Skip to main content

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kegiatan pengembangan kurikulum di tingkat satuan sekolah (sekolah atau madrasah) memerlukan suatu model yang dijadikan landasan teoritis untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum, model merupakan ulasan teoritis tentang proses pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya merupakan ulasan tentang salah satu komponen kurikulum. Ada suatu model yang memberikan suatu ulasan tentang keseluruhan peoses kurikulum. Akan tetapi, ada pula yang hanya menekankan pada mekanisme pengembangannya dan hanya pada uraian pengembangan organisasinya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari model-model pengembangan kurikulum?
2.      Bagaimanakah model-model pengembangan kurikulum?
3.      Apa fungsi model pengembangan kurikulum bagi guru?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari model pengembangan kurikulum.
2.      Untuk mengetahui model-model pengembangan kurikulum.
3.      Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum bagi guru.






BAB II
PENDAHULUAN
A.    Pengertian Model Pengembangan Kurikulum
Model adalah konstruksi yang bersifat teoritis diri konsep.[1] Sedangkan model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau system, dalam bentuk naratif, matematis, grafis serta lambing-lambang lainnya.[2]
Seperti yang dikemukakan Cohen dengan mengutip pendapat Parsons adalah:
The most general sense of the term seems to be that of an ideal type of strukture proses, arrived at by hypothetical premises, which is the used, through  comparason data, to analyze such data. In this meaning model seems to be almost identical sheme.
Definisi diatas memberikan pengertin bahwa model adalah suatu bentuk mengenai susunan proses yang diwujudkan dalam penalaran hipotesis dan rumusan-rumusan teori, yang kemudian menggunakan prbandingan data, yang digunakan untuk menganalisis data tersebut. Dalam pembahasan ini, tampaknya model hampir identik dengan skema.
Kurikulum dalam bentuknya yang sederhana merupakan himpunan pengalaman, sistem nilai, pengetahuan, keterampilan dan pola sikap yang akan diberikan kepad siswa. Keseluruhan yang disajikan merupakan bekal para siswa dalam mengembangkan masyarakat dikemudian hari.
Pengertian kurikulum diatas telah menunjukkan masalah pokok dalam pengembangan kurikulum, yakni unsur-unsur situasi yang konflik dan pengalaman yang selalu menjangkau masa depan.[3] Unsur konflik tersebut meliputi hampir segala aspek dalam pengembangan kurikulum. Karena itu, pengembangan kurikulum pada dasarnya berkisar pada hal-hal sebagai berikut:
1.    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan laju yang perlu dipercepat.
2.    Pendidikan merupakan proses transisi, jadi terbats waktu.
3.    Manusia (yang belajar maupun yang mengajar) terbatas kemampuannya untuk menerima, menyampaikan, dan mengolah informasi.
Dari pengertian model dan kurikulum dapat dikatakan bahwa model pengambangan kurikulum adalah suatu konsep untuk mengembangkan secara keseluruhan proses kurikulum atau konsep mengenai salah satu kurikulum.[4]
B.  Model-Model Pengembangan Kurikulum.
1.      Model pengembangan kurikulum Rogers
Model Roger akan berguna bagi para pengajar disekolah dan perguruan tinggi. Beberapa model Rogers, yaitu jumlah dari model yang paling sederhana sampai dengan yang komplit. Model-model tersebut (ada empat model) dapat dinyatakan sebagai berikut.
Model I atau model yang paling sederhana menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri dari kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran) dan ujian. Hal itu berdasarkan asumsi bahwa pendidikan adalah evaluasi dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan adalah akumulasi materi dan informasi, dapat digambarkan sebagai berikut.

Dengan model tersebut kita akan mempertimbangkan ketepatan dan kerelevansian bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa dan masyarakat. Model I mengabaikan cara-cara dalam proses berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dan urutan atau organisasi bahan pelajaran secara sistematis.
Model II dilakukan untuk menyempurnakan model I, yang dilakukan dengan menambahkan tentang metode dan organisasi bahan pelajaran. Model pengembangan kurikulum yang telah ditambahkan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.



