Skip to main content

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM MASA RASULULLAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ilmu ekonomi islam sebagai studi ilmu pengetahuan modern baru muncul pada 1970-an, tetapi pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul sejak Islam itu diturunkan melalui Nabi Muhammmad Saw. Karena rujukan utama pemikiran islami adalah Alquran dan Hadits maka pemikiran ekonomi ini munculnya juga bersamaan dengan diturunkannya Alquran dan masa kehidupan Rasulullah Saw. , pada abad akhir 6 M hingga awal abad 7 M. Setelah masa tersebut banyak sarjana muslim yang memberikan kontribusi karya pemikiran ekonomi. Karya-karya mereka sangat berbobot, yaitu memiliki dasar argumentasi relijius dan sekaligus intelektual yang kuat serta -kebanyakan- didukung oleh fakta empiris pada waktu itu. Banyak di antaranya juga sangat futuristik di mana pemikir-pemikir Barat baru mengkajinya ratusan abad kemudian. Pemikiran ekonomi di kalangan pemikir muslim banyak mengisi khasanah pemikiran ekonomi dunia pada masa dimana Barat masih dalam kegelapan (dark age). Pada masa tersebut dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan dalam berbagai bidang.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kondisi perekonomian pada awal pemerintahan islam ?
2.      Bagaimana pemikiran ekonomi Rasulullah Saw pada masa awal pemerintahan islam ?
3.      Bagaimana perkembangan pemikiran ekonomi pada masa Rasulullah Saw ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui kondisi perekonomian pada awal pemerintahan islam
2.      Mengetahui pemikiran ekonomi Rasulullah Saw pada masa awal pemerintahan islam
3.      Mengetahui perkembangan pemikiran ekonomi pada masa Rasulullah Saw

