DAN KEINGINAN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Al-Quran merupakan mukjizat yang sampai saat ini masih bisa kita pegang dan jumpai. Tak hanya mampu menjadi sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Quran juga mengandung beragam pengetahuan yang mampu mengikuti perkembangan zaman, tak terkecuali dalam hal ekonomi. Begitu banyak ayat al-Quran yang menerangkan mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Terdapat beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan hal tersebut. Di antara ayat tersebut terdapat dalam surat al-Mu’min ayat 80, al-Baqarah ayat 216, dan an-Nisa’ ayat 27 yang perlu dikaji lebih dalam demi terpenuhinya kebutuhan dan keinginan yang sesuai prinsip Islam. B.      Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.       Bagaimana tafsir, kajian ekonomi, serta cotoh nyata dalam surat al-Mu’min ayat 80? 2.       Bagaimana tafsir, kajian eko