Pengembangan kurikulum pada model II telah diperkirakan efektif untuk berlangsungnya proses pembelajaran. Bahan pelajaran telah disusun secara sistematis, dari yang mudah ke yang lebih sukar dan juga memperhatikan luas dan dalamnya suatu bahan pelajaran. Tetapi dalam model II ini belum memperhatikan teknologi pembelajaran yang sangat menunjang keberhasilan kegiatan pembelajaran. Teknologi yang dimaksudkan berkaitan dengan buku-buku dan alat atau media dalam pelaksanaan pembelajaran.
Model III pengembangan kurikulum ini menambahkan tentang teknologi dalam proses pembelajaran. Teknologi pendidikan tersebut merupakan factor yang amat menunjang dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Dengan memasukkan unsur teknologi pendidikan tersebut dapat digambarkan seperti berikut.

Dalam model IV ditambahkan tentang tujuan pendidikan, tujuan tersebut bersifat mengikat semua komponen yang lain, yaitu metode, organisasi bahan, teknologi pengajaran, isi pelajaran, maupun kegiatan penilaian yang dilakukan. Dari penambahan tersebut dapat digambarkan seperti berikut.[5]

2.      Model pengembangan kurikulum Zais
Robert S. Zais menyatakan ada delapan macam podel pengembangan kurikulum. Model tersebut sering ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum di sekolah atau madrasah. Sebagian lainya diulas oleh tokoh-tokoh tertentu. Beberapa pengembangan kurikulum Zais sebagai berikut.
a.       Model Administratif
Model administrative sering disebut juga dengan model garis dan staf atau dikatakan sebagai model dari atas kebawah yang sifatnya top down. Perkembangan kurikulum dimulai dari penjabat pendidikan yang berwewenamg membentuk panitia pangarah yang terdiri dari para pengawas pendidikan, kepala sekolah dan madrasah, serta staf pengajar inti.
Pengembangan kurikulum model administrative menekankan kegiatanya pada orang-orang yang terlibat sesuai dengan tugas-tugas dan fungsi masing-masing. Kelemahan model ini terletak pada kekurangan pekanya terhadap adanya perubahan masyarakat. Selain itu kurikulum ini bersifat seragam secara nasional sehingga kadang melupakan adanya kebutuhan dan kekhususan yang ada pada setiap daerah.[6]
b.      Model dari bawah (grass roots)
Dalam model administrative model pengembangan kurikulum  berasal dari atas, model yang berikut ini justru dari bawah yaitu dari para pengajar yang merupakan para pelaksana kurikulum disekolah-sekolah. Pengembangan kurikulum model dari bawah ini menuntut adanya kerja antar guru antar sekolah secara baik, serta kerjasama dengan pihak luar sekolah khususnya para orang tua murid dan masyarakat. Pandangan yang mengikuti model ini adalah pengembangan kurikulum secara demokratis, yaitu berasal dari bawah. Keuntungan model ini adalahproses pengambilan keputusan terletak pada para pelaksana yang mengikutsertakan berbagai pihak dari bawah khususnya para staf pengajar. Kekurangan dari pengembangan kurikulum model ini adalah pada sifat mengabaikan segi teknis serta profesional dari perkurikuluman.[7]