 BAB II
PEMBAHASAN
A.    Awal Pemerintahan Islam
Kehidupan Rasulullah Saw. dan masyarakat muslim di masa beliau adalah teladan yang paling baik implementasi Islam, termasuk dalam bidang ekonomi. Meskipun pada masa sebelum kenabian Muhammad Saw. adalah seorang pebisnis, tetapi yang dimaksudkan perekonomian di Rasulullah di sini adalah pada masa Madinah. Pada periode Makkah masyarakat muslim beliau sempat membangun perekonomian, sebab masa itu penuh dengan perjuangan untuk mempertahankan diri dari intimidasi orang-orang Quraisy.[1]
Pada saat pertama kali didirikannya Pemerintahan Islam dapat dikatakan bahwa kondisi masyarakat Madinah masih sangat tidak menentu dan memprihatinkan yang mengindikasikan bahwa negara tidak  dapat dimobilisasikan dalam waktu dekat. Oleh karena itu, Rasulullah harus memikirkan jalan untuk mengubah keadaan secara perlahan-lahan dengan mengatasi berbagai masalah utama tanpa tergantung pada faktor keuangan. Dalam hal ini, strategi yang dilakukan oleh Rasulullah adalah dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Membangun Masjid Utama Sebagai Tempat Untuk Mengadakan Forum Bagi Para Pengikutnya.
Setibanya di kota Madinah, Rasulullah mendirikan masjid yang merupakan asas utama dan terpenting dalam pembentukan masyarakat muslim. Selain sebagai tempat ibadah, masjid yang kemudian hari dikenal sebagai masjid Nabawi ini juga berfungsi sebagai Islamic Centre. Seluruh aktifitas kaum Muslimin dipusatkan di tempat ini, mulai dari pertemuan para anggota Parlemen, Sekretariat Negara, Mahkamah Agung, Markas Besar Tentara, pusat pendidikan, dan pelatihan para juru dakwah, hingga  Baitul Mal. Rasulullah Saw. melakukan proses transformasi ekonomi dengan menjadikan masjid dan pasar sebagai sentral pembangunan negara. Rasul menyadari bahwa kegiatan ekonomi merupakan bagian yang tidak boleh diabaikan.
2.      Merehabilitasi Muhajirin Makkah di Madinah
Rasulullah memecahkan permasalahan Muhajirin (pengungsi dari Mekkah) yang hanya  membawa sedikit persediaan baik yang sudah tiba di Madinah maupun yang masih dalam perjalanan. Rasulullah dapat menyelesaikannya dengan cara baru. Beliau menanamkan tali persaudaraan antara individu-individu dari kelompok Anshar dari Madinah dengan Muhajirin. Persaudaraan yang ditegakkan oleh Rasulullah saw diantara para sahabatnya tersebut bukan sekedar syiar yang diucapkan tetapi merupakan kenyataan yang terlihat dalam realitas kehidupan dan menyangkut segala bentuk hubungan yang berlangsung antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar.
3.      Membuat Konstitusi Negara
Kemudian Rasulullah saw menyusun konstitusi negara yang menyatakan tentang Kedaulatan Madinah ini, pemerintah menegaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan berbagai aktifitas yang dapat mengganggu stabilitas kehidupan manusia dan alam. Rasul saw menekankan perlunya toleransi terhadap penganut agama lain, kebebasan untuk beribadah, perlindungan terhadap tempat-tempat ibadah dan perlakuan yang sama di depan hukum.
4.      Menciptakan Kedamaian dalam Negara
Untuk kedamaian dalam negeri, Madinah dinyatakan sebagai tempat anti pelanggaran, “di antara kedua Harrahs-nya (daerah pegunungan berapi di sekitar Madinah), padang rumput tidak boleh dipotong, pepohonannya tidak boleh ditebang, dan tidak diperbolehkan membawa masuk senjata untuk perkelahian, kekerasan, ataupun peperangan.
5.      Mengeluarkan Hak dan Kewajiban Bagi Warga Negaranya
Rasulullah mengeluarkan piagam (Charter) yang berarti Madinah telah memuliki kedaulatan penuh sebagai suatu negara. Semua warga negaranya penduduk lokal, imigran, yahudi dan lain-lain mendapat perlindungan. Sementara itu hak-kak, kewajiban dan tanggung jawab mereka sebagai warga negara telah ditentukan secara jelas.
6.      Menyusun Sistem Pertahanan Madinah
