BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Al-Qur'an merupakan sumber ajaran Islam yang pertama
dan paling utama. Menurut M.Quraish Shihab, kitab suci yang secara harfiah betarti
"bacaan sempurna" merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh
tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulisan dan bacaan
pada lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Al-Qur'an al-Karim.
Sekitar
80% kandungan dari Al-Qur’an itu adalah kisah-kisah. Hal ini memberikan isyarat
bahwa al-Qur’an sangat perhatian terhadap masalah kisah, yang memang di
dalamnya banyak mengandung pelajaran (ibrah).
Oleh
karena itu kisah dalam al-Qur’an memiliki makna tersendiri bila dibandingkan
isi kandungan yang lain. Maka perlu kiranya kita sebagai umat Islam untuk
mengetahui isi sejarah yang ada dalam
al-Qur’an sehingga kita dapat mengambil pelajaran dari
kisah-kisah umat terdahulu.
Sehingga
dalam penulisan makalah ini penulis akan mencoba membahas mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan ilmu Qashash atau Qashashil dalam Al-Qur’an Al-Karim.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah yang akan dibahas pada penulisan makalah ini adalah :
1.
Apa definisi
Qashashil Qur’an?
2.
Apa saja macam-macam dari Qashashil Qur’an?
3.
Apa Manfaat
Qashashil Qur’an?
4.
Bagaimana
pengulangan kisah-kisah dalam Al-Qur’an dan apa hikmahnya?
5.
Bagaimana
bantahan terhadap kritikan orientaris?
1.3 Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah ulumul qur’an. Serta untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Qashashil
qur’an, macam-macam Qashashil qur’an, manfaat Qashashil qur’an, pengulangan
kisah dalam al-qur’an dan hikmahnya, serta bantahan terhadap kritikan
orientaris.
Bab
2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Qashasil Qur’an
Secara
bahasa, kata qashash berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk masdar dari kata “al-qassu” yang
bermakna urusan, berita, kabar maupunkeadaan. Dalam al-Qur’an sendiri
kata qashash bisa memiliki arti mencari atau mengikuti jejak atau bekas
dan berita-berita yang berurutan.
Namun secara terminologi, pengertian qashashul quran adalah kabar-kabar
dalam Alquran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa
dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
Jadi dapat disimpulkan Qashash atau Qashashil Qur’an adalah ilmu Al-Qur'an yang membahas tentang
kisah-kisah umat-umat dan nabi-nabi terdahulu serta
peristiwa-peristiwa yang terjadi semasa Al-Qur'an diturunkan.
2.2 Macam
– macam Qashasil Qur’an
a. Ditinjau dari segi waktu
·
Kisah
hal – hal ghaib pada masa lalu (al-qashashul ghuyub al-madhiyah)
Yaitu kisah yang menceritakan
kejadian – kejadian ghaib yang sudah tidak bisa ditangkap panca indera yang
terjadi di masa lampau.
Contohnya : kisah Nabi Nuh, Nabi
Musa, dan kisah Maryam seperti yang diterangkan dalam surat Al-Imran ayat 44
yang memiliki arti “yang demikian itu adalah sebagian dari berita – berita
ghaib yang kami wahyukan kepada kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir
beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak – anak panah pada mereka (untuk
mengundi) siap di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak
hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa.
·
Kisah
– kisah ghaib pada masa kini (al-qashashul ghuyub al-hadhirah)
Yaitu kisah yang menerangkan hal
ghaib pada masa sekarang, (meski sudah ada sejak dulu dan masih akan tetap ada
sampai masa yang akan datang) dan menyingkap rahasia orang munafik.
Contohnya : kisah yang menerangkan
para malaikat, jin, syaitan, dan siksaan neraka serta kenikmatan surga, kisah –
kisah tersebut dari dulu sudah ada, sekarangpun masih ada dan hingga masa yang
akan datang pun akan tetap ada. Misalnya kisah yang terdapat pada surat
Al-Qari’ah ayat 1-5 yang memiliki arti : “Hari kiamat, Apakah hari kiamat itu ?
tahukah kamu apakah hari kiamat itu ? pada hari itu manusia adalah seperti anai
– anai yang berterbaran, dan gunung – gunung adalah seperti bulu yang dihambur
– hamburkan.
·
Kisah
hal – hal ghaib pada masa yang akan datang (al-qashashul ghuyub
al-mustaqbillah)
Yaitu kisah – kisah yang
menceritakan peristiwa yang akan datang yang belum terjadi pada waktu turunnya
Al-Qur’an, kemudian peristiwa tersebut betul – betul terjadi.