3.      Model perkembangan kurikulum Ralph W. Tyler
Model tyler menekankan pada bagaimana merancang suatu kurikulum sesuai dengan tujuan dan misi pendidikan.
Tyler menyatakan ada empat dasar yang dianggap mendasar untuk mengembangkan suatu kurikulum
a.       Hubungan dengan tujuan yang ingin dicapai
b.      Hubungan dengan pengalaman belajar
c.       Hubungan dengan pengorganisasian pengalaman pembelajaran
d.      Hubungan dengan pengembangan evaluasi
Dalam pengembangan evaluasi pengembangan kurikulum memiliki dua fungsi yaitu fungsi sumatif adalah dalam memperoleh data tentang ketercapainya tujuan atau tingkat isi kurikulum setiap siswa, dan yang kedua fungsi formatif adalah melihat efektivitas proses pembelajaran, dengan kata lain apakah program yang disusun telah dianggap sempurna atau perlu perbaikan.[8]
4.      Hilda Taba
Salah satu buku karya Hilda Taba yang paling terkenal dan besar pengaruhnya adalah Currikulum Development: Theory and Practice (1962). Dalam buku ini, Hilda Taba mengungkapkan pendekatannya untuk proses pengembangan kurikulum. Dalam karyanya, Hilda Taba memodifikasi model dasar Tyler agar lebih represensatif terhadap pengembangan kurikulum di berbagai sekolah.
Secara khusus, Taba menganjurkan untuk menggunakan pertimbangan ganda terhadap isi (organisasi kurikulum yang logis) dan individu pelajar (psikologi organisasi kurikulum). Untuk memperkuat pendapatnya, Taba mengklaimkan bahwa semua kurikulum disusun dari elemen-elemen dasar. Suatu kurikulum biasanya berisi beberapa seleksi dan organisasi isi, merupakan manifestasi atau implikasi dari bentuk-bentuk belajar dan mengajar. Kemudian, suatu program evaluasi dari hasil pun akan dilakukan. Langkah-langkah dalam proses perkembangan kurikulum menurut Taba yaitu:
a.       Diagnosis kebutuhan
b.      Formulasi pokok-pokok
c.       Seleksi isi
d.      Organisasi isi
e.       Seleksi pengalaman belajar
f.       Organisasi pengalaman belajar
g.      Penentuan tentang apa yang harus dievaluasi dan cara untuk melakukannya.
Agar pendekatan lebih rasional dan ilmiah, Taba mengklaim bahwa keputusan-keputusan pada elemen mendasar harus dibuat berdasarkan yang valid. Kriteria dari berbagai sumber, yaitu dari tradisi,tekanan sosial, dan kebiasaan-kebiasaan yang ada. Berbagai perbedaan di antara pembuatan keputusan dalam kurikulum yang mengikutsertakan suatu pendekatan desain rasional merupakan kriteria dalam pengambilan keputusan terdahulu yang berasal dari suatu studi terhadap faktor-faktor penyusunan dasar kurikulum yang rasional.
Taba juga mengungkapkan bahwa pengembangan kurikulum ilmiah atau rasional memerlukan penggambaran analisis terhadap masyarakat dan budaya, mempejari anak didik dan proses belajarnya, serta menganalisis hakikat pengetahuan agar dapat menentukan tujuan-tujuan sekolah dan hakikat kurikulum itu sendiri.
Kemudian, Taba mengklaim bahwa jika pengembangan kurikulum menjadi logis, program yang teratur itu harus dilalui secara tepat berdasarkan peraturan kurikulum yang dibuat dan bagaimana hl itu diterapkan.
Langkah pertama dari Taba tentang apa yang anak didik inginkan dan perlukan untuk belajar. Langkah keduanya, yaitu formula yang jelas dan tujuan-tujuan komprehensif untk membentuk dasar pengembangan elemen-elemen berikutnya. Langkah ke 3 dan ke 4 yakni diintegrasikan dalam realitas, meskipun untu tujuan mempelajari kurikulum Taba membedakan di antara keduanya. Untuk menggunakan langkah-langkah tersebut, pendidik perlu memformulasikan dahulu tujuan-tujuan, sebagaimana halnya mengetahui secara mendalam terhadap isi kurikulum.
Langkah 5 dan 6 yang berhubungan dengan tujuan dan isi. Untuk menggunakan langkah-langkah ini secara efektif, Taba menganjurkan para pengembangan kurikulum untuk memperoleh, suatu pengertian terhadap prinsip-prinsip belajar tertentu, strategi konsep yang dipakai, dan urutan belajar.
Pada langkah terakhir ke 7, Taba menganjurkan para pengembang kurikulum untuk mengonsepkan dan merencanakan berbagai strategi evaluasi.
Ketujuh langkah tersebut menunjukkan uraian yang jelas tentang pendapat Taba yang mempunyai ciri-ciri sistematis dan pendekatan yang logis terhadap pengembangan kurikulum.
Model kurikulum Tyler dan Taba dikategorikan ke dalam rational model atau objectives model. Kelebihan kurikulum rational models yang perencanaan dan pemikiran kurikulum. Model ini telah menghindari kebingungan, sebuah tugas yang susah dar perspektif kebanyakan pengembangan kurikulum. Para pendidik dan para pengembang kurikulum yang bekerja di bawah model rasional memberikan suatu jalan yang tidak berbelit-belit dan mempunyai pendekatan waktu yang efisien sehingga bisa menemukan atau melakukan tugas kurikulum dengan baik. Pendekatan praktik untuk merancang kurikulum merupakan hal yang esensial dari model rasional ini.
