Skip to main content

MENELADANI AKHLAK NABI MUHAMMAD SAW DALAM SIKAP RENDAH HATI


Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al-Furqân [25]: 63).

Hadirin yang dimuliakan Allah…
Menurut keterangan dari Jalaluddin As-Syuyuti dan Jalaluddin al-Mahally mengenai penjelasan ayat ini, bahwa عباد الرحمن yang dimaksudkan adalah hamba-hamba yang baik yang berjalan di muka bumi dengan tenang dan rendah diri, kemudian apabila orang jahil menyapa mereka untuk mengajak berbicara dengan hal-hal yang tidak disukai, maka hamba yang baik tersebut mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan atau kata-kata yang menghindarkan hamba tersebut dari dosa. Demikian interpretasi al-Qur’an surah al-Furqân ayat 63 dalam Tafsir Jalalain.
Ayat tersebut memberikan pemahaman kepada umat manusia, bahwa hamba Allah yang baik adalah hamba yang merendahkan diri terhadap sesama manusia, tanpa membedakan strata, apalagi harta, tanpa membedakan tahta, apalagi kasta, tanpa membedakan bangsa, apalagi bahasa, biar pian urang banjar, kulo wong jowo, biar dika uluh dayak, engkoh ureng madureh, di hadapan Allah kita sama.
Hadirin yang dimuliakan Allah…
Inilah salah satu kunci sukses dakwah nabi dalam revolusi mental masyarakat jahiliyah, karena dengan kerendahan hati yang dilakukan nabi memberikan dampak positif-kognitif secara psikologis maupun sosiologis. Rasulullah saw menegaskan perintah untuk bersikap rendah hati dalam sebuah hadis riwayat muslim dari ‘Iyadh bin Himar r.a:
إنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِي أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ. (رواه مسلم)
Artinya: “Sesungguhnya Allah memberi wahyu kepadaku: “bersikap rendah hati semua. sehingga seseorang tidak merasa bangga atas orang lain dan seseorang tidak melakukan penganiyaan terhadap orang lain.”
Pentingnya sikap rendah hati hadirin, berdasarkan sabda Nabi saw, adalah menjadikan kita terhindar dari dosa-dosa, khususnya hadirin, kita terhindar dari perbuatan aniaya terhadap sesama, sehingga hadirin, sikap rendah hati dapat menjadikan kita lebih dihargai oleh orang lain, karena itu hadirin, hilangkanlah sikap sombong, angkuh, dan tidak mau menghargai orang lain.
Hadirin yang setia, dan mudah-mudahan diberikan rahmat oleh Allah…
Seseorang tidak akan meninggalkan sikap rendah hati kecuali kesombongannya menguat, seseorang tidak akan merasa sombong kecuali keangkuhan hatinya meningkat, dan seseorang tidak akan merasa angkuh kecuali akalnya sudah tidak sehat. Demikian kutipan tulisan Ahmad Najieh dalam bukunya yang berjudul Akhlak Rasulullah saw.
Ibrahim bin Asy’ r.a pernah bertanya kepada Fudhail tentang rendah hati, kemudian Fudhail menjawab: “Rendah hati itu bila kamu duduk dan patuh terhadap kebenaran, walaupun kebenaran itu datang dari anak kecil atau dari orang bodoh, kamu tetap mau menerimanya.”
Dalam al-Qur'an surah Asy-Syu’araa’ ayat 215 Allah berfirman sebagai berikut:
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. Asy-Syu’arâ [26]: 215).
Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa kita seharusnya merendahkan diri kepada orang lain seperti yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dalam proses dakwah beliau sehingga dapat melakukan perubahan drastis dari masa kelam menuju masa yang penuh kejayaan, terlebih khusus kepada orang yang beriman.
Pada akhirnya, semoga apa yang kami sampaikan, dapat menjadi renungan yang kemudian melahirkan kesadaran, sekaligus dapat menerapkan sebagian kepribadian nabi yang mulia ke dalam kehidupan, sehingga kita bisa dijadikan bagian dari orang yang penuh iman, yang selalu merendahkan hati dan menebarkan kebaikan, tanpa memandang perbedaan, sehingga nanti dapat memperoleh kebahagiaan, di dunia ataupun di akhirat mendatang. Sebagai penutup syarahan, ijinkan kami melantunkan pujian kepada sang pembawa risalah kebenaran, sebagai bentuk kebahagiaan atas bulan kelahiran, dengan harapan bisa dapat syafaat di hari pembalasan.

= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = S Y A I R = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Wahai Nabi pujaan hati seluruh negeri…Salam rindu kami untuk mu Nabi….
Shalawat salam kami haturkan ke haribaanmu…
Terima kasih untuk semua pengorbanan dan perjuanganmu…
Jadikanlah kami pengikut setiamu… Berikan kami syafaatmu…
Wahai nabi penyejuk hati setiap insan…Salam rindu kami untukmu Nabi…
Shalawat salam kami haturkan ke haribaanmu…
Kami bangga dengan ketulusanmu memohon ampunan untuk kami…

Kami sedih karena tidak tahu membalas budi…

Comments

Popular posts from this blog

Cabang Kaidah Masyaqqah Tajlibu Al-taisir

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Syariat Islam tidak mentaklifkan kepada manusia sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh mereka dan sesuatu yang boleh menjatuhkan mereka ke dalam kesusahan atau dengan sesuatu yang tidak bertepatan dan serasi dengan naluri serta tabiat mereka. Masyaqqah atau kesukaran yang akan menjadi sebab kepada keringanan dan dipermudahkan berdasarkan kaedah ini ( masyaqqah tajlibu al-taisir ) ialah masyaqqah yang melampaui hal biasa dan tidak mampu ditanggung oleh manusia pada kebiasaannya, bahkan bisa memudaratkan diri seseorang dan menghalanginya dari melakukan   amal yang berguna. Kesukaran dan kesulitan yang menjadi problematika dan dilema yang terjadi pada mukallaf menuntut adanya penetapan hukum untuk mencapai kemaslahatan dan kepastian hukum guna menjawab permasalahan yang terjadi.  Sebelum adanya makalah ini, terdapat penjelasan tentang qaidah pokok dari masyaqqah tajlibu al-taisir, dan ini adalah tahap yang selanjutnya yaitu membaha

Tahapan – tahapan Dalam Tasawuf Untuk Mencapai Ma’rifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat sejarah kehidupan dan perjuangan al-Gazali (450-505 H./1058-1111 M.) yang panjang dan melelahkan untuk mencari pengetahuan yang benar (al-makrifat) yang mampu meyakinkan dan memuaskan batinnya, akhirnya, ia temukan pengetahuan yang benar setelah ia mendalami dan mengamalkan ajaran kaum sufi. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sedekat-dekatnya sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup, taubat, zuhud, wara’, ikhlas, sabar, syukur, qona’ah, tawakal, ridlo, mahabbah,  barulah tercapai ma’rifat. Dengan kata lain ma’rifat  merupakan maqomat tertinggi dimana puncak seorang hamba bersatu dengan sang Khaliq.    Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Ma’rifah dan Tahapan-tahapan untuk mencapai ma’rifat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

TAFSIR AYAT TENTANG KEBUTUHAN DAN KEINGINAN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Al-Quran merupakan mukjizat yang sampai saat ini masih bisa kita pegang dan jumpai. Tak hanya mampu menjadi sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Quran juga mengandung beragam pengetahuan yang mampu mengikuti perkembangan zaman, tak terkecuali dalam hal ekonomi. Begitu banyak ayat al-Quran yang menerangkan mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Terdapat beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan hal tersebut. Di antara ayat tersebut terdapat dalam surat al-Mu’min ayat 80, al-Baqarah ayat 216, dan an-Nisa’ ayat 27 yang perlu dikaji lebih dalam demi terpenuhinya kebutuhan dan keinginan yang sesuai prinsip Islam. B.      Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.       Bagaimana tafsir, kajian ekonomi, serta cotoh nyata dalam surat al-Mu’min ayat 80? 2.       Bagaimana tafsir, kajian eko