Tugas penting lainnya adalah menjaga keamanan Madinah terhadap musuh dari luar. Rasulullah saw juga melarang setiap individu membawa masuk senjata untuk tujuan kekerasan atau peperangan di sekitar kota Madinah.
7.      Meletakkan Dasar-dasar Sistem Keuangan Negara
Setelah melakukan berbagai upayastabilisasi dibidang sosial, politik serta pertahanan dan keamanan negara, Rasulullah saw meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara sesuai dengan ketentuan-ketentuan Al-Qur’an. Seluruh paradigma berpikir dibidang ekonomi serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dihapus dan digantikan dengan paradigma baru yang sesuai dengan nilai-nilai Qur’ani, yakni persaudaraan, persamaan, kebebasan, dan keadilan.[2]
B.  Pemikiran Ekonomi Rasulullah Saw Pada Masa Awal Pemerintahan Islam
Misi mulia Rasulullah saw di muka bumi adalah membangun masyarakat yang beradab. Rasulullah menganjurkan agar manusia saling menghormati dan menyayangi dalam penyelenggaraan hidup sesuai dengan al-Qur’an dan al-hadist. Ajaran Rasulullah saw di antaranya adalah menjadikan sebagai pribadi bebas dalam mengoptimalkan potensi dirinya. Dalam hal perekonomian Rasulullah telah mengajarkan transaksi-transaksi perdagangan secara jujur, adil dan tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh dan kecewa. Ia selalu memperhatikan rasa tanggungjawabnya terhadap setiap transaksi yang dilakukan. Selain itu ada beberapa larangan yang diberlakukan Rasulullah saw untuk menjaga agar seseorang dapat berbuat adil dan jujur, yaitu:
1)      Larangan Najsy
Najsy adalah sebuah praktik dagang dimana seorang penjual menyuruh orang lain untuk memuji barang dagangannya menawar barang dengan harga yang tinggi calon pembeli yang lain tertarik untuk membeli barang dagangannya. Najsy dilarang karena menaikkan harga barang-barang yang dibutuhkan oleh para pembeli.
2)      Larangan Bay’ Ba’dh ‘Ala Ba’dh
Praktik bisnis ini adalah dengan melakukan lompatan atau penurunan harga oleh seorang dimana kedua belah pihak yang terlibat tawar menawar masih dalam tahap negosiasi atau baru akan menyelesaikan penetapan harga. Rasulullah melarang praktik semacam ini karena hanya akan menimbulkan kenaikan harga yang tidak diinginkan.
3)      Larangan Tallaqi Al-Rukban
Praktik ini adalah dengan cara mencegat orang-orang yang membawa barang dari desa dan membeli barang tersebut sebelum tiba dipasar. Rasulullah melarang praktik semacam ini dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kenaikan harga.
4)      Larangan Ihtinaz dan Ihtikar
Ihtinas adalah praktik penimbunan harta seperti emas, perak dan lain sebagainya. Sedangkan ihtikar adalah penimbunan barang-barang seperti makanan dan kebutuhan sehari-hari. Penimbunan barang dan pencegahan peredarannya sangat dilarang dan dicela dalam Islam. Dari langkah-langkah yang dilakukan Rasulullah SAW sehingga terjadilah aktivitas mempersaudarakan kaum ansar dan kaum muhajirin dengan menerapkan muzara’ah, sehingga tumbuh mata pencaharian baru bagi kaum muhajirin. Sampai akhirnya madinah dinyatakan tempat anti pelanggaran antara dua harrashnya ( daerah pegunungan berapi disekitar madinah ), padang rumputnya tidak boleh dipotong, pepohonanya tidak boleh ditebang dan tidak boleh membawa senjata untuk perkelahian, kekerasan ataupun peperangan ( M.A. sabzzhwari )[3]
C.  Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Rasulullah SAW
Perkembangan ekonomi islam menjadi suatu yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sejarah islam. Pemikiran islam diawali sejak Nabi Muhammad SAW dipilih sebagai Rasul. Rasulullah saw mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum, politik, dan juga masalah perniagaan atau ekonomi . masalah-masalah ekonomi umat menjadi perhatian utama Rasulullah saw, karena masalah ekonomi merupakan pilar penyangga keimanan yang harus diperhatikan. Adapun perkembangan pemikiran pada masa-masa tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Kebijakan fiskal pada Masa Rasulullah SAW