Namun, disamping memiliki kelebihan model ini juga memiliki kelemahan. Kelebihan waktu telah membuat rational models memiliki kekurangan dalam hal pengembangan kurikulum. Untuk pengukuran yang lebih bebas, kelemahan yang tampak ini disebabkan oleh perbedaan car berfikir dan pendekatan kurikulumnya, seperti halnya latar belakang pengalaman atau kurangnya pengalaman yang dimiliki seorang pendidik. Pengalaman-pengalamn tersebut tidak terkatih menggunakan model rasional ini. Karena itu, pendidik yang tidak mempersiapkan diri untuk berfikir dan mengembangkan kurikulum. Akibatnya, para pengembang cenderung merasa senang dengan model dinamik atau model interaksi.
Kelemahan utama rational model atau objective model terletak pada ketidakjelasan akan hakikat belajar dan mengajar. Model ini menspesifikasikan segala tujuan yang akan dicapai, tetapi sering kali pembelajaran justru terjadi diluar tujuan-tujuan tersebut, disebabkan faktor-faktor yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya.
5.      D.K. Wheeler
Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process, Wheeler (1967) mempunyai argumen tersendiri agar pengembang kurikulum dapat menggunakan lingkaran proses, yang setiap elemennya saling berhubungan dan saling bergantung.
Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Wheeler menawarkan lima langkah yang saling keterkaitan dalam proses kurikulum. Lima langkah jika dikembangkan dengan logis dan temporer akan menghasilkan suatu kurikulum yang efektif.
Adapun langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Seleksi maksud, tujuan dan sasarannya.
b.      Seleksi pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan, dan sasaran.
c.       Seleksi isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungkin ditawarkan.
d.      Organisasi dan integrasi pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan proses belajar mengajar.
e.       Evaluasi setiap fase dan masalah tujuan-tujuan.
Kontribusi Wheeler terhadap pengembangan kurikulum adalah penekanannya terhadap hakikt lingkaran dari elemen-elemen kurikulum.
Pada suatu waktu, ketika penulisan tujuan sedang mendapatkan momentumnya, Wheeler malah kesulitan dalam menentukan penulisan akhir untuk menengahi dan memperkirakan tujuan-tujuan. Setelah mengembangkan tujuan yang lebih spesifik, dia memperoleh sedikit dukungan dari pendidik dan juga dari penulis kurikulum. Demikian, catatan atau pendapat Wheeler tentang proses kurikulum menekankan pada saling ketergantungan antara satu elemen dengan elemen kurikulum lain dan telah menempatkan tes dengan waktu yang baik.
6.      Audery dan Howard Nicholls
Dalam buku Developing Curriculum: A Practical Guide (1978), Audery dan Howard Nicholls mengembangkan suatu pendekatan yang telah mencakup elemen-elemen kurikulum dengan jelas tapi ringkas.
Nicholls menitikberatkan pada pendekatan pengembangan kurikulum yang rasional, khususnya kebutuhan untuk kurikulum baru yang muncul dari adanya perubahan situasi.
Audery dan Howard mendefinisikan kembali metodenya Tyler ,dan Taba dan Wheeler dengan menekankan pada kurikulum proses yang bersiklus atau berbentuk lingkaran, dan ini dilakukan demi langkah awal, yaitu analisis situasi.
Ada lima langkah yang diperlukan dalam proses pengembangan secara kontinu. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Analisis situasi
b.      Seleksi tujuan
c.       Seleksi dan organisasi isi
d.      Seleksi dan organisasi mode
e.       Evaluasi
Masuknya fase analisis situasi merupakan sesuatu yang disengaja untuk memaksa para pengembang kurikulum lebih responsif terhadap lingkungan dan seara khusus dengan kebutuhan anak didik.
Dengan menerapkan situasional analysis sebagai titik permulaan, model ini memberikan dasar data sehingga tujuan-tujuan yang lebih efektif mungkin akan dikembangkan.
Sifat dasar cycle model adalah melihat beragai elemen kurikulum sebagai asal yang terus-menerus yang dapat menanggulangi situasi-situasi baru dan mempunyai konsekuensi untuk bereaksi terhadap perubahan situasi. Contohnya, kurikulum sebuah sekolah harus berubah secara tiba-tiba dengan masuknya sejumlah besar anak didik atau siswa yang bebeda dari sebelumnya. Dengan demikian, model tersebut harus berubah karena adanya situasi baru sehingga model iu pun mengikuti perubahan elemen kurikulum yang lain (tujuan, isi, metode dan evaluasi). Kurikulum sekolah berdasarkan cycle model dapat mengatasi masalah yang muncul.