Contohnya : seperti kisah Nabi
Muhammad bermimpi akan dapat masuk Masjidil Haram bersama para sahabat. Pada
saat perjanjian Hudaibiyah Nabi gagal masuk Makkah sehingga dihina oleh orang –
orang kafir. Maka turunlah ayat surat Al – Fath ayat 27 yang memiliki arti :
“sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran
mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki
Masjidil Haram, insya’allah dalam keadaan aman, dengan mencukut rambut kepala
dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut.
b. Ditinjau dari segi materi
Sedangkan jika ditinjau dari segi materi
kisah Al-Qur’an dibagi menjadi tiga, yaitu :
·
Kisah
para Nabi, mu’jizat mereka, fase – fase dakwah mereka, penentang serta pengikut
mereka.
Contoh : kisah Nabi Nuh, Nabi
Ibrahim, serta Nabi Musa dll.
·
Kisah
keshalihan orang – orang yang belum diketahui status kenabiannya agar
diteladani dan kisah tokoh – tokoh durjana masa lalu agar dijauhi dan tidak
diikuti.
Contoh : Ashabul Kahfi, Qarun, Dzul
Qurnain dll.
·
Kisah
– kisah yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah
SAW.
Contoh : perang badr, perang uhud (dalam surat
Al-Imran, perang hunain dan perang tabuk (dalam surat At-Taubah, perang Ahzab
(dalam surah Al-Ahzab), hijrah, isra’ mi’raj dll.
c. Ditinjau dari segi pelaku
·
Manusia
Yaitu kisah yang pelakunya berupa
manusia. Contoh kisah Nabi Sulaiman, Fir’aun, Maryam, dll
·
Malaikat
Yaitu kisah yang pelakunya berupa
malaikat. Contoh , kisah malaikat yang terdapat dalam surat Hud ayat 69 – 83
yaitu mengisahkan bahwa malaikat datang kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Luth
dengan menjelma sebagai seorang tamu.
·
Jin
Kisah yang digambarkan oleh jin.
·
Binatang
Yaitu kisah yang pelakunya adalah
binatang. Contoh kisah burung yang terdapat pada zaman Nabi Sulaiman yang
diabadikan dalam surat An – Naml ayat 18 – 19.
2.3 Manfaat
Qashashil Qur’an
Kisah
– kisah dalam Al-Qur’an memiliki maksud dan tujuan yang bisa diambil manfaat
dan faidahnya oleh umat Islam khususnya serta seluruh umat manusia pada
umumnya. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari kisah – kisah atau Qashashil
Qur’an tersebut :
1. Penjelasan atas ajaran tauhid sebagai
platform para Nabi dan Rasul
Kisah – kisah dalam Al-Qur’an tak
pernah lepas dari upaya memantapkan dan meneguhkan aqidah tauhid yang telah
diwahyukan kepada para Nabi dan Rasul terdahulu. Hal ini selaras dengan firman
Allah SWT “wa ma arsalnaka min qablika
min rosulin illa nuuhii ilahi annahu la ilaha illa ana fa’budun”, yang
artinya : “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul sebelum kamu kecuali Kami
wahyukan kepadanya bahwa tiada tuhan yang wajib disembah kecuali Aku, maka sembahlah
kalian kepada-Ku”.
Penjelasan ini sekaligus menguatkan
akan mata rantai ajaran tauhid yang dibawa Rasulullah SAW, dengan para Nabi dan
Rasul Allah terdahulu. Dengan demikian, ajaran tauhid merupakan platform
(prinsip) yang menjadi ajaran utama para Nabi dan Rasul sejak Nabi Adam as
hingga Rasulullah SAW.
2. Menguatkan dan meneguhkan hati
Rasulullah SAW
Sebagai manusia, Nabi Muhammad SAW
juga memiliki perasaan khawatir atau rasa kecil hati. Kisah gemetar Rasulullah
saat menerima wahyu pertama merupakan contoh peristiwa yang menimbulkan
kekhawatiran mendalam pada diri Nabi Muhammad SAW. Karena itu, kehadiran kisah
– kisah dalam Al – Qur’an juga memberi dampak atas kekuatan batin dan
kemantapan Rasulullah SAW. Hal ini bisa memberi dampak atas kekuatan batin dan
kemantapan Rasulullah SAW. Hal ini dikuatkan dalam firman Allah SWT sebagai
berikut “wa kullan Naqushshu ‘alaika min
anbai alrusui ma Nutsabiut bihifuadaka”, yang artinya : “dan semua kisah
dari para Rasul Kami ceritakan kepadamu, yaitu kisah – kisah yang dengannya
Kami teguhkan hatimu, kebenaran pelajaran dan peringatan bagi kaum mukminin
telah datang kepadamu dalam surat (kisah) ini “.