Pada zaman Rasulullah saw pemikiran dan mekanisme kehidupan politik dinegara islam bersumber dan berpijak pada nilai-nilai aqidah. Lahirnya kebijakan fiskal di dalam dunia islam dipengaruhi oleh banyak factor, salah satunya karena fiskal merupakan bagaian dari instrument ekonomi public. Untuk itu factor-faktor seperti social, budaya dan politik termasuk di dalamnya. Tantangan Rasulullah saw sangat besar dimana beliau dihadapkan pada kehidupan yang tidak menentu baik dari kelompok internal maupun eksternal, dalam kelompok internal Rasulullah saw harus menyelesaikan masalah bagaimana menyatukan antara kaum ansar dan kaum muhajirin paska hijrah dari mekkah ke madinah. Sementara tantangan dari kelompo eksternal yaitu bagaimana Rasul bisa mengimbangi ronrongan dari kaum kafir quraisy. Akan tetapi Rasulullah saw dapat mengatasi semua permasalahanya berkat pertolongan Allah swt. Di dalam sejarah islam keuangan publik berkembang bersamaan dengan pengembangan masyarakat muslim dan pembentukan warga Negara islam oleh Rasulullah saw paska hijrah.
2.      Unsur-unsur kebijakan fiskal pada masa pemerintahan Rasulullah SAW.
Melihat kondisi yang tidak menentu seperti ini, maka Rasulullah saw malakukan upya-upaya yang dikenal dengan kebijakan fiskal . baliau sebagai pemimpin di madinah yaitu dengan melakukan unsure-unsur ekonomi. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Sistem ekonomi
Sistem ekonomi yang diterapkan Rasulullah saw berakar dari prinsip-prinsip Qur’ani. Prinsip islam yang paling mendasar yaitu kekuasaan tertinggi hanya milik Allah semata dan setiap manusia diciptakan sebagai khalifahnya di muka bumi. Dan disini ada beberapa prinsip-prinsip yang pokok tentang kebijakan ekonomi islam yang dijelaskan Al-qur’an sebagai berikut :
1)      Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah swt.
2)      Manusia hanyalah khlifah Allah swt dimuka bumi.
3)      Semua yang dimiliki  dan didapatkan manusia adalah atas rahmat Allah swt, oleh karena itu, manusia yang kurang beruntung mampunyai hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudaranya.
4)      Kekayaan harus diputar dan tidak boleh ditimbun.
5)      Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba harus dihilangkan.
6)      Menetapkan sistem warisan sebagai media redistribusi kekayaan yang dapat melegimitasi berbagai konflik individu.
7)      Menghilagkan jurang pemisah antara golongan miskin dan kaya.
b.      Keuangan dan pajak
Pada tahun awal sejak dideklarasi sebagai sebuah negara, Madinah hampir tidak memiiki sumber pendapatan ataupun pengeluaran Negara. Seluruh tugas Negara dilkukan secara gotong royong dan sukarela. Rasulullah saw sendiri adalah seorang kepala Negara yang juga merangkap sebagai ketua Mahkamah Agung, Mufti Besar, Panglima perang tertinggi, serta penanggung jawab administrasi negara. Ia tidak memproleh gaji dari negara maupun masyarakat, kecuali hadiah-hadiah kecil pada umumnya berupa bahan makanan. Dan pada masa itu juga belum ada tentara dalam bentuk formal maupun tetap. Setiap muslim yang memiliki fisik yang kuat dan mampu berperang bisa menjadi tentara. Mereka tidak memperoleh gaji tetap tapi diperbolehkan mendapat harta dari hasil rampasan perang, seperti senjata, kuda, unta, dan barang-barang bergerak lainya.[4]
3.      Sumber-sumber pendapatan negara
a.        Berdasarkan jenisnya
Pendapatan primer
Pendapatan sekunder
1. Ghanimah : pendapatan dari hasil perang.
2. Fa’i : harta peninggalan suku bani nadhir.
3. Kharaj : pajak atas tanah yang dipungut kepada non-muslim ketika khaibar dilakukan pada tahun ke-7 hijriyah, jumlah kharaj dari tanah tetap, yaitu setengah dari hasil produksi.
4. Waqf                                                   
5. Ushr : zakat dari hasil pertanian termasuk buah-buahan
6. Jizyah : pajak perkepala yang dipungut oleh pemerintah islam dari orang-orang yang bukan islam sebagai imbalan bagi keamanan diri mereka.