Kelemahan kedua model ini adalah dari wajahnya yang logis dan bentuknya yang berurutan. Dalam banyak hal, cycle model mempunyai banyak kesamaan dengan rational model sehingga memiliki kelemahan-kelemahan.
Kelemahan ketiga model ini terletak pada pengimplementasiannya. Problem mendasar penggunaan model ini adalah jumlah waktu yang diperlukan untuk melakukan situasi analisis yang efektif. Agar penafsiran situasi menjadi lebih baik, pengembangan harus menggunakan teknik tinggi untuk mendapatkan data tentang situasi belajar. Hal ini memakan banyak dan guru kelas (pendidik) sering lebih suka mengandalkan pengalaman intuisi ketimbang menggunakan koleksi basis data yang sistematis dan sesuai dengan situasi.
7.      Deckler Walker
Pada awal tahun 1970, Deckler Walker berpendapat bahwa objektives atau rational model dalam proses kurikulum itu tidak menerima pendapat dalam literatus yang tidak populer, Walker (1971) berpendapat bahwa para pengembang kurikulum tidak mengikuti pendekatan yang telah ditentukan dari urutan yang rasional dari elemen-elemen kurikulum ketika mereka mengembangkan kurikulum. Lebih baik memprosesnya melalui tiga fase di dalam persiapan natural daripada dalam kurikulum.
Pada langkah pertama Walker mempunyai argumen bahwa pernyataan platform diorganisasikan oleh para pengembang kurikulum dan pernyataan tersebut berisi serangkaian ide, preferensi atau pilihan, pendapat, keyakinan dan nilai-nilai yang dimiliki kurikulum.
Kemudian, Walker berpendapat bahwa pengembang kurikulum tidak memulai tugas mereka dalam keadaan kosong. Ide-ide, nilai-nilai, konsepsi dan hal-hal lain yang pengembang kurikulum gunakan untuk proses pengembangan kurikulum mengindikasikan adanya kesukaan dan perlakuan sebagai dasar mengembangkan kurikulum.
Ketika interaksi di antara individu dimulai, mekera kemudian memasuki fase pertimbangan yang mendalam. Walker berpendapat bahwa selama fase ini, individu mempertahankan pernyataan platform mereka sendiri dan menekankan pada ide-ide yang ada.
Fase yang penuh pertimbangan ini tidak terletak pada serangkaian langkah atau prosedur sebagaimana yang terjadi pada objectives model. Hal itu sangat kompleks, yang me-random-kan seperangkat interaksi yang akhirnya mencapai sejumlah latar belakang pekerjaan yang hebat sebelum actual curriculum didesain.
Fase terakhir Model Walker adalah menggunakan betuk design. Pada fase ini, developers membuat keputusan tentang berbagai komponen proses atau elemen-elemen. Keputusan akan dicapai setelah ada diskusi mendalam dan dikompromikan oleh individu-individu. Keputusan-keputusan itu kemudian direkam dan menjadi basisdara untuk dokumen kurikulum atau materi kurikulum yang lebih spesifik.
8.      Malcolm Skillbeck
Makcolm skillbeck, direktur pusat pengembangan kurikulum ausralia, mengembangkan suatu interaksi alternatif atau model dinamis bagi proses kurikulum. Dalam sebuah artikel, Skillbeck (1976) menganjurkan suatu pendekatan dalam mengembangkan kurikulum pada tingkah sekolah. Pendapatnya mengenai sekolah didasarkan pada pengembangan kurikulum (SBCD) sehingga skillbeck memberikan suatu model yang membuat pendidik dapat mengembangkan kurikulum secara cepat dan realistik.
Model dinamis atau interaktif menerapkan bahwa pengembang kurikulum harus mendahulukan suatu elemen kurikulum dan memulainya dengan suatu urutan dari urutan yang telah ditentukan dan dianjurkan oleh model rasional. Skillbeck mendukung petunjuk tersebut, dan menambahkan bahwa sangat penting bagi developers untuk menyadari sumber-sumber tujuan mereka.
Untuk lebih mudah memahami model yang ditawarkan Skillbeck, gambar berikut mungkin bisa membantu.
            Model di atas bahwa agar School-Based Curriculum Development dapat bekerja secara efektif, lima langkah diperlukan dalam suatu proses kurikulum. Menurut Skillbeck, model dapat diaplikasikan secara bersama dalam pengembangan kurikulum, observasi, dan penilaian sistem kurikulum serta analisis teoretik dari kurikulum, dan aplikasi nilai dari model tersebut terletak pada pilihan pertama.
            Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa model ini tidak mengisyaratkan suatu alat. Tujuannya adalah menganalisis secara keseluruhan sehingga mendorong tim atau kelompok dari para pengembang kurikulum untuk lebih memerhatikan perbedaan-perbedaan elemen dan aspek-aspek pengembangan proses kurikulum, agar bisa melihat proses bekerja dengan cara sistematik dan moderat.