3. Upaya menanamkan kebenaran risalah
Rasulullah SAW,
Sebagai seorang yang ummi (buta
huruf) sebagaimana diriwayatkan saat menerima wahyu pertama kali, Rasulullah
SAW semakin nampak kebenaran atas wahyu
yang diterimanya. Hal ini bisa dipahami karena, jika tanpa wahyu Allah mustahil
Nabi Muhammad SAW yang ummi (buta huruf), terlebih belum pernah berkunjung ke
berbagai kawasan yang menjadi tempat para Nabi terdahulu, bisa mengkisahkan
cerita para Nabi dan umat terdahulu secara tepat.
4. Koreksi dan klarifikasi atas pendapat
para ahli kitab
Pada masa Rosulullah SAW banyak
ungkapan ahli kitab kaum Yahudi dan Nasrani yang bertolak belakang dengan
kenyataan sebenarnya pada masa Nabi Musa as dan Nabi Isa as. Karena itu, kisah
– kisah yang menceritakan Bani Israil ataupun Ahli Kitab dalam Al – Qur’an bisa
menjadi koreksi dan klarifikasi bagi kesalahan mereka. Seperti dalam firman
Allah SWT yang berbunyi “kullu altha’ami
Kana billan li bani Israila illa ma harrama Israilu ‘ala nafsih min qabli
antunazzila al-tauratu qulfa’tu bi al-taurati fathluha inkuntum shadiqin”,
yang artinya : “semua makanan adalah halal bagi Bani Israil kecuali makanan
yang diharamkan Israil untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan.
Katakanlah : jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum taurat
turun maka bawalah kalian kitab Taurat itu lalu bacalah kitab itu, jika kamu
orang – orang yang benar”.
5. Pembentukan pribadi yang berakhlak mulia
Meskipun berupa suatu kisah, ayat
Al – Qur’an memiliki misi untuk menanamkan akhlak yang mulia bagi para
pembacanya. Hal ini ditegaskan dalam ayat 111 surat Yusuf, yang mempunyai arti
“bahwa sungguh pada kisah – kisah merekan terdapat pelajaran yang dapat diambil
oleh orang – orang yang berakal”.
Misi ini selaras dengan misi yang
diemban Rasulullah SAW yang ditegaskan dalam firman Allah SWT yang berbunyi :
“Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi
alam semesta”. Rahmad yang dibawa Rasulullah SAW itu didasari karena pribadi
beliau yang berakhlak mulia.
2.4 Pengulangan
kisah dalam Al-Qur’an dan hikmahnya
Berbeda dengan kisah-kisah pada umumnya, dalam
Al-Qur'an suatu kisah sering diulang-ulang dalam penyebutannya. Meski demikkn,
pengulangan ini tidak memiliki implikasi pada suasana jenuh dan bosan, namun
justru memiliki hikmah tersendiri bagi para pembaca untuk menguatkan keyakinan
(aqidah) dan menambah sudut pandang yang lain dari kisah yang sama.
Hikmah dari pengulangan kisah tersebut adalah :
1.
Menjelaskan
ketinggian mutu sastra balaghah Al-Qur’an, terbukti bisa mengungkapkan kisah
sampai beberapa kali tetapi dalam ungkapan yang berlainan sehingga tidak
membosankan bahkan mengasikkan pendengarnya.
2.
Membuktikan
ketinggian mukjizat Al-Qur’an, yakni bisa menjelaskan satu makna (satu kisah)
dalam berbagai bentuk kalimat yang bermacam – macam.
3.
Untuk lebih
memperhatikan kepada pentingnya kisah – kisah Al-Qur’an sehingga perlu
disebutkan dengan berulang – ulang sampai beberapa kali agar dapat lebih
meresap dalam hati sanubari.
4.
Menunjukkan
perbedaan tujuan dari tiap – tiap kali pengulangan pennyebutan kisah Al-Qur’an
itu, sehingga menunjukkan banyaknya tujuan penyebutuan kisah sebanyak pengulangannya.