1. Uang tebusan.
2. Pinjaman.
3. Amwal fadhla.
4. Nawaib.
5.Shodaqoh lain seperti qurban dan kaffarat.
6. Hadiah.




b.      Berdasarkan sumbernya
Dari kaum Muslim
Dari kaum non-Muslim
Umum
1.Zakat
2.Ushr (5-10%)
3.Ushr (2,5%)
4.Zakat Fitrah
5.Wakaf
6.Amwal Fadila
7.Nawaib
8.Shadaqah yang lain
9.Khumus
1.Jizyah
2.Kharaj
3.Ushr (5%)

1.Ghanimah
2.Fai
3.Uang tebusan
4.Pinjaman dari kaum Muslim atau non-Muslim
5.Hadiah dari pemimpin atau pemerintah negara lain


4.      Pengeluaran negara di masa Rasulullah SAW
Primer
Sekunder
a.    pembiayaan pertahanan, seperti persenjataan, unta, kuda, dan persediaan.
b.   Pembiayaan gaji untuk wali, qadi, guru, imam, muadzin, dan pejabat negara lainya.
c.    Pembayaran upah kepada para sukarelawan.
d.   Pembayaran utang negara
e.    Bantuan untuk Mufasir
f.    Penyaluran zakat dan ‘ushr kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan dalam Al-Qur’an
a.   Bantuan untuk orang belajar agama di Madinah.
b.   Hiburan untuk delegasi keagamaan.
c.   Hiburan untuk para utusan suku dan negara serta biaya perjalanan mereka.
d.  Pembayaran utang untuk orang yang meninggal dalam keadaan miskin.
e.   Pembayaran tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah saw.
f.    Pembayaran tunjangan untuk kaum muslim
g.   Hadiah untuk pemerintahan negara lain
h.   Pembayaran untuk pembebasan kaum muslimin yang menjadi budak
i.     Pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh pasukan muslim
j.     Pengeluaran rumah tangga Rasulullah Saw (hanya sejumlah kecil; 80 butir kurma dan 80 butir gandum untuk setiap istrinya)
k.   Persediaan darurat (sebagian dari pendapatan perang Kahibar)

5.      Baitul Maal
Baitul maal adalah lembaga khusus yang menangani harta yang di terima Negara dan mengalokasikannya bagi kaum muslim yang berhak menerimanya. Rasulullah mulai melirik permasalahan ekonomi dan keuangan negara setelah beliau menyelesaikan masalah politik dan urusan konstitusional di madinah pada masa awal hijriah. Pertama kalinya berdirinya baitul maal sebagai sebuah lembaga adalah setelah turunnya firman Allah SWT di Badar seusai perang dan saat itu sahabat berselisih tentang ghonimah: ”Mereka ( para sahabat) akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang anfal, katakanlah bahwa anfal itu milik Allah dan Rasul, maka bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu dan taatlah kepada Allah dan RasulNya jika kalian benar-benar beriman”. (QS. Al-Anfal : 1).
Pada masa Rasulullah Saw Baitul mal terletak di masjid Nabawi yang ketika itu digunakakan sebagai kantor pusat negara serta tempat tinggal Rasulullah. Binatang-binatang yang merupakan harta perbendaharaan negara tidak disimpan di baitul mal akan tetapi binatang- binatang tersebut ditempatkan di padang terbuka. Pada zaman Nabi baitul mal belum merupakan suatu tempat yang khusus, hal ini disebabkan harta yang masuk pada saat itu belum begitu banyak dan selalu habis dibagikan kepada kaum muslim, serta dibelanjankan untuk pemeliharaan urusan negara. Baitul mal belum memiliki bagian-bagian tertentu dan ruang untuk penyimpanan arsip serta ruang bagi penulis. Adapun penulis yang telah diangkat nabi untuk mencatat harta antara lain:
a.       Maiqip Bin Abi Fatimah Ad-Duasyi sebagai penulis harta ghonimah.
b.      Az-Zubair Bin Al- Awwam sebagai penulis harta zakat.
c.       Hudzaifah Bin Al- Yaman sebagai penulis harga pertanian di daerah Hijas.
d.      Abdullah Bin Rowwahah sebagai penulis harga hasil pertanian daerah khaibar.
e.       Al-Mughoirah su’bah sebagai penulis hutang- piutang dan iktivitaas muamalah yang dilakukan oleh negara.
f.       Abdullah Bin Arqom sebagai penulis urusan masyarakat kabila- kabilah termasuk kondisi pengairannya.
Namun semua pendapatan dan pengeluaran negara pada masa Rosulullah tersebut belum ada pencatatan yang maksimal. Keaadaan ini karena berbagai alasan:
1. Jumlah orang Islam yang bisa membaca dan menulis sedikit.
2. Sebagian besarr bukti pembayaran dibuat dalam bentuk yang sederhana.
3. Sebagian besar zakat hanya didistribusikan secara lokal.
4. Bukti penerimaan dari berbagai daerah yang berbeda tidak umum digunakan.
5. Pada banyak kasus, ghonimah digunakan dan didistribusikan setelah peperangan tertentu.[5]

 BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam diawali sejak Muhammad SAW ditunjuk sebagai seorang Rasul. Rasululah SAW mengeluarkan sejumlah kebijkan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqih), politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah). Masalah-masalah ekonomi umat menjadi perhatian Rasulullah SAW, karena masalah ekonomi merupakan pilar penyangga keimanan yang harus diperhatikan.