            Memang, mengungkapkan kelemahan suatu model sangat tergantung pada persepsi dan preferensi seseorang yang terlibat di dalamnya. Karena itu, dynamic model memiliki kelemahan yang terletak pada kebingungan dan kekurangan jalan atau petunjuk.
            Kelemahan yang lain ada pada segi waktunya. Dengan tidak mengikuti susunan yang logis dalam pengembangan kurikulum, para pengembang hanya membuang-buang waktu sehingga kurang efektif dan efisien.
            Jadi, ada banyak kelemahan dari interaction model dalam proses pengembangan kurikulum. Kelemahan tersebut harus diperbaiaki atau ditopang dengan pengetahuan dan pendekatan-pendekatan lain guna mengembangkan kurikulum yang juga memiliki kelemahan.
9.      Kurikulum Terpadu
Model pengembangan kurikulum terpadu mengikuti cara yang pada dasarnya mengandung aspek-aspek yang sama dengan pengembangan kurikulum lainnya. Kurikulum terpadu dasarnya pada pemecahan suatu problem yaitu problem sosial yang dianggap penting dn menarik bagi anak didik.
Dalam melaksanakan kurikulum terpadu disusunlah unit sumber yang mencakup bahan, kegiatan belajar, dan sumber-sumber yang sangat luas. Sumber unit digunakan sebagai sumber untuk satuan pelajaran merupakan apa yang secara aktual dipelajari anak didik di kelas. Perbedaan individual anak didik tidak harus selalu mempelajari hal-hal yang sama, dan ada kebebasan bagi anak didik untk memilih pelajaran menurut minat, bakat dan kemampuan mereka masing-masing. Unit sumber merupakan apa yang secara ideal dapat dipelajari anak didik, sedangkan satuan pelajaran merupakan apa yang secara aktual dipelajari anak didik.
Dari beberapa macam model pengembangan kurikulum yang telah diuraikan, ditemukan beberapa perbedaan dalam bentuk dan kelemahan masing-masing. Sebenarnya, masih banyak model kurikulum yang lain beserta langkah-langkah yang ditawarkan yang juga memiliki orientasi kata berbeda dengan yang lainnya. Namun, pada dasarnya semua kurikulum tersebut memiliki komponen tujuan, bahan, proses belajar mengajar, dan evaluasi yang sama.[9]
C. Fungsi Model Pengembangan Kurikulum Bagi Guru
Menurut pendapat Oemar Hamalik pengembangaan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa. Sedangkan kesempatan belajar yang dimaksud adalah hubungan yang telah direncanakan dan terkontrol antara para siswa, guru, bahan peralatan, dan lingkungan dimana belajar yang diinginkan diharapkan terjadi. Ini terjadi bahwa semua kesempatan belajar direncanakan oleh guru, bagi para siswa sesungguhnya adalah “kurikulum itu sendiri”. Oleh karena itu dalam memahami pengembangan kurikulum dengan lebih baik lagi guru  dapat terlebih dahulu mempelajari model-model pengembangan kurikulum agar lebih mudah mempelajari bagaimana cara mengembangkan kurikulum tersebut. Menurut Nadler model yang baik adalah model yang dapat menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu  proses secara mendasar dan menyeluruh. Hal ini berarti model pengembangan kurikulum yang baik adalah model yang dapat membantu para pengembang kurikulum dalam mengembangankan kurikulum dilapangan. Berkenaan dengan model-model pengembangan kurikulum, maka fungsi model pengembangan kurikulum bagi guru adalah:
a.       Sebagai pedoman bagi guru untuk memilih model pengembangan yang sesuai dengan pelaksanaan pengembangan yang sesuai dengan pelaksanaan pengembangan kurikulum di lapangan.
b.      Sebagai bahan pengetahuan untuk melihat lahirnya bagaimana sebuah kurikulum tercipta dari mulai perencanaan sampai pelaksanaan di lapangan, yang mungkin selama ini guru hanya mengetahui bahwa kurikulum itu sebagai sesuatu yang siap saji, padahal melalui proses yang panjang sesuai dengan model mana yang dipilih oleh pengembang kurikulum atau pengambil kebijaksanaan.
c.       Sebagai bahan untuk menyusun kurikulum yang sesuai dengan visi, misi, karakteristik, dan sesuai dengan pengalaman belajar yang diharapkan atau dibutuhkan oleh siswa.
d.      Sebagai bahan untuk mengadakan penelitian yang merupakan bagian tugas professional guru yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru.
e.       Sebagai bahan untuk melihat perbandingan dan keberhasilan tentang model pengembangan kurikulum yang digunakan suatu sekolah yang nantinya diharapkan untuk memperbaiki kurikulum yang diaksanakan.[10]



