Skip to main content

Sifat wanita yang dianjurkan untuk dipinang


عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: تُنْكَحُ اْلمَرْأَةُ ِلاَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَ لِحَسَبِهَا وَ لِجَمَالِهَا وَ لِدِيْنِهَا. فَاظْفَرْ لِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ. الجماعة الا الترمذى
Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat hal : karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang beragama, (jika tidak) maka celakalah kamu”. [HR. Jamaah kecuali Tirmidzi]
عَنْ جَابِرٍ رض عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: اِنَّ اْلمَرْاَةَ تُنْكَحُ عَلَى دِيْنِهَا وَ مَالِهَا وَ جَمَالِهَا فَعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّيْنَ تَرِبَتْ يَداَكَ. مسلم و الترمذى و صححه
Dan dari Jabir RA, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya wanita itu dinikahi karena agamanya, hartanya dan kecantikannya. Maka hendaklah engkau (memilih) wanita yang beragama, (jika tidak) celakalah kamu”. [HR. Muslim dan Tirmidzi. Tirmidzi mengesahkannya]
عَنْ اَنَسٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ يَأْمُرُ بِاْلبَاءَةِ وَ يَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيْدًا وَ يَقُوْلُ: تَزَوَّجُوا اْلوَدُوْدَ اْلوَلُوْدَ فَاِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلاَنْبِيَاءَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ. احمد
Dari Anas, bahwa sesungguhnya Nabi SAW memerintahkan menikah dan melarang membujang dengan larangan yang keras, dan beliau pun bersabda, “Nikahilah wanita yang penyayang lagi yang bisa memberi keturunan yang banyak, karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kalian di hadapan Nabi-nabi pada hari qiyamat”. [HR. Ahmad]
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ اِلَى النَّبِيِّ ص فَقَالَ: اِنِّى اَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَ جَمَالٍ وَ اِنَّهَا لاَ تَلِدُ، فَاَتَزَوَّجُهَا؟ قَالَ: لاَ. ثُمَّ اَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ اَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ: تَزَوَّجُوا اْلوَدُوْدَ اْلوَلُوْدَ، فَاِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمْ اْلاُمَمَ. ابو داود و النسائى
Dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata : Seorang laki-laki menghadap Nabi SAW lalu ia bertanya, “Sesungguhnya aku telah jatuh cinta kepada seorang perempuan bangsawan lagipula cantik, tetapi ia mandul, apakah aku boleh mengawininya ?”. Beliau bersabda, “Jangan”. Kemudian laki-laki itu datang lagi kedua kalinya, tetapi Nabi SAW tetap melarangnya. Kemudian ia datang lagi ketiga kalinya, lalu beliau bersabda, “Kawinilah wanita yang penyayang dan bisa memberi keturunan yang banyak, karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kalian dari ummat-ummat lain”. [HR. Abu Dawud dan Nasai]
عَنْ جَابِرٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ لَهُ: يَا جَابِرُ تَزَوَّجْتَ بِكْرًا اَمْ ثَيِّبًا؟ قَالَ: ثَيِّبًا. فَقَالَ: هَلاً تَزَوَّجْتَ بِكْرًا تُلاَعِبُهَا وَ تُلاَعِبُكَ؟ الجماعة
Dari Jabir, bahwa sesungguhnya Nabi SAW pernah bersabda kepadanya, “Hai Jabir, kamu mengawini seorang gadis atau janda ?”. Jabir menjawab, “Janda”. Lalu Nabi SAW bersabda, “Mengapa kamu tidak mengawini gadis saja, sehingga kamu dapat bercanda dengannya dan diapun dapat bercanda denganmu ?”. [HR. Jamaah]

Larangan meminang pinangan orang lain
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اَلْمُؤْمِنُ اَخُو اْلمُؤْمِنِ فَلاَ يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ اَنْ يَبْتَاعَ عَلَى بَيْعِ اَخِيْهِ وَ لاَ يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ اَخِيْهِ حَتَّى يَذَرَ. احمد و مسلم
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin itu saudara orang mukmin yang lain, maka tidak halal bagi seorang mukmin menawar atas tawaran saudaranya, dan tidak boleh ia meminang atas pinangan saudaranya sehingga saudaranya itu meninggalkannya”. [HR. Ahmad dan Muslim]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ اَخِيْهِ حَتَّى يَتْرُكَ اْلخَاطِبُ قَبْلَهُ اَوْ يَأْذَنَ لَهُ اْلَخَاطِبُ. احمد و البخارى و النسائى
Dan dari Ibnu Umar RA sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Tidak boleh seseorang meminang atas pinangan saudaranya sehingga peminang sebelumnya itu meninggalkan atau memberi ijin kepadanya”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Nasai]

