Skip to main content

Jurnal ini mengakaji mengenai pengasingan perempuan (purdah)



Jurnal ini mengakaji mengenai pengasingan perempuan (purdah) yang menjadi topik paling kontroversional (menimbulkan perdebatan) dalam kehidupan sosial seorang muslim perempuan. Selain itu dalam jurnal ini juga mencantumkan berbagai peraturan dalam Al-Quran dan Hadits mengnai perintah, aturan dan metode yang mewajibkan seorang muslim berkaitan dengan tata cara berpakaian mereka, privasi dan sopan santun terhadap lawan jenis.
Sistem purdah dalam studi tentang sejarah islam dari zaman Nabi Muhammad saw hingga saat ini mengungkapakan kebenaran yang sangat mengejutkan bahwa sistem purdah hadir berasal dari penguasa muslim yang melakukan pembaruan di berbagai negara dan pengatur masyarakat muslim yang dipengaruhi oleh masyarakat dan budaya dengan kontak dari iran, bagian dari kekuasaan Bysantium dan India. Dari penaklukan Arab dan persia membawa umat muslim ke kontak atau hubungan langsung dengan peradaban dan budaya Iran, bahkan setelah berpindah ke Islam sebagian penduduk islam tetap menggunakan pakaian tradisional, seperti shalwar dan Sherwani serta sistem lama mereka yaitu purdah (pengasingan). Mereka para wanita dari Iran, Romawi dan Yunani serta wilayah Byzantium yang ditaklukan Muslim, menutupi wajah, tangan, dan pada kenyataannya seluruh tubuh mereka ketika keluar dari rumah. Hal ini menimbulkan pengaruh yang kuat terhadap masyarakat muslim Arab, ketika banyak orang ini terutama budak dan seniman datang ke ibu kota dan kota-kota kerajaan Arab.
Setelah berakhirnya pemerintahan Khulafaur Rasyidin, beralihlah ke dinasti Umayyah. Pada khalifahnya yaitu Khalifah Walid II barulah ada sistem harem dan pengasingan (purdah) terhadap perempuan. Namun penerimaan kebiasaan ini juga membutuhkan waktu yang lama pada masyarakat Muslim Arab saat itu. Pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, Khalifah Mutawakkil, sistem dan kebiasaan harem serta purdah (dimana perempuan Muslim disimpan dalam pengasingan di bagian terpisah dari rumah tangga) memiliki dasar yang kuat pada masyarakat Muslim di bawah aturan dinasti Abbasiyah. Pada masa itu banyak sekali pmbatasan terhadap perempuan saat mereka berada d luar rumah, hingga titik baliknya sampai mongol menghancurkan Dinasti Abbasiyah. Saat Muslim menaklukan India dari Hindu mereka menemukan sistem purdah yang bahkan lebih buruk lagi dibandingkan dengan Iran sampai mereka disebut dengan ashurjampashsha ' (tersentuh oleh matahari).
Sedangkan dalam Al-Quran dan Hadits terdapat aturan mengenai posisi sosial perempuan Muslim, gaunnya, sopan santun, perilakunya dan tentang hubungan antara perempuan dengan lawan jenisnya. Berikut ayat-ayat mengenai purdah, privasi, cara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dll.
1.      Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nuur:30)
2.      Katakanlah, "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui.” (QS. Al-A’raf : 33)
3.      Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab : 59)
Mengenai partisipasi perempuan muslim dalam peperangan dan aktivitas yang terkait dengan peperangan, wanita muslim tidak ada purdah atau pengasingan jika wanita muslim mengambil bagian aktif di medan perang. Penyebabnya ialah perempuan sama pentingnya dengan laki-laki. Bahkan keluarga Nabi Muhammad saw dan keluarga dekatnya tidak ragu-ragu untuk keluar rumah mereka untuk bertarung di medan pertahanan islam.


Comments

Popular posts from this blog

Cabang Kaidah Masyaqqah Tajlibu Al-taisir

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Syariat Islam tidak mentaklifkan kepada manusia sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh mereka dan sesuatu yang boleh menjatuhkan mereka ke dalam kesusahan atau dengan sesuatu yang tidak bertepatan dan serasi dengan naluri serta tabiat mereka. Masyaqqah atau kesukaran yang akan menjadi sebab kepada keringanan dan dipermudahkan berdasarkan kaedah ini ( masyaqqah tajlibu al-taisir ) ialah masyaqqah yang melampaui hal biasa dan tidak mampu ditanggung oleh manusia pada kebiasaannya, bahkan bisa memudaratkan diri seseorang dan menghalanginya dari melakukan   amal yang berguna. Kesukaran dan kesulitan yang menjadi problematika dan dilema yang terjadi pada mukallaf menuntut adanya penetapan hukum untuk mencapai kemaslahatan dan kepastian hukum guna menjawab permasalahan yang terjadi.  Sebelum adanya makalah ini, terdapat penjelasan tentang qaidah pokok dari masyaqqah tajlibu al-taisir, dan ini adalah tahap yang selanjutnya yaitu membaha

Tahapan – tahapan Dalam Tasawuf Untuk Mencapai Ma’rifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat sejarah kehidupan dan perjuangan al-Gazali (450-505 H./1058-1111 M.) yang panjang dan melelahkan untuk mencari pengetahuan yang benar (al-makrifat) yang mampu meyakinkan dan memuaskan batinnya, akhirnya, ia temukan pengetahuan yang benar setelah ia mendalami dan mengamalkan ajaran kaum sufi. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sedekat-dekatnya sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup, taubat, zuhud, wara’, ikhlas, sabar, syukur, qona’ah, tawakal, ridlo, mahabbah,  barulah tercapai ma’rifat. Dengan kata lain ma’rifat  merupakan maqomat tertinggi dimana puncak seorang hamba bersatu dengan sang Khaliq.    Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Ma’rifah dan Tahapan-tahapan untuk mencapai ma’rifat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

TAFSIR AYAT TENTANG KEBUTUHAN DAN KEINGINAN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Al-Quran merupakan mukjizat yang sampai saat ini masih bisa kita pegang dan jumpai. Tak hanya mampu menjadi sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Quran juga mengandung beragam pengetahuan yang mampu mengikuti perkembangan zaman, tak terkecuali dalam hal ekonomi. Begitu banyak ayat al-Quran yang menerangkan mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Terdapat beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan hal tersebut. Di antara ayat tersebut terdapat dalam surat al-Mu’min ayat 80, al-Baqarah ayat 216, dan an-Nisa’ ayat 27 yang perlu dikaji lebih dalam demi terpenuhinya kebutuhan dan keinginan yang sesuai prinsip Islam. B.      Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.       Bagaimana tafsir, kajian ekonomi, serta cotoh nyata dalam surat al-Mu’min ayat 80? 2.       Bagaimana tafsir, kajian eko