BAB III
         PENUTUP        

Kesimpula
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian model dan kurikulum dapat dikatakan bahwa model pengambangan kurikulum adalah suatu konsep untuk mengembangkan secara keseluruhan proses kurikulum atau konsep mengenai salah satu kurikulum.
Selanjutya yaitu mengenai Model-Model Pengembangan Kurikulum yakni meliputi:
1.      Model pengembangan kurikulum Rogers.
2.      Model pengembangan kurikulum Zais.
a.       Model Administratif.
b.      Model dari bawah (grass roots)
3.      Model perkembangan kurikulum Ralph W. Tyler.
4.      Model perkembangan kurikulum Hilda Taba
5.      Model perkembangan kurikulum D.K. Wheeler
6.      Model perkembangan kurikulum Audery dan Howard Nicholls
7.      Model perkembangan kurikulum Deckler Walker
8.      Model perkembangan kurikulum Malcolm Skillbeck
9.      Model perkembangan kurikulum Terpadu.
Kemudian Fungsi Model Pengembangan Kurikulum Bagi Guru dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa.


DAFTAR PUSTAKA
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004).
Hidayat, Sholeh. Pengembangan Kurikulum Baru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015).
Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media,2011).
Nurgiyantoro, Burhan Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah (Yogyakarta: BPFE, 1988).
Oemar, Hamalik. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya).
Sukanto, Pengembangan Kurikulum, (Medan: Fakultas Tarbiyah IAIN, 2010).
Syarief, A. Hamid. Perkembangan Kurikulum (Surabaya: Bina Ilmu, 1996).