Kebolehan melihat pinangan
عَنِ اْلمُغِيْرَةِ بْنِ شُعْبَةَ اَنَّهُ خَطَبَ امْرَأَةً فَقَالَ النَّبِيُّ ص: اُنْظُرْ اِلَيْهَا فَاِنَّهُ اَحْرَى اَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا. الخمسة الا ابا داود
Dari Mughirah bin Syu’bah, sesungguhnya ia pernah meminang seorang wanita, lalu Nabi SAW bersabda, “Lihatlah dia, karena sesungguhnya hal itu lebih menjamin untuk melangsungkan hubungan kamu berdua”. [HR. Khamsah kecuali Abu Dawud]
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ ص يَقُوْلُ: اِذَا خَطَبَ اَحَدُكُمُ اْلمَرْأَةَ فَقَدَرَ اَنْ يَرَى مِنْهَا بَعْضَ مَا يَدْعُوْهُ اِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ. احمد و ابو داود
Dari Jabir, ia berkata : Aku pernah mendengar Nabi SAW bersabda, “Apabila salah seorang diantara kamu meminang seorang wanita kemudian ia dapat melihat sebagian apa yang (bisa) mendorongnya untuk menikahinya, maka kerjakanlah”. [HR. Ahmad dan Abu Dawud]
عَنْ مُوْسَى بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ اَبِى حُمَيْدٍ اَوْ حُمَيْدَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا خَطَبَ اَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا، اِذَا كَانَ اِنَّمَا يَنْظُرُ اِلَيْهَا لِخِطْبَةٍ وَ اِنْ كَانَتْ لاَ تَعْلَمُ. احمد
Dari Musa bin ‘Abdillah dari Abi Humaid atau Humaidah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Apabila salah seorang diantara kamu meminang seorang wanita, maka tidaklah berdosa melihatnya, apabila melihatnya itu semata-mata untuk meminangnya meskipun wanita itu sendiri tidak mengerti”. [HR. Ahmad]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: خَطَبَ رَجُلٌ امْرَأَةً، فَقَالَ النَّبِيُّ ص: اُنْظُرْ اِلَيْهَا فَاِنَّ فِى اَعْيُنِ اْلاَنْصَارِ شَيْئًا. احمد و النسائى
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Ada seorang laki-laki yang meminang seorang wanita lalu Nabi SAW bersabda, “Lihatlah dia, karena sesungguhnya pada mata orang-orang Anshar itu ada sesuatu (sipit)”. [HR. Ahmad dan Nasai]
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ مَسْلَمَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: اِذَا اَلْقَى اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ فِى قَلْبِ امْرِئٍ خِطْبَةَ امْرَأَةٍ فَلاَ بَأْسَ اَنْ يَنْظُرَ اِلَيْهَا. احمد و ابن ماجه
Dari Muhammad bin Maslamah, ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Apabila Allah ‘Azza wa Jalla telah memantapkan di hati seseorang (keinginan) meminang seorang wanita, maka ia tidak berdosa untuk melihatnya”. [HR. Ahmad dan Ibnu Majah]

Comments

Popular posts from this blog

Cabang Kaidah Masyaqqah Tajlibu Al-taisir

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Syariat Islam tidak mentaklifkan kepada manusia sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh mereka dan sesuatu yang boleh menjatuhkan mereka ke dalam kesusahan atau dengan sesuatu yang tidak bertepatan dan serasi dengan naluri serta tabiat mereka. Masyaqqah atau kesukaran yang akan menjadi sebab kepada keringanan dan dipermudahkan berdasarkan kaedah ini ( masyaqqah tajlibu al-taisir ) ialah masyaqqah yang melampaui hal biasa dan tidak mampu ditanggung oleh manusia pada kebiasaannya, bahkan bisa memudaratkan diri seseorang dan menghalanginya dari melakukan   amal yang berguna. Kesukaran dan kesulitan yang menjadi problematika dan dilema yang terjadi pada mukallaf menuntut adanya penetapan hukum untuk mencapai kemaslahatan dan kepastian hukum guna menjawab permasalahan yang terjadi.  Sebelum adanya makalah ini, terdapat penjelasan tentang qaidah pokok dari masyaqqah tajlibu al-taisir, dan ini adalah tahap yang selanjutnya yaitu membaha

Tahapan – tahapan Dalam Tasawuf Untuk Mencapai Ma’rifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat sejarah kehidupan dan perjuangan al-Gazali (450-505 H./1058-1111 M.) yang panjang dan melelahkan untuk mencari pengetahuan yang benar (al-makrifat) yang mampu meyakinkan dan memuaskan batinnya, akhirnya, ia temukan pengetahuan yang benar setelah ia mendalami dan mengamalkan ajaran kaum sufi. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sedekat-dekatnya sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup, taubat, zuhud, wara’, ikhlas, sabar, syukur, qona’ah, tawakal, ridlo, mahabbah,  barulah tercapai ma’rifat. Dengan kata lain ma’rifat  merupakan maqomat tertinggi dimana puncak seorang hamba bersatu dengan sang Khaliq.    Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Ma’rifah dan Tahapan-tahapan untuk mencapai ma’rifat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

TAFSIR AYAT TENTANG KEBUTUHAN DAN KEINGINAN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Al-Quran merupakan mukjizat yang sampai saat ini masih bisa kita pegang dan jumpai. Tak hanya mampu menjadi sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Quran juga mengandung beragam pengetahuan yang mampu mengikuti perkembangan zaman, tak terkecuali dalam hal ekonomi. Begitu banyak ayat al-Quran yang menerangkan mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Terdapat beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan hal tersebut. Di antara ayat tersebut terdapat dalam surat al-Mu’min ayat 80, al-Baqarah ayat 216, dan an-Nisa’ ayat 27 yang perlu dikaji lebih dalam demi terpenuhinya kebutuhan dan keinginan yang sesuai prinsip Islam. B.      Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.       Bagaimana tafsir, kajian ekonomi, serta cotoh nyata dalam surat al-Mu’min ayat 80? 2.       Bagaimana tafsir, kajian eko