B.     Saran
Dengan sangat menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami menyarankan kepada pembaca untuk memberikan sumbangan saran serta kritikan dalam memperbaiki makalah kami untuk yang akan datang.

  
DAFTAR PUSTAKA
Chamid,Nur. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010.
P3EI. Ekonomi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Pradja S, Juhaya. Ekonomi Syariah. Bandung: Pustaka Setia. 2012.
Haekal, Muhammad Husain. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: PT. Kertajaya Indonesia. 2003.
















[1]P3EI, Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), 97-98.
[2] Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), 20-25.

[3] Ibid., 26-28
[4] Ibid., 31-45
[5] Ibid., 58-61

Comments

Popular posts from this blog

Cabang Kaidah Masyaqqah Tajlibu Al-taisir

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Syariat Islam tidak mentaklifkan kepada manusia sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh mereka dan sesuatu yang boleh menjatuhkan mereka ke dalam kesusahan atau dengan sesuatu yang tidak bertepatan dan serasi dengan naluri serta tabiat mereka. Masyaqqah atau kesukaran yang akan menjadi sebab kepada keringanan dan dipermudahkan berdasarkan kaedah ini ( masyaqqah tajlibu al-taisir ) ialah masyaqqah yang melampaui hal biasa dan tidak mampu ditanggung oleh manusia pada kebiasaannya, bahkan bisa memudaratkan diri seseorang dan menghalanginya dari melakukan   amal yang berguna. Kesukaran dan kesulitan yang menjadi problematika dan dilema yang terjadi pada mukallaf menuntut adanya penetapan hukum untuk mencapai kemaslahatan dan kepastian hukum guna menjawab permasalahan yang terjadi.  Sebelum adanya makalah ini, terdapat penjelasan tentang qaidah pokok dari masyaqqah tajlibu al-taisir, dan ini adalah tahap yang selanjutnya yaitu membaha

Tahapan – tahapan Dalam Tasawuf Untuk Mencapai Ma’rifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat sejarah kehidupan dan perjuangan al-Gazali (450-505 H./1058-1111 M.) yang panjang dan melelahkan untuk mencari pengetahuan yang benar (al-makrifat) yang mampu meyakinkan dan memuaskan batinnya, akhirnya, ia temukan pengetahuan yang benar setelah ia mendalami dan mengamalkan ajaran kaum sufi. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sedekat-dekatnya sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup, taubat, zuhud, wara’, ikhlas, sabar, syukur, qona’ah, tawakal, ridlo, mahabbah,  barulah tercapai ma’rifat. Dengan kata lain ma’rifat  merupakan maqomat tertinggi dimana puncak seorang hamba bersatu dengan sang Khaliq.    Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Ma’rifah dan Tahapan-tahapan untuk mencapai ma’rifat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

TAFSIR AYAT TENTANG KEBUTUHAN DAN KEINGINAN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Al-Quran merupakan mukjizat yang sampai saat ini masih bisa kita pegang dan jumpai. Tak hanya mampu menjadi sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Quran juga mengandung beragam pengetahuan yang mampu mengikuti perkembangan zaman, tak terkecuali dalam hal ekonomi. Begitu banyak ayat al-Quran yang menerangkan mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Terdapat beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan hal tersebut. Di antara ayat tersebut terdapat dalam surat al-Mu’min ayat 80, al-Baqarah ayat 216, dan an-Nisa’ ayat 27 yang perlu dikaji lebih dalam demi terpenuhinya kebutuhan dan keinginan yang sesuai prinsip Islam. B.      Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.       Bagaimana tafsir, kajian ekonomi, serta cotoh nyata dalam surat al-Mu’min ayat 80? 2.       Bagaimana tafsir, kajian eko