[1] Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 95.
[2] Sukanto, Pengembangan Kurikulum, (Medan: Fakultas Tarbiyah IAIN, 2010), 69.
[3] A. Hamidd Syarief, Perkembangan Kurikulum (Surabaya: Bina Ilmu, 1996), 95.
[4] A. Hamidd Syarief, Perkembangan Kurikulum (Surabaya: Bina Ilmu, 1996), 95-96.
[5] Burhan Nurgiyantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah (Yogyakarta: BPFE, 1988), 164-167.

[6] Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru (Bandung: Remaja rosdakarya, 2015), 80-81.
[7] Burhan Nurgiyantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah (Yogyakarta: BPFE, 1988), 168-169.
[8] Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru (Bandung: Remaja rosdakarya, 2015),82-84.
[9] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, (Jogjakarta: Ar-ruzz media,2011), 177-200
[10] Hamalik Oemar, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya), 45.

Comments

Popular posts from this blog

Cabang Kaidah Masyaqqah Tajlibu Al-taisir

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Syariat Islam tidak mentaklifkan kepada manusia sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh mereka dan sesuatu yang boleh menjatuhkan mereka ke dalam kesusahan atau dengan sesuatu yang tidak bertepatan dan serasi dengan naluri serta tabiat mereka. Masyaqqah atau kesukaran yang akan menjadi sebab kepada keringanan dan dipermudahkan berdasarkan kaedah ini ( masyaqqah tajlibu al-taisir ) ialah masyaqqah yang melampaui hal biasa dan tidak mampu ditanggung oleh manusia pada kebiasaannya, bahkan bisa memudaratkan diri seseorang dan menghalanginya dari melakukan   amal yang berguna. Kesukaran dan kesulitan yang menjadi problematika dan dilema yang terjadi pada mukallaf menuntut adanya penetapan hukum untuk mencapai kemaslahatan dan kepastian hukum guna menjawab permasalahan yang terjadi.  Sebelum adanya makalah ini, terdapat penjelasan tentang qaidah pokok dari masyaqqah tajlibu al-taisir, dan ini adalah tahap yang selanjutnya yaitu membaha

Tahapan – tahapan Dalam Tasawuf Untuk Mencapai Ma’rifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat sejarah kehidupan dan perjuangan al-Gazali (450-505 H./1058-1111 M.) yang panjang dan melelahkan untuk mencari pengetahuan yang benar (al-makrifat) yang mampu meyakinkan dan memuaskan batinnya, akhirnya, ia temukan pengetahuan yang benar setelah ia mendalami dan mengamalkan ajaran kaum sufi. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sedekat-dekatnya sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup, taubat, zuhud, wara’, ikhlas, sabar, syukur, qona’ah, tawakal, ridlo, mahabbah,  barulah tercapai ma’rifat. Dengan kata lain ma’rifat  merupakan maqomat tertinggi dimana puncak seorang hamba bersatu dengan sang Khaliq.    Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Ma’rifah dan Tahapan-tahapan untuk mencapai ma’rifat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

TAFSIR AYAT TENTANG KEBUTUHAN DAN KEINGINAN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Al-Quran merupakan mukjizat yang sampai saat ini masih bisa kita pegang dan jumpai. Tak hanya mampu menjadi sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Quran juga mengandung beragam pengetahuan yang mampu mengikuti perkembangan zaman, tak terkecuali dalam hal ekonomi. Begitu banyak ayat al-Quran yang menerangkan mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Terdapat beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan hal tersebut. Di antara ayat tersebut terdapat dalam surat al-Mu’min ayat 80, al-Baqarah ayat 216, dan an-Nisa’ ayat 27 yang perlu dikaji lebih dalam demi terpenuhinya kebutuhan dan keinginan yang sesuai prinsip Islam. B.      Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.       Bagaimana tafsir, kajian ekonomi, serta cotoh nyata dalam surat al-Mu’min ayat 80? 2.       Bagaimana tafsir, kajian eko