2.5 Bantahan
terhadap kritikan orientalis
Ada beberapa orientalis yang berpendapat bahwa kisah-kisah masa lampau yang
dikemukakan Alquran diketahui Nabi Muhammad saw dari seorang pendeta atau
beliau jiplak dari kitab Perjanjian Lama. Pendapat ini jelas tidak benar dari
banyak segi.Pertama, Nabi Muhammad
saw tidak pernah belajar pada siapapun. Memang pada masa kanak-kanak
beliau pernah ikut berdagang pamanya ke Syam dan bertemu dengan rahib yang
bernama Buhaira yang meminta pamannya agar member perhatian serius pada nabi
karena dia melihat tanda-tanda kenabian pada beliau. Namun pertemuan ini pun
hanya terjadi beberapa saat. Di sini kita bertanya, “kalau remaja kecil (Muhammad
saw) belajar pada rahib itu, apakah logis dalam pertemuan singkat itu beliau
memperoleh banyak informasi yang mendetail, bahkan sangat akurat?” tentu saja
tidak.Ada juga seorang
orientalis yang bernama Montgomery Watt yang berkata bahwa Nabi Muhammad
saw belajar pada Waraqah bin Naufal. Menurutnya, Khadijah merupakan anak paman
Waraqah bin Naufal, sedangkan ia merupakan agamawan yang akhirnya menganut agama
Kristen. Tidak dapat disangkal Khadijah berada di bawah pengaruhnya dan boleh
jadi Muhammad telah menimba sesuatu dari semangat dan pendapat-pendapatnya.
Kita mengakui kalau
Waraqah beragama Kristen, tapi bahwa Muhammad dating belajar kepadanya adalah
sesuatu yang tidak dapat diterima. Hal ini karena menurut pelbagai riwayat
kedatangan beliau menemui Waraqah adalah setelah beliau menerima wahyu dan
bukan sebelumnya. Di sisi lain, Waraqah berpendapat bahwa yang datang pada Nabi
Muhammad saw di gua Hira itu adalah malaikat yang pernah datang pada Nabi Musa
dan Isa a.s., dan beliau menyatakan bahwa seandainya hidup saat Muhammad
dimusuhi kaumnya, niscaya dia akan membelanya. Jika demikian logiskah jika Nabi
Muhammad saw belajar kepadanya setelah Waraqah mengakui kenabiannya ? Tidaklah tepat jika
dikatakan bahwa Nabi Muhammad saw mempelajari Kitab Perjanjian Lama karena
disamping beliau tidak dapat membaca dan menulis, juga karena terdapat sekian
banyak informasi yang dikemukakan Alquran yang tidak termaktub dalam Perjanjian
Lama atau Perjanjian Baru, missal kisah Ashab Al-Kahfi. Kalaupun
ada yang sama, seperti beberapa kisah nabi-nabi, namun dalam rincian atau
rumusan terdapat perbedaaan-perbedaan. Bahwa terjadi
persamaan dalam garis besar bukan lalu merupakan bukti penjiplakan. Apakah jika
seseorang pada puluhan tahun yang lalu melukis candi Borobudur, kemudian kini
datang pula pelukis lain yang melukisnya – dan ternyata lukisan itu sama
atau mirip dengan yang sebelumnya – apakah Anda berkata bahwa pelukis kedua menjiplak
dari pelukis pertama? Nabi Muhammad saw
sejak dini telah mengakui bahwa beliau adalah pelanjut dari risalah para nabi.
Beliau mengibaratkan diri beliau dengan para nabi sebelumnya bagaikan seorang
yang membangun rumah, maka dibangunnya dengan sangat baik dan indah, kecuali
satu bata di pojok rumah itu. Orang-orang berkeliling di rumah tersebut dan
mengaguminya sambil berkata, “Seandainya diletakkan bata di pojok rumah ini,
maka Akulah (pembawa) bata itu dan Akulah penutup para nabi.” Demikian sabda
Beliau yang diriwayatkan oleh Bukhari melalui Jabir bin Abdillah.
Bab 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Qashashil
Qur’an yaitu ilmu Al-Qur'an yang
membahas tentang kisah-kisah umat-umat dan nabi-nabi terdahulu serta peristiwa-peristiwa
yang terjadi semasa Al-Qur'an diturunkan.
2.
Macam –
macam Qashashil Al-Qur’an dapat dilihat dari beberapa hal yaitu dari segi
waktu, materi, dan pelaku
3.
Pengulangan
dalam kisah – kisah dalam Al-Qur’an tidak akan menyebabkan sang pembaca bosan
tetapi akan menambah wawasan sang pembaca, menguatkan keyakinan (aqidah) dan
menambah sudut pandang yang lain dari kisah yang sama.
4.
Bantahan
terhadap kritikan orientalis, terbukti bahwa semua kritikan orientalis tentang
qashshil qur’an tidaklah masuk akal atau tidak benar.
3.2
Saran
Menyadari
bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih
fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber –
sumber yang lebih banyak.
Kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian demi sempurnanya makalah
ini dan penulisan makalah di kesempatan berikutnya.
Comments
